SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO – Kota Solo merupakan salah satu surganya kuliner di Indonesia. Belum lengkap rasanya jika berkunjung ke Solo tanpa mencicipi berbagai makanan khasnya. Salah satu makanan khas Solo yang mulai langka adalah cabuk rambak. Tahukah Anda bagaimana rasa cabuk rambak?

Sebagai kota yang masih mempertahankan adat dan budaya tradisional Jawa, Kota Solo tetap melestarikan kuliner khas seperti cabuk rambak. Cabuk rambak umumnya dijual oleh pedagang nasi liwet. Porsinya yang kecil dan tidak terlalu mengenyangkan membuat cabuk rambak cocok disantap saat sarapan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dikutip dari laman Dinas Pariwisata Solo, Kamis (25/7/2019), seporsi cabuk rambak berisi irisan ketupat yang diiris tipis dan disiram saus berwarna cokelat pucat. Saus ini terbuat dari wijen yang dicampur kemiri dan kelapa parut sangrai. Sebagai pelengkap, cabuk rambak disajikan dengan karak atau kerupuk dari nasi.

Rasa saus cabuk rambak cenderung gurih. Selain rasa saus yang khas, penyajian cabuk rambak juga cukup unik. Biasanya, cabuk rambak disajikan dalam pincuk yang dilengkapi lidi atau tusuk gigi sebagai pengganti sendok.

Cabuk rambak menjadi salah satu makanan tradisional yang dijual dengan harga terjangkau. Seporsi cabuk rambak biasanya dijual dengan harga kurang dari Rp10.000. Sayangnya, kuliner Solo yang satu ini mulai sulit ditemukan.

Pedagang cabuk rambak biasanya berjualan berkeliling kampung. Pedagang cabuk rambak yang mangkal biasanya ditemukan di beberapa lokasi tertentu, seperti Pasar Gede, Stadion Manahan, atau area car free day (CFD) di Jl. Slamet Riyadi Solo.

Kenapa makanan ini diberi nama cabuk rambak? Dihimpun dari berbagai sumber, cabuk berarti saus yang terbuat dari wijen dan kelapa sangrai. Cabuk dibumbui dengan daun jeruk purut, bawang putih, kemiri, kencur, lada bubuk, gula, serta garam. Bahan saus yang sudah ditumbuk itu diberi air sedikit demi sedikit ketika hendak disajikan.

Dulu, cabuk dibuat dari ampas wijen yang telah diambil minyaknya. Namun, cabuk yang dipakai saat ini adalah wijen utuh tanpa diambil minyaknya. Sebab, sulit mencari ampas wijen karena susah mencari pembuat minyak wijen secara tradisional. Sementara rambak mengacu pada penggunaan karak sebagai pelengkap cabuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya