SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA – Puisi Neno Warisman di acara malam Munajat 212, Kamis (21/2/2019) malam WIB, menjadi kontroversi. Puisi yang dibacakan di Kawasan Monas, Jakarta Pusat, itu menuai banyak tanggapan termasuk dari pemuka agama asal Cirebon, Buya Yahya.

“Jangan, jangan Engkau tinggalkan kami, dan menangkan kami. Karena jika Engkau tidak menangkan, kami khawatir ya Allah, kami khawatir ya Allah, tak ada lagi yang menyembah-Mu,” demikian penggalan puisi Neno Warisman yang menuai polemik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Terkait puisi ini, Buya Yahya Zainul Ma’arif, turut membahas. Tanggapan Buya Yahya ini muncul lantaran ada salah seorang jemaah pengajiannya yang bertanya.

Ekspedisi Mudik 2024

Dalam pernyataannya, Buya Yahya menilai, kalimat yang dipersoalkan itu bukan mengancam Allah. Sebab, Nabi Muhammad juga pernah berdoa seperti itu saat Perang Badar 17 Ramadhan 2 Hijriah. Hal ini tercantum dalam Hadits Riwayat Muslim 3/1384 hadits nomor 1763.

“Tentang kalimat itu, “jika Engkau tidak memenangkan kami, maka kami khawatir tidak ada yang menyembahMu di muka bumi. Jawabannya adalah, bukan mengancam Allah. Kalau mengancam Allah begini, “ya Allah, kalau Engkau tidak memenangkan kami, kami tidak akan menyembahMu. Itu kurang ajar. Akan tetapi dia mengatakan, “ya Allah jika Engkau tidak memenangkan kami, maka kami takut tidak ada yang menyembahMu. Kalimat ini bukan kalimat ancaman, bukan mengancam Allah. Akan tetapi ini rasa khawatir. Kalimat ini siapa yang pertama mengucapkan? Ini yang pertama mengucapkan adalah Baginda Nabi Besar Muhammad waktu di Perang Badar,” ujar Buya Yahya dalam pernyataanya yang dirilis di akun Youtube Al-Bahjah TV.

Buya menjelaskan, saat Perang Badar, pasukan Nabi Muhammad hanya sekitar 300 orang melawan pasukan kafir Quraisy seribu lebih. Perang yang tidak seimbang secara jumlah. Di saat itulah, Nabi meminta kepada Allah untuk mengabulkan janjiNya.

“Nabi mengadu ke Allah, ya Allah penuhi janjiMu. Nabi serius berjuang di jalan Allah, maka sesuai janji Allah, Allah akan menolongnya. Maka Nabi tagih janji Allah. Ini bukan berarti mengancam Allah. Akan tetapi rasa kekhawatiran Nabi, karena Nabi ingin setiap pojok rumah ada orang sujud, setiap sejengkal tanah ada orang sujud. Karena kalau orang Islam kalah, kemudian orang kafir tidak ada yang sujud. Akhirnya bumi ini tempat bermaksiat semuanya,” ujar Buya.

Buya menegaskan, penjelasannya ini hanya untuk menerangkan makna kalimat yang menjadi poleik di tengah masyarakat. Dia tidak ingin penjelasannya ini diasumsikan mendukung atau membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lainnya.

“Ini zamannya zaman fitnah. Dipotong begini, dipikir nanti kita memusuhi ini atau mendukung ini. Kita bicara tentang ilmiah permasalahan. Terlepas siapa yang ngomong. Bapakku, anakku, keponakanku, sama.”

“Kami hanya mengomentari kalimat ini. Itu bukan menantang Allah,” pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah ini menekankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya