SOLOPOS.COM - Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo, Elizabeth Pudjiningati, memberikan keterangan mengenai tuberkulosis (TBC) di Ibis Styles Solo, Jumat (16/12/2022). (Solopos/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO — Stigma negatif dari masyarakat menjadi salah satu hambatan pengobatan pasien tuberkulosis atau TBC. Stigma menghambat deteksi dini sampai pengobatan pasien hingga tuntas. Namun kepedulian bersama dapat menanggulangi TBC di Kota Solo.

Hal itu mengemuka dalam konferensi pers Pernyataan Bersama Komitmen Penanggulangan TBC di Kota Solo di Ibis Styles Hotel Solo, Jumat (16/12/2022). Hadir dalam narasumber konferensi pers Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Solo Tenny Setyoharini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kemudian Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo Elizabeth Pudjiningati, Koordinator Program Sub-sub Recipient (SSR) Mentari Sehat Indonesia Rishan Muhamad Mahfud. Ada juga perwakilan dari Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu Surakarta, RS PKU Muhammadiyah Solo, dan RSUD dr Moewardi.

Elizabeth menceritakan beratnya berjuang mengajak warga agar melawan stigma negatif terhadap pasien TBC di Kota Solo. Ia pernah menjumpai salah satu warga di sekitar rumahnya di Kelurahan Mojosongo, Jebres, Solo, yang bergejala batuk dan tidak kunjung sembuh.

Gejala itu mengarah pada TBC. Menurut Elizabeth, menegur orang yang sakit untuk periksa ke dokter bisa saja membuat orang tersebut tersinggung. Elizabeth berusaha membantu dengan melapor ke petugas kesehatan untuk memberikan akses kesehatan kepada orang tersebut.

Baca Juga: Waduh! 1.600 Kasus TBC Ditemukan di Kota Solo, 6 Wilayah Ini Paling Banyak

Akses Layanan Kesehatan

“Kadang masyarakat itu diminta periksa kesehatan, nuwun sewu, konteksnya dengan finansial,” kata dia. Padahal, lanjut Elizabeth, Kota Solo memiliki program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang bisa mengkaver semua kebutuhan pelayanan kesehatan.

Elizabeth pun mengarahkan orang yang sakit untuk mengakses layanan ke Puskesmas terdekat. “Yang dicemaskan tetangga takut, misalkan anak-anaknya main ke sana lalu anak-anak haus minta minum. Kadang menjadi ketakutan [tertular] sebagai tetangga,” paparnya.

Dia mengatakan pengurus RT/RW di Kota Solo harus ikut peduli dengan memberikan pengawasan serta perhatian kepada warganya yang sakit, termasuk pasien TBC. Bentuk perhatian itu bisa diwujudkan dengan mengingatkan untuk memakai masker serta meminta tidak membuang ludah sembarangan.

Baca Juga: Ironis! 1.147 Penderita TBC di Jateng Setop Pengobatan, Pemicunya Ini

Menurutnya, butuh waktu paling tidak enam bulan bagi pasien untuk sembuh dari TBC. Pasien harus meminum obat setiap hari tanpa putus. Orang terdekat atau tetangga harus memberikan dukungan supaya pasien tidak putus minum obat dan bisa lekas sembuh.

“Masyarakat yang peduli paling tidak memberikan kekuatan bagi si pasien. Tidak malah mengucilkan. Bahkan masyarakat mau menyapa dan mengingatkan yang menjadi kewajiban si pasien untuk minum obat. Alhamdulilah sudah sembuh,” paparnya.

“TBC merupakan penyakit menular namun bisa disembuhkan selama pasien menuruti anjuran petugas kesehatan. Puskesmas Sibela ada petugas mendampingi pasien seperti itu berkat bimbingan DKK Solo,” tambahnya.

Baca Juga: Renggut Nyawa 11 Orang Per Jam, TBC Indonesia Tertinggi Ketiga Dunia

Pola Hidup Bersih dan Sehat

Selain itu, Elizabeth mengingatkan warga untuk menjaga pola hidup bersih dan sehat supaya terhindar dari bakteri penyebab TBC. Warga harus menyediakan ventilasi yang cukup, khususnya warga perumahan yang sulit membuat ventilasi di samping rumah.

Ventilasi bisa melalui bagian depan atau atas. Manajer Kasus TB Resisten Obat (RO) Mentari Sehat Indonesia Istiqomah mengatakan stigma masyarakat terkait pasien TBC menjadi tantangan.

Mentari Sehat Indonesia berkontribusi melakukan pendekatan melalui 33 kader di Kota Solo. Kader berkoordinasi dengan puskesmas setempat dan masyarakat. Sementara itu Tenny menjelaskan tantangan dalam penanggulangan dan penanganan pasien TBC di Kota Solo.

Baca Juga: Kisah Perempuan Solo Penyintas TBC, Bertahun-Tahun Berjuang Sampai Dijauhi Orang

Tantangan antara lain kesadaran masyarakat untuk  periksa mandiri terhadap kondisi kesehatannya masih kurang. Warga juga masih kurang terhadap pengetahuan TBC.

“Batuk-batuk biasa beli obat sendiri dan tidak periksa sehingga diagnosis terhambat,” jelasnya. Dia menjelaskan butuh upaya bersama semua pihak dalam sosialisasi, edukasi, dan media informasi terkait TBC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya