SOLOPOS.COM - Ilustrasi gudang beras milik Bulog.(JIBI/Solopos/Antara/Basri Marzuki)

Bulog Jogja berusaha menstabilkan harga beras dan gula.

Bulog Jogja — Titik perhatian Perum Bulog Divre DIY saat ini selain menstabilkan harga gula pasir, juga fokus pada harga beras. Bulog ingin harga beras di pasaran berada di bawah Rp8.000 per kilogram (kg).

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Berdasarkan pantauan Harianjogja.com di beberapa pusat penjualan beras, harga beras paling murah dijual sekitar Rp8.500. Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY pada Senin (26/7/2016) kemarin pun, rata-rata harga beras jenis IR 1 sekitar Rp10.000 per kg dan IR II Rp9.433 per kg.

“Beras kita targetkan di bawah Rp8.000,” kata Kepala Perum Bulog Divre Diy, Miftahul Adha belum lama ini.

Beberapa cara yang ingin dilakukan seperti dengan operasi pasar langsung maupun melewati jaringan usaha seperti Rumah Pangan Kita (RPK). Selain itu Bulog juga ingin menggelar pasar murah dan kerja sama dengan pedagang pengecer sehingga mereka bisa menjual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Bulog.

Menanggapi keinginan tersebut, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Agro Jogotirto Mandiri Berbah, Sleman, Mariyadi melihat keinginan tersebut sulit terpenuhi. Pasalnya, harga beras di tingkat petani sudah tinggi.

“Saya saja beli dari petani sudah Rp8.300,” kata mariyadi dihubungi Harianjogja.com, Selasa (27/9/2016).

Saat ini ia tak memungkiri jika harga beras di pasar di atas Rp9.000. Jika pemerintah ingin harga di bawah Rp8.000, berarti harga jual dari petani juga harus diturunkan. Artinya, nasib petani semakin tertindas dan petani semakin buntung. Ia menghitung, harga jual ideal di tingkat petani dengan lahan sewa adalah Rp8.200 per kg. Besaran harga ini sudah memperhitungkan biaya produksi, biaya sewa, dan keuntungan, sehingga jika harga di tingkat pasar ingin di bawah Rp8.000, petani semakin merugi.

Menurut Mariyadi, harga beras di bawah Rp8.000 bisa saja terwujud jika pemerintah mau memberikan subsidi pada petani.

“Bukan subsidi pupuk atau bibit karena tidak efektif, kontrol pemerintah kurang. Akan lebih tepat sasaran kalau subsidi di harganya,” tuturnya.

Berdasarkan pengalaman selama ini, menurut dia subsidi pertanian dalam bentuk pupuk dan bibit tidak menghasilkan panenan yang maksimal. Subsidi pupuk justru banyak diterima para pengusaha besar. Sementara subsidi bibit, tingkat pertumbuhannya tidak maksimal atau bahkan hanya sekitar 40% sehingga tidak jarang petani harus menanam dua kali untuk mengejar target panenan.

“Kalau subsidi di harga kan jelas. Misal ingin mengambil subsidi Rp1.000 untuk harga, ya sudah harga bisa ditetapkan sesuai HPP [Harga Pembelian Pemerintah]  tetapi yang Rp1.000 diberikan tunai pada petani melalui kelompok tani. Kalau seperti itu harga bisa stabil,” tegasnya. Perlu diketahui, HPP beras saat ini adalah Rp7.300 per kg.

Menurutnya, dalam menentukan harga beras, pemerintah perlu mempertimbangkan nasib petani dengan mempertimbangkan biaya produksi yang mereka keluarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya