SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Wartawan SOLOPOS, R Bambang Aris Sasangka berkesempatan menempuh pendidikan jurnalisme di Berlin, Jerman. Kesan mengenai kota itu dituangkannya dalam tulisan bersambung mulai hari ini.

Perjalanan ke luar negeri, khususnya ke wilayah Eropa, selalu memberikan banyak kesan karena banyak sekali hal berbeda dibandingkan Tanah Air yang biasa disaksikan. Perkenalan pertama dengan situasi Eropa dan Jerman pada khususnya adalah saat Solopos.com mendarat untuk transit di Bandara Frankfurt, salah satu bandara penghubung atau hub utama Jerman.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Untuk menuju Berlin,  Solopos.com harus ganti pesawat yang menempuh penerbangan selama lebih kurang sejam, melengkapi 15 jam penerbangan malam dari Jakarta plus dua jam menunggu penerbangan sambungan itu.

Di Berlin, Solopos.com dan sesama peserta pendidikan yang berasal dari sejumlah negara Afrika dan Asia mendapat tempat tinggal di apartemen di Buckower Damm 91-93, di kawasan permukiman di pinggiran sisi selatan Berlin. Nah, kalau di Indonesia, para peserta sebuah kegiatan yang harus tinggal rame-rame seperti ini umumnya bakal mendapat fasilitas berupa antar-jemput dengan kendaraan khusus.

Tapi jangan bayangkan hal itu terjadi di luar negeri. Semua peserta harus menggunakan kendaraan umum yang jalurnya cukup bervariasi untuk bepergian.

Untuk menuju tempat pendidikan yang terletak satu gedung dengan Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan di Stressemanstrasse 92 di kawasan pusat kota, perjalanan harus ditempuh dengan naik bus kota sekali dari halte tepat di depan apartemen menuju Stasiun Kereta Hermanstrasse.

Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan kereta menuju Stasiun Sudkreuse yang merupakan sebuah stasiun yang cukup besar yang menjadi tempat persilangan sejumlah jalur kereta lain. Turun di stasiun ini, kereta selanjutnya yang harus dinaiki adalah yang menuju kawasan pusat kota Postdammer Platz. Untuk mencapai gedung tempat GIZ berada, orang harus turun di Stasiun Anhalter Bahnhof yang salah satu pintu keluarnya tepat di dekat gedung GIZ.

Jalur bepergian ini, termasuk bus apa, kereta nomor berapa dan di mana harus turun, ditunjukkan kepada para peserta pendidikan yang berjumlah 14 orang, oleh salah satu asisten pendamping dari GIZ pada hari pertama.

Semua ini dilakukan pada jam di mana orang biasa berangkat bekerja atau bersekolah sehingga kami pun langsung merasakan hiruk-pikuknya suasana berangkat kerja atau rush hour itu. Semua orang berjalan dengan bergegas. Solopos.com dan rekan dari Jakarta Post yang biasa ke mana-mana naik sepeda motor pun tak urung sedikit terengah-engah mengikuti “jalan sehat gaya Jerman” ini.

Tak banyak terlihat kemacetan di jalan raya karena mungkin jauh lebih banyak orang yang menggunakan kendaraan umum yang kesemuanya berdaya tampung besar. Sebagai contoh, bus kota yang kami naiki berdaya tampung 44 orang duduk dan 105 berdiri, meski hanya bus berlantai tunggal alias bukan “bis tumpuk” dan bukan pula bus gandengan. Bus itu tak punya kondektur sehingga pengguna harus langsung membayar ke sopir saat naik atau menunjukkan kartu abonemen.

Berhentinya tentu saja hanya di halte. Jadi, orang tak bisa seenaknya berteriak “Kiri, Pak!” kalau sudah sampai. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya