SOLOPOS.COM - Pedagang mengangkat minyak goreng curah yang dibelinya saat operasi pasar di kawasan Pasar Dungus, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Jumat (20/5/2022). Dalam operasi pasar tersebut, Pemkab Madiun menyediakan 6.000 kilogram minyak goreng curah yang dijual kepada pedagang dan warga dengan harga Rp14.500 per kilogram untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengatasi kelangkaan minyak goreng. ANTARA FOTO/Siswowidodo/nym.

Solopos.com, JAKARTA — Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dilibatkan dalam pendistribusian minyak goreng curah ke pasar dinilai tidak serta merta memastikan harga komoditas tersebut turun.

Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, keterlibatan Bulog dalam proses penyaluran minyak goreng curah masih memiliki titik kritis, terutama di mekanisme distribusi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kalau pun Bulog dilibatkan untuk distribusi, mekanisme distribusi masih menjadi titik kritis. Belajar dari pengalaman bansos, Ketidakakuratan data merupakan titik kritis bagi distribusi melalui Bulog,” kata Faisal ketika dihubungi, Minggu (22/5/2022).

Dia menambahkan, ketidakakuratan tersebut berisiko menimbulkan terjadinya salah sasaran selama proses distribusi.

Kemudian, lanjut Faisal, diperlukan juga adanya biaya transportasi dalam proses distribusi minyak goreng curah tersebut untuk memastikan komoditas tersebut sampai dengan harga sesuai HET, yakni Rp14.000 per liter.

Baca Juga: Ini Perbandingan Harga Minyak Goreng di Indonesia dengan Negara Lain

Terkait dengan biaya transportasi proses distribusi, Faisal mengatakan pemerintah bisa mengalokasikan anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Semestinya penganggarannya ada. Sebab, dana BPDPKS yang diperoleh dari pungutan ekspor jumlahnya triliunan rupiah. Jadi, bukan dari APBN,” ujarnya. Dana BPDPKS, sambungnya, dialokasikan untuk berbagai macam kepentingan, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan pemerataan distribusi minyak goreng.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum akan melakukan perubahan strategi terkait dengan formulasi distribusi minyak goreng sawit curah, agar harga produk bisa mendekati harga eceran tertinggi (HET) senilai Rp14.000 per liter.

Baca Juga: Ekspor CPO Dibuka Lagi, Harga Minyak Goreng Sudah Turun?

Direktur Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin Emil Satria mengatakan pengawasan terhadap produksi dan distribusi masih akan dilakukan mengacu kepada Permenperin No. 12/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, Dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Strateginya masih mengacu kepada Permenperin No. 12/2022,” kata Emil ketika dihubungi Bisnis pada Minggu (22/5/2022).

Mengacu kepada beleid tersebut, menurutnya, Kemenperin menugaskan pelaku usaha minyak goreng kelapa sawit untuk mengisi jalur-jalur distribusi sehingga harganya bisa sesuai dengan HET.

Baca Juga: Alhamdulillah, Saat Ini Harga Minyak Goreng di Jogja Mulai Turun

Selain itu, lanjut Emil, Kemeperin juga masih menunggu aturan baru Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal pemberlakuan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Beleid tersebut rencananya akan diterbitkan pada Senin (23/5/2022) sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.

“[Aturan tersebut] akan meminta perusahaan mengutamakan pasar dalam negeri,” jelasnya.

Sebelumnya, kementerian teknis didesak mencari formulasi yang tepat agar distribusi minyak goreng sawit curah bisa berjalan sehingga harga bisa mendekati HET sebesar Rp14.000 per liter.

Terkait dengan hal itu, keterlibatan langsung pemangku kepentingan di industri kelapa sawit dinilai tetap diperlukan demi memastikan upaya tersebut bisa berjalan sesuai dengan tujuan.

Baca Juga: Keran Ekspor CPO Dibuka, Harga Minyak Goreng Kemasan dan Curah Turun?

Sayangnya, keputusan yang diambil pemerintah terkait dengan rencana penerapan kembali domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) dianggap tidak melibatkan seluruh stakeholder dalam menjaga harga.

“Bila pemerintah menetapkan pola DMO/DPO untuk dijadikan persyaratan/basis ekspor, artinya bisnis sawit nasional tidak melibatkan semua stakeholder sawit untuk mencapai harga jual Rp14.000/liter di pasar,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga kepada Bisnis, Minggu (22/5/2022).

Padahal, sambung Sahat, regulasi yang dibuat pemerintah selama 5 bulan terakhir, yakni periode Januari – Mei dalam rangka mengontrol harga minyak goreng sebenarnya sudah cukup baik.

Terkait dengan hal itu DMO dan DPO, pemerintah berupaya menjaga jumlah DMO sebesar 10 juta ton minyak goreng dengan perincian sebesar 8 juta ton minyak goreng dan 2 juta ton sebagai stok atau cadangan minyak goreng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya