SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Pandangan Islam terkait sikap kosmologis atau pandangan tentang cara melihat alam sangat menarik. Al-Qur’an menyatakan dengan tegas bahwa alam ini benar, “Allah menciptakan langit dan bumi dengan sebenarnya,” (QS. Al-Ankabut/29: 44).

Jelas ini merupakan suatu deklarasi yang sangat positif tentang alam. Bahkan ketika dinyatakan dalam bentuk negatif pun, substansinya tetap positif, seperti dapat dibaca dalam firman Allah, mengenai alam yang tidak diciptakan “secara main-main” (QS. Ar-Rum/21: 16), tidak pula “secara sia-sia,” (QS. Shad/38:27).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pandangan Al-Qur’an ini berbeda dengan pandangan agama dan peradaban lain yang melihat alam ini dianggap bersifat semu, sehingga pengalaman hidup pun dianggap serbasemu.

Pandangan kosmologi seperti ini menghasilkan satu doktrin bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh dengan “lari” dari dunia ini. Maka lalu ada doktrin tentang bertapa, yang dalam bahasa Arab disebut rahbaniyah, suatu sikap hidup yang dilarang dalam agama Islam.

Pandangan Islam mengenai dunia ini adalah bahwa manusia dintuntut untuk terlibat secara aktif membentuk kehidupan yang beradab dan bukan lari dari dunia. Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan, yang diciptakan-Nya dalam sebaik-baik kejadian.

Manusia berkedudukan lebih tinggi daripada ciptaan Tuhan mana pun di seluruh alam. Oleh karena itu, manusia harus menjaga harkat dan martabatnya itu, dengan tidak bersikap menempatkan alam atau gejala alam lebih tinggi daripada dirinya sendiri.

Alam diciptakan dengan penuh keserasian berdasarkan ketetapan Allah (sunnatullah). Pandangan menggiring pada suatu asumsi dasar bahwa alam ini penuh dengan hikmah atau makna. Persis seperti yang dinyatakan Al-Qur’an, “…Tak akan kaulihat dalam ciptaan [Allah] Yang Maha Pemurah yang tak seimbang; balikkanlah pandanganmu sekali lagi, tampak olehmu ada yang cacat?” (QS. Al-Mulk/67: 3).

Keserasian dan keharmonisan alam ini memang merupakan cermin dari Penciptanya sendiri. Dalam Al-Qur’an banyak sekali perintah agar manusia mempelajari alam ini. Adapun kegunaannya yang paling tinggi ialah menyadari adanya Tuhan, dan mengakui keagungan-Nya.

Di sinilah ada peranan akal manusia menjadi sangat penting karena akal inilah yang akan menjadi taruhan manusia untuk bisa memahami alam. Itu sebabnya Al-Qur’an memerintahkan manusia supaya berpikir dan memahami alam ini.

Dengan memperhatikan alam itu, terutama gejala spesifiknya, manusia dapat menemukan patokan dalam usaha memanfaatkannya sebagai dasar kesejahteraan material, melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan prinsip itu, manusia dapat mengemban tugas membangun dunia ini dan memeliharanya sesuai dengan hukum-hukumnya yang berlaku dalam keseluruhannya secara utuh (tidak hanya dalam bagiannya secara parsial semata), demi usaha mencapai kualitas hidup yang lebih tinggi. Di sinilah letak relevansi keimanan untuk wawasan lingkungan, atau environmentalism.

Di atas segala-galanya, manusia juga harus senantiasa berusaha menjaga konsistensi dan keutuhan orientasi hidupnya yang luhur (menuju perkenan Tuhan), dengan senantiasa memelihara hubungan dengan Tuhan, dan dengan perbuatan baik kepada sesama manusia.

Perbuatan baik kepada sesama manusia yang dilakukan dengan konsisten, tujuan luhurnya adalah menuju rida-Nya, bukan semata-semata dengan mengikuti dan menjalankan segi-segi formal lahiriah ajaran agama, seperti ritus keagamaan.

 

Mutohharun Jinan

Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya