SOLOPOS.COM - Ilustrasi virus corona pemicu Covid-19. (Antara-Dok.)

Solopos.com, SOLO — Sebuah pesan beredar di Facebook mengenai virus Corona yang dinilai tak masuk akal. Klaim itu berangkat dari kebijakan-kebijakan penanganan Covid-19 di Indonesia yang dirasa berubah-ubah dan sesuai nalar.

Cek Fakta: Corona Bukan Bisnis dan Politik

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Klaim itu diunggah beberapa akun Facebook salah satunya Gabutasik, pada 8 Oktober 2020. Pesan itu berulang kali dibagikan ke beberapa grup lain salah satunya Boyolali Kota belum lama ini.

Klaim itu salah satunya menyebutkan tempat ibadah, kantor, dan sekolah bukan ditutup melainkan dibuka untuk membangun imunitas tubuh. Ia juga menyebutkan imunitas tubuh terus menerus digerus oleh paparan informasi korban Corona.

“Belum lagi peraturan dimana sedang sendiri pun, diwajibkan tetap dipakai. Sementara dari teori yang ada, dia [virus Corona] menyebar lewat droplet. Tidak terbang di udara sepertinya halnya virus penyakit lain,” tulis pesan itu.

Cek Fakta: Hoax Mantan Menkes Anjurkan Jemur Uang Buat hindari Covid-19

Pada penutup pesan itu, ada sejumlah pertanyaan yang seolah-olah menggiring opini bahwa Covid-18 mengada-ada. Ia meminta menjelaskan perihal obat untuk menangani Covid-19, mengapa pemerintah malah sibuk menangani kasus orang tanpa gejala.

Mohon jelaskan, pasien positif corona yang sudah sembuh, sembuh karena obat ataukah sembuh dengan sendirinya… ? Kalau sembuh dengan obat, apa nama obatnya… ?" bunyi pesan itu.

"Kalau sembuh dengan sendirinya, untuk apa buang-buang waktu, tenaga, biaya bahkan nyawa… ? Kalau yang meninggal disebabkan karena penyakit penyerta, kenapa sibuk mengurus orang yang tanpa gejala… ?

Penularan Aerosol

Solopos.com memeriksa kebenaran klaim itu dan menemukan sejumlah klaim yang keliru. Klaim mengenai virus SARS-CoV-2 tidak terbang merupakan klaim keliru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan dari hasil riset-riset terbaru menemukan virus Corona bisa menular melalui udara atau disebut aerosol. Potensi penularan ini bisa terjadi di tempat-tempat seperti latihan paduan suara, restoran, dan kelas kebugaran.

Temuan ini membuat WHO mengeluarkan rekomendasi baru yakni penggunaan masker bagi semua orang dan memperpanjang jarak minimal protokol kesehatan menjadi 6 kaki atau sekitar 1,8 meter.

Cek Fakta: Foto Jurnalis Solopos.com Dicatut Jadi Janda Dory Harsa

“Kenakan masker kain saat berada di ruang tertutup dan penuh sesak untuk melindungi orang lain. Dan memastikan ventilasi lingkungan yang baik […] serta pembersihan dan disinfeksi lingkungan yang sesuai,” pesan WHO dikutip dari laman resmi who.int.

Penutupan sekolah, tempat ibadah, dan pemberlakukan work from home (WFH) pada masa awal pandemi dilakukan guna menekan penularan Covid-19. Sebab, penularan virus akan lebih cepat saat berada di kerumunan tanpa mengindahkan protokol kesehatan.

Terkait penanganan pasien Covid-19, pejabat Humas RS Triharsi Solo, dr. Andrew Santoso, mengatakan hingga kini belum ada obat-obatan yang spesifik mengobati penyakit Covid-19. Perawatan medis yang dilakukan di rumah sakit terhadap pasien bersifat mengurangi gejala yang timbul.

“Kalau batuk beri obat batuk. Sesak napas, beri obat melonggarkan saluran napas,” kata dia, beberapa waktu lalu.

Iman, Aman, Imun

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo. Doni berulang kali menyampaikan hingga kini belum ada satu ahli pun yang bisa menerangkan penyakit Covid-19 dengan detail sebagaimana penyakit-penyakit lainnya.

Doni juga meminta masyarakat melakukan tiga wajib untuk mencegah penularan Covid-19 yakni wajib iman, wajib aman, dan wajib imun. Wajib iman dilakukan dengan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

Sedangkan, wajib aman dilakukan dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M yakni memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan serta mencuci tangan pakai sabun. Lalu, wajib imun dilakukan dengan mengonsumsi makanan bergizi dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Tak hanya itu, Doni juga mewanti-wanti keberadaan kasus konfirmasi positif Covid-19 tanpa gejala atau asimtomatik. Keberadaan OTG menimbulkan risiko penularan kepada keluarga di rumah lebih-lebih jika ada anggota keluarga yang masuk kelompok rentan dan berisiko. Kelompok ini terdiri seperti lansia dan orang dengan penyakit penyerta atau komorbid.

Sementara itu, sebanyak 80-85 persen pasien Covid-19 yang meninggal dunia merupakan pasien dengan komorbid seperti jantung, hipertensi, diabetes, dan lainnya. Tak heran jika Doni menyebut kelompok OTG ini sebagai the silent killer atau si pembunuh senyap.

“Ingat, mereka yang mengabaikan protokol kesehatan sehingga menimbulkan korban jiwa bukan hanya dimintai pertanggungjawaban di dunia, tetapi juga di akhirat,” kata Doni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya