SOLOPOS.COM - Saya bersama (dari kiri ke kanan): Don Bosco Selamun (Dirut Metro TV), Sutta Dharmasaputra (Pemred Kompas), Ardian T Gesuri (Pemred Kontan), dan Metta Dharmasaputra (CEO KataData) di kawasan World Market, Los Angeles yang dijejali pengunjung.

Saya kembali deg-degan saat mau pulang ke Indonesia. Pasalnya, syarat penerbangan tetap mewajibkan tes usap PCR. Betapa tidak deg-degan. Sepekan berkeliling kota Los Angeles, kami bertemu banyak orang. Dan banyak kerumunan. Mereka tanpa masker. Terutama saat makan atau ngopi di restoran.

Nah, bagaimana kalau hasil tes nanti positif? Betapa bete-nya kalau harus menunggu 10 hari lagi untuk kembali pulang ke Indonesia. Apalagi memasuki bulan puasa. Saya pernah merasakan berpuasa di Amerika pada 2017 lalu, rasanya sangat tidak nyaman.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Terutama saat makan sahur, semua makanan hotel kala itu “serba dingin”. Untuk beranjak makan sahur, rasanya malas sekali. Belum lagi saat itu durasi puasa begitu panjang. Sahur jam 2 dini hari, dan buka puasa jam 9 malam. Meski saat ini durasinya lebih “normal”, tetap saja saya membayangkan betapa nyamannya berpuasa dari Indonesia.

Dan ternyata, kebanyakan anggota rombongan waswas pula seperti saya. Bahkan, Febrianti Nadira, eksekutif kepercayaan Boy Thohir yang mengurus komunikasi korporat Adaro, sampai mimpi buruk. Dalam mimpinya, semua anggota rombongan positif Covid-19.

Namun semua kegelisahan itu pada akhirnya berlalu. Kami semua lega setelah menerima hasil tes PCR pada 30 Maret sore. Semuanya negatif. Kami bisa pulang kembali ke Indonesia esok paginya. Tentu saja Ira, begitu panggilan Febrianti Nadira, merasa sangat lega.

Ira memang gesit. Semua urusan beres cepat. Bersama Karina, timnya. Bahkan, saat Wahyu Muryadi kelimpungan lantaran sakit gigi, Ira dengan bantuan Konjen RI di Los Angeles menemukan dokter gigi asal Indonesia. Operasi kecil gigi Om Why, begitu kami biasa menyapa mantan Pemred Tempo yang kini menjabat Komisaris Hutama Karya dan Stafsus Menteri KKP itu, beres. Om Why bisa berkelakar heboh kembali.

Singkat cerita, sampailah kami kembali di Jakarta pada Sabtu dini hari. Dengan selamat sentosa.

***

Tentu banyak sekali pelajaran dapat saya petik dari perjalanan “berdaging” ini. Terutama dari Pak Boy. Pengusaha yang “core” nya bergerak dalam bisnis batubara ini selalu kaya inspirasi. Kolom ini pun tak akan cukup untuk menceritakan semuanya.

Agenda utama kunjungan ke Los Angeles sebenarnya adalah peresmian Masjid At-Thohir. Selain itu, saya bersama rombongan juga berkunjung ke University of California at Los Angeles (UCLA). UCLA adalah universitas negeri nomor satu di Amerika saat ini.

Kami juga mengunjungi dealership mobil listrik Tesla, Lucid dan mobil berpenggerak fuelcell Toyota Mirae, yang menggunakan bahan bakar pemantik dari hidrogen. Tak ketinggalan, bersama teman-teman pemimpin media dari Jakarta, saya juga mengunjungi Rhonald Reagan Presidential Library.

Perpustakaan Reagen ini adalah tempat untuk mendokumentasikan kisah perjalanan Presiden Reagan selama memimpin Amerika. Termasuk di dalamnya ‘museum’ untuk pesawat kepresidenan Air Force One serta helikopter kepresidenan Marine-One. Anda tentu tahu, Presiden Reagen adalah seorang aktor yang berasal dari Los Angeles, dan pernah menjabat Gubernur California.

Peresmian Masjid At-Thohir sendiri berlangsung pada Minggu (27/3/2022), oleh Duta Besar Republik Indonesia Rosan Perkasa Roslani. Hadir pada peresmian itu Ketua Yayasan Indonesia Muslim Foundation di Los Angeles, Dwirana Satyavat serta Konsul Jendral RI di Los Angeles, Saud Krisnawan. Hadir pula ratusan masyarakat Indonesia di Los Angeles.

Masjid At-Thohir Los Angeles, Amerika Serikat (AS) yang dibangun keluarga Thohir. (Arif Budisusilo/Solopos)
Masjid At-Thohir Los Angeles, Amerika Serikat (AS) yang dibangun keluarga Thohir. (Arif Budisusilo/Solopos)

Di Los Angeles saat ini terdapat sekitar 30.000 pemukim asal Indonesia. Mereka sekolah, atau bekerja di kota itu. Direktur hotel tempat saya menginap serta sejumlah staf di hotel itu kebetulan pula berasal dari Indonesia.

Tak heran, keberadaan Masjid At-Thohir di kota itu akan menjadi oase bagi mereka. Bahkan bagi warga muslim dari berbagai negara. Boy sendiri bilang, masjid itu diharapkan bisa menjadi pusat aktivitas Islam damai di Los Angeles.

Masjid At-Thohir sebenarnya digagas sejak tahun 2015 saat mendiang Moh. Teddy Thohir, ayahanda Boy dan Erick Thohir (sekarang Menteri BUMN), masih sering berkunjung ke LA. Pak Teddy sering mengaku sulit menemukan tempat Salat Jumat di kota itu.

Setelah sang ayah wafat, Boy dan Erick merealisasikan keinginan untuk mendirikan masjid di Los Angeles, kota yang sudah dianggap menjadi “rumah kedua” bagi keluarga itu. Pada tahun 2018, Boy mendapatkan bekas gereja Samoa yang hendak dijual lalu disulap menjadi sebuah masjid.

Masjid ini menjadi saksi, komitmen Boy dan adiknya, Erick, untuk almarhum sang ayah. “Itu hanyalah sedikit bakti kita kepada beliau yang sudah membesarkan dan memberikan banyak contoh dan teladan bagi kita,” tutur Boy.

Uniknya, sebagai bangunan heritage, tampak luar masjid itu masih serupa gereja. Hanya tanpa lonceng dan salib di atasnya. Namun tampak dalam masjid itu sudah berubah total. Lengkap dengan kubah yang indah dari sisi dalam, rancangan arsitek muslim asal Pakistan.

Selain pertama di Los Angeles, Masjid At-Thohir menjadi masjid ke-6 di Amerika Serikat. Bahkan Dubes Rosan mengapresiasi keberadaan masjid tersebut. Terlebih diresmikan menjelang bulan puasa sehingga dapat menjadi pusat kegiatan komunitas muslim, tempat aktivitas persahabatan dan silaturahmi warga.

Rosan bahkan berharap komunitas muslim Indonesia di Los Angeles dapat menjadi contoh bahwa muslim Indonesia adalah rahmatan lil alamin, yang bermanfaat bagi masyarakat yang lain.

Masjid seluas 1.200 m2 itu, menurut Dwirana Satyavat, sudah difungsikan sebagai tempat belajar keislaman bagi warga muslim Indonesia di Los Angeles. Selain itu, sejumlah warga muslim dari Amerika Latin dan Asia Selatan seperti Bangladesh dan Pakistan juga memanfaatkan fasilitas masjid itu.

***

Setelah rangkaian kunjungan ke berbagai tempat, saya sengaja menggunakan kesempatan itu untuk ngobrol banyak dengan Boy Thohir. Saya bertanya kepada Boy, mengapa sampai jauh-jauh membangun masjid di Los Angeles?

Boy menyebutkan selain wujud bakti kepada orang tuanya, langkah itu juga wujud upayanya dalam membangun keseimbangan dalam hidupnya yang tidak semata-mata mengejar materi.

Prinsip Boy Thohir, hidup harus balance. Sang Ayah telah mengajarkan bahwa kebutuhan manusia bersifat material dan spiritual. Kalau cuma mengejar materi, tidak di-guide dengan spiritualitas dan akhlak yang bagus, buat apa? “Toh nanti kalau sudah enggak ada, yang dibawa nama baik, reputasi dan apa yang kita tinggalkan, anak-anak. Dan apa yang bisa dikontribusikan ke negara kita,” tutur Boy tenang.

Dan prinsip keseimbangan tersebut terlihat bukan hanya soal kehidupan spiritual. Bukan cuma soal dunia dan akhirat. Melainkan juga dalam bisnis dan politik. Karena itulah, keluarga Thohir juga concern terhadap politik negara. Agar menjadi negara yang maju. Karena dia yakin, tidak ada perusahaan bisa hebat apabila negaranya miskin, apalagi terpecah-belah.

Sekadar contoh Yugoslavia, Afghanistan, dan sejumlah negara yang terpecah di sebagian Timur Tengah. Tak ada perusahaan maju dari negara-negara tersebut. Contoh sebaliknya adalah China. Boy menyebut 30 tahun silam tidak ada satupun perusahaan China yang masuk Fortune 500. “Sekarang kita bisa lihat bahwa dari 500 [perusahaan terbesar di dunia] itu mungkin hampir 150 berasal dari Tiongkok,” paparnya seraya menekankan kemajuan ekonomi China.

Grup Adaro membangun kawasan industri hijau di Kalimantan
Presiden Direktur Adaro Group, Garibaldi Thohir, berpose di samping mobil listrik Toyota Mirae Fuelcell yang berbasis green energy dengan bahan bakar hybrid dari Hidrogen (H2), di Los Angeles, Senin (28/3) waktu setempat atau Selasa pagi waktu Indonesia. (Solopos.com-Arif Budisusilo)

Itulah logika berpikir Boy dan keluarga Thohir. “Kita kan terlahir dari keluarga pengusaha. Tapi sekali lagi tadi saya bilang, kalaupun kita terlibat politik, politik kita adalah politik negara. Politik NKRI, politik merah putih,” tegasnya.

Dalam konteks itulah, visinya dalam politik negara, ingin agar negara Indonesia menjadi negara besar, negara maju, negara yang berkembang maju, “sehingga perusahaan kami makin besar.” Bagi Boy, bila negaranya maju, pasti banyak perusahaan yang maju. “Kalau negara maju GNP jadi 10.000 [dolar per kapita], mau jualan apa saja laku. Kalau GNP masih 1.000, mau jualan apa saja susah. Gitu lho,” tutur Boy.

Karenanya, bila pengusaha berkontribusi dulu ke negara, tujuannya agar negaranya maju, tidak terpecah belah, dan solid. “Negara number one. Begitu negaranya maju, rakyatnya kaya, perusahaanya otomatis maju. Karena barang-barang yang kita jual pasti dapat terserap oleh pasar karena daya belinya ada. Kalau daya belinya tidak ada kita mau jual apa? As simple as that,” kata Boy menekankan.

Dalam konteks itulah Boy merasa punya kepentingan dengan politik negara agar negaranya maju, dan penduduknya pintar-pintar. “Karena kalau negaranya tidak maju, perusahaan kami tidak bisa berkembang,” katanya terus terang.

Dan ia pun optimis para pemimpin negara di Indonesia punya visi serupa, termasuk Presiden Jokowi. Sembari mengingatkan tagline yang ditulis di Ronald Reagan Presidential Library, Boy menunjukkan bahwa para pemimpin Amerika sepakat bahwa “the country come first“. Kepentingan negara ditaruh duluan. Hal itu pula yang diyakininya, bahwa para pemimpin Indonesia juga mengutamakan kepentingan negara.



Karena itu, peran pengusaha dalam politik nergara yang diyakininya, adalah bertekad bersama-sama, berkontribusi dalam meningkatkan taraf ekonomi dan pendidikan masyarakat Indonesia. Indonesia harus terus melakukan investasi besar-besaran di bidang pendidikan, mengingat sumber disintegrasi bangsa terutama berasal dari kebodohan dan kemiskinan.

Dia melihat, Presiden Jokowi sudah memulai reformasi dunia pendidikan, dengan menempatkan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan. Terobosan luar biasa itu, kata Boy, perlu ada kelanjutan. “Perlu ada kesinambungan karena memerangi kebodohan itu tak bisa hanya lima tahun, tak bisa hanya 10 tahun. Harus long term,” tuturnya.

Itulah mengapa, Boy merasa perlu mengajak rombongan mengunjungi UCLA, universitas terbaik Amerika yang sudah berusia 120 tahun. Dia berharap, ke depan ada kesinambungan transformasi pendidikan, sehingga talenta dan human capital Indonesia bisa bersaing dengan talenta dari negara lain.

Dan tentu saja, saya sependapat.

Alhasil, dari obrolan panjang di selasar Cabazon Outlets, premium outlet yang berjarak tempuh tak sampai 2 jam dari pusat kota Los Angeles itu, saya dan Pak Boy Thohir banyak bertukar pikiran tentang masa depan Indonesia.

Seperti halnya Boy Thohir, saya juga sangat optimis bahwa Indonesia akan menjadi negara maju. Terlebih apabila banyak pengusaha dengan spirit yang serupa, seperti keluarga Thohir.

Apalagi kita memiliki banyak “modal”. Begitu pandemi Covid-19 teratasi, Boy mengilustrasikan ekonomi Amerika melesat naik karena kekuatan domestiknya. Begitu pula Indonesia. Kita juga memiliki kekuatan ekonomi domestik yang sangat besar. Maka, setelah pandemi teratasi, dengan dukungan ekonomi domestik yang besar, pemulihannya akan berlangsung cepat.

Ditambah lagi dengan strategi industri melalui hilirisasi, didukung ekonomi hijau, serta sumberdaya manusia dan human capital yang unggul, insya Allah Indonesia bisa menggapai cita-cita menjadi kekuatan ekonomi kelima terbesar di dunia pada tahun 2045 mendatang.

Itulah harapan Boy Thohir. Saya kira juga menjadi harapan kita semua, yang cinta dengan Indonesia. “Dan insya Allah umur panjang, kita berdua Mas Arif, bisa menyaksikan masa keemasan Indonesia di 2045 mendatang. Saya yakin dan saya optimis, Indonesia akan menjadi negara maju dan sejahtera,” kata Boy Thohir menutup ceritanya. Nah, bagaimana menurut Anda? (Selesai)







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya