SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 906 warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Sragen pimpinan Muh. Taufik Hidayat dipastikan batal dikukuhkan di Gedung Sasana Manggala Sukowati (SMS) Sragen, Minggu (15/9/2019) malam ini.

Pembatalan itu untuk menghindari konflik internal. Sebelumnya, konflik antarwarga PSHT nyaris pecah saat pengukuhan 800-an warga PSHT di tempat yang sama pada Jumat (13/9/2019) malam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Konflik tersebut berhasil diredam setelah pengamanan besar-besaran dari Polda Jateng dan jajaran Polres se-Soloraya. Ketua PSHT Cabang Sragen pimpinan Muh. Taufik Hidayat, Surtono, saat dihubungi Solopos.com, Minggu siang, mengungkapkan pengukuhan 906 warga PSHT di Gedung SMS Sragen tidak jadi diadakan untuk menghindari konflik antarwarga PSHT seperti yang terjadi Jumat malam.

“Kami tidak ingin membuat konflik di daerah. Ketika pihak sebelah ada kegiatan, kami tidak merecoki tetapi saat kami menggelar pengukuhan ternyata terjadi konflik. Untung dibantu pengamanan dari Polda dan Polres se-Soloraya sehingga pengukuhan 887 warga PSHT di Gedung SMS pada Jumat malam bisa berlangsung sampai akhir,” ujarnya.

Surtono menyampaikan pengamanan dari Polda Jateng melibatkan empat peleton Brimob dan dua peleton Sabhara serta sejumlah personel Polres se-Soloraya. Pengamanan Jumat malam itu, kata Surtono, merupakan pengamanan paling besar karena melibatkan massa yang banyak.

Pada jumat malam itu, ada 4.000-an orang yang datang dari kubu Surtono dan ribuan orang juga dari PSHT pimpinan R. Moerdjoko H.W.

“Kami berpikir untuk kondusivitas daerah. Kami sudah pendekatan dengan keamanan sehingga kegiatan pengukuhan 906 warga PSHT itu ditunda sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Bukan kami tidak berani tetapi demi menjaga kondusivitas daerah. Kami malu bila sama-sama warga PSHT berseteru,” ujarnya.

Surtono mengklaim legal formal PSHT pimpinan Muh. Taufik Hidayat didasarkan pada bukti fisik berupa Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan keabsahan Parapatan Luhur Muh. Taufik Hidayat, surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM), dan hasil gugatan PTUN atas yayasan sampai tingkat kasasi dan dimenangi Parapatan Luhur Muh. Taufik Hidayat.

“Surat itu menjadi pijakan kami berjalan. Selain itu juga ada surat Kemenkum-HAM yang membatalkan 13 organisasi kemasyarakatan (ormas) yang mengatasnamakan PSHT. Jadi saling mengklaim sama-sama berkekuatan hukum,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua PSHT Cabang Sragen pimpinan R. Moerdjoko H.W., Jumbadi, mengaku juga mengantongi surat Kemenkum-HAM sebagai dasar hukumnya. Jumbadi enggan berkomentar banyak soal PSHT Sragen karena fokus sebagai calon kepala desa (cakades) Krikilan, Masaran, Sragen.

Jumbadi mengaku tidak mengetahui soal pengukuhan PSHT di Gedung SMS Sragen. Sementara pengurus PSHT Sragen pimpinan R. Moerdjoko H.W., lainnya, Edi Indriyanto, saat dihubungi Solopos.com enggan menjawab panggilan di ponselnya. Saat dikirimi pesan juga tak membalas.

Sebelumnya, sebanyak 887 peserta dikukuhkan sebagai warga PSHT Sragen di Gedung Sasana Manggala Sukowati (SMS), Jumat malam. Proses pengukuhan 887 warga PSHT Sragen di bawah pimpinan Surtono tersebut sempat mendapat penolakan dari ribuan warga PSHT Sragen di bawah pimpinan Jumbadi.

Saat ditemui Solopos.com di rumahnya di Karangmalang, Sabtu (14/9/2019), Surtono mengatakan total ada 1.793 orang yang akan dikukuhkan menjadi warga PSHT Sragen.

Nyaris Gagal

Sebanyak 906 peserta lainnya rencananya baru akan dikukuhkan pada Minggu malam di gedung yang sama. Surtono mengakui pengukuhan 887 warga PSHT pada Jumat malam tersebut berjalan lancar kendati nyaris digagalkan oleh warga PSHT kubu Jumbadi.

Ribuan warga PSHT kubu Jumbadi sempat berkumpul di Alun-Alun Sasana Langen Putra Sragen. Mereka yang mengatasnamakan PSHT Cabang Sragen Pusat Madiun merasa keberatan dengan kegiatan di Gedung SMS tersebut.

Mereka mengklaim kubu Surtono tidak berhak menggunakan atribut PSHT dan menyelenggarakan kegiatan yang mengatasnamakan PSHT.

“Keputusan Kongres PSHT 2016 dengan Ketum Pak [Muhammad] Taufiq itu sudah final dan mengikat dibawah payung hukum keputusan MA [Mahkamah Agung]. Kalau mereka menyatakan keputusan Kongres 2016 itu tidak sah lalu menuding kami tidak berhak memakai atribut PSHT yang diklaim jadi hak paten mereka, silakan tempuh jalur hukum. Itu lebih elegan daripada mengerahkan massa untuk menggagalkan kegiatan kami. Pada prinsipnya, kami tidak mau adu fisik karena mereka adalah saudara kami sendiri,” ujar Surtono.

Surtono mengapresiasi kerja keras aparat polisi dalam menanggulangi potensi keributan yang mewarnai pengukuhan 887 warga PSHT tersebut. Pada Jumat malam, Kapolres Sragen AKBP Yimmy Kurniawan sempat memediasi kedua kubu yang berseteru tersebut.

Kapolres menginginkan masing-masing pihak menahan diri supaya tercipta situasi yang kondusif. Hadir pula Kapolda Jateng, Irjen Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel dan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati juga turut serta dalam mencegah potensi konflik antar sesama warga PSHT tersebut. Untuk mencegah terjadinya bentrok, polisi memblokade jalan menuju Gedung SMS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya