SOLOPOS.COM - Pengasuh Ponpes Al Multazam, K.H. Khamami (kanan), menunjukkan lontar Alquran berusia 200 tahun di Ponpes Al Multazam, Pudakpayung, Kota Semarang, Sabtu (11/6/2016). (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Cagar budaya berupa lontar Alquran yang tersimpan di Ponpes Al Multazam Semarang diperkirakan telah berusia 200 tahun.

Semarangpos.com, SEMARANG – Peninggalan para penyebar agama Islam di Pulau Jawa selalu saja menarik perhatian umat, utamanya pada bulan Ramadan seperti sekarang. Tak terkecuali benda cagar budaya berupa lontar Alquran di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Multazam, Pudakpayung, Kota Semarang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lontar itu konon merupakan peninggalan Sayyid Abdurrahman, yang oleh pendukung budayanya dianggap setara wali. Usia Alquran yang dituliskan di rontal atau daun pohon tal peninggalan ulama asal Pulau Madura itu ditaksir sudah lebih dari 200 tahun.

Ayat-ayat suci Alquran yang terdiri atas 30 jus itu diukir lengkap pada puluhan keropak atau rangkaian lembar-lembar rontal kering. Karena penyimpanan yang baik, aroma lontar itu harum semerbak meskipun berusia lebih dari 200 tahun.

Menurut pengasuh Ponpes Al Multazam, K.H. Khamami, ayat-ayat suci Alquran di lontar yang disimpan di ruang perpustakan ponpes setempat tersebut rutin dibaca oleh santrinya secara bergantian. Pada bulan Ramadan 2016, pembacaan ayat-ayat suci Alquran itu menjadi penyemangat mereka dalam menjalankan ibadah puasa.

“Sambil menunggu beduk Maghrib, para santri bersama saya rutin mengaji agar dapat menghayati makna ayat suci yang terkandung di dalamnya,” ujar Khamami saat disambangi wartawan di Ponpes Al Multazam, Sabtu (11/6/2016).

Khamami menceritakan pembuat Alquran daun lontar itu, Sayyid Abdurrahman, dikenal sebagai alim ulama yang memiliki ilmu agama sepadan dengan Walisongo. Sebelumnya, Alquran itu diwariskan kepada keturunan Sayyid Abdurrahman secara turun temuran.

Museum
Setelah Sayyid Abdurrahman wafat, kitab suci itu diturunkan kepada sang anak, K.H. Tuju Langker lalu secara turun-temurun diberikan kepada K.H. Aziz Tapa, K.H. Tuju Panaungan, hingga K.H. Bunyamin Maimunah. Setelah K.H. Bunyamin Maimunah wafat 2014 lalu, lontar Alquran itu pun diberikan oleh salah seorang wali murid santri itu untuk disimpan di perpustakaan pesantren.

Menurut Khamami, Alquran warisan Sayyid Abdurrahman ini nantinya akan disimpan dalam galeri atau museum yang bakal dibuka di Ponpes Al Multazam pada 17 Ramadan, bersamaan dengan momentum turunnya Alquran kepada Nabi Muhammad atau dikenal sebagai Nuzulul Quran.

“Kami ingin melestarikan benda-benda peninggalan waliyullah yang telah memperjuangkan agama Islam pada zaman dahulu sehingga pada masa mendatang anak-anak muda bisa mempelajari kehebatan kharamah para wali,” beber Khamami.

Salah seorang santriwati Ponpes Al Multazam, Dian Citra, mengaku gembira dengan keberadaan Alquran daun lontar itu di pondok pesantrennya. Ia pun menyempatkan diri membaca satu demi satu ayat di Alquran itu.

“Saya baru tahu ada Alquran seperti ini, karena biasanya dibuat dari kertas atau kulit kambing. Kalau ditulis pada daun lontar merupakan [benda] sangat langka dan perlu dilestarikan,” tutur Dian terkait benda cagar budaya itu.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya