SOLOPOS.COM - Giyatno, pimpinan sebuah perusahaan jasa penagihan di Solo. (Solopos/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Beberapa waktu terakhir marak kasus pinjaman online atau pinjol dengan model penagihan yang cenderung meresahkan para korban. Polda Jawa Tengah (Jateng) bahkan telah mengambil langkah dengan menggerebek kantor pinjol ilegal di Jogja belum lama ini.

Dari kasus itu terkuak peran debt collector atau petugas penagih pinjol dalam menagih angsuran maupun bunganya kepada para nasabah. Termasuk cara kerja mereka menagih dengan melakukan berbagai teror dan intimidasi kepada peminjam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Meski begitu, tak semua petugas jasa penagihan pinjaman itu menggunakan cara-cara intimidasi dan kekerasan dalam menjalankan tugas. Setidaknya itu lah yang dikemukakan, Giyatno, bos perusahaan jasa penagihan di Kota Solo saat wawancara dengan Solopos.com, belum lama ini.

Baca Juga: Sebut Kemenag Hadiah untuk NU, Menag Yaqut Cholil Beri Klarifikasi

Giyatno menjelaskan perusahaannya mempunyai 100 personel jasa penagihan. Namun perusahaan ini tidak melayani penagihan untuk perusahaan pinjol, melainkan jasa penagihan untuk sejumlah lembaga keuangan dan pembiayaan di Solo.

Giyat, panggilan akrabnya, menjelaskan petugas penagih atau debt collector dari perusahaannya dalam menjalankan tugasnya dibekali Sertifikat Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI). Dari 100-an personelnya, 90 persen sudah punya SPPI. “Yang 10 persen belum, karena sedang menunggu ujian sertifikasi lagi. Sudah kami daftarkan,” tuturnya.

SPPI, menurut Giyat, sangat penting sebagai tanda kapasitas seorang petugas penagih. Untuk itu ia menargetkan seluruh personelnya mengantongi SPPI.

Baca Juga: Pemkot Solo Siapkan Gedung Isolasi Terpusat Pelajar, Ini Lokasinya

Memorandum of Understanding

Giyat menjelaskan dalam menjalankan tugas, personelnya tidak sembarangan. Perusahaannya hanya menjalankan fungsi penagihan bagi lembaga keuangan atau lembaga pembiayaan yang sudah menjalin kerja sama atau memorandum of understanding (MoU).

Saat ini ada 46 lembaga pembiayaan atau finances di Solo yang bekerja sama dengan perusahaan jasa penagihan yang dipimpin Giyat. Ada juga dua bank dan beberapa koperasi yang bekerja sama. Adanya MoU menjadi payung hukum mereka bekerja.

“Setelah ada MoU, petugas di lapangan kami bekali dengan SOP atau standard operating procedure dalam bertugas. Dari pihak finances juga mempunyai aturan-aturan yang harus diikuti. Kami di bawah pengawasan dari OJK juga,” sambungnya.

Baca Juga: Lampaui Target, Transaksi SGS 2021 Hampir Rp1 Triliun

Dengan berbagai legalitas itu, menurut Giyat, membuat petugas penagih di lapangan tidak bisa berbuat sesuka sendiri. Mereka tidak bisa sembarangan menarik unit atau aset dari nasabah, sebelum melalui pendekatan persuasif.

“Dalam bertugas teman-teman di lapangan akan terlebih dulu melakukan pendekatan persuasif, komunikasi dengan baik-baik dengan mengedepankan solusi. Bagaimana nasabah bisa mendapatkan solusi dari permasalahan mereka,” urainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya