SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Bulan Safar sebentar lagi berakhir. Berdasarkan hasil rukyatul hilal (pemantauan bulan) Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), awal Safar 1443 H jatuh pada Kamis (9/9/2021).

Artinya tinggal sepekan lagi umat Islam memasuki bulan baru yakni Rabiul Awal atau bulannya Rasulullah. Nabi Muhammad SAW lahir pada 12 Rabiul Awal pada tahun Gajah.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Safar yang tinggal beberapa waktu lagi harusnya dimanfaatkan, diisi dengan banyak ibadah dan amal baik. Bulan ini disebut dengan nama Safar karena dinisbatkan pada budaya atau kebiasaan masyarakat Arab zaman dahulu yang pergi dari rumah mereka sehingga terjadi kekosongan. Safar dalam bahasa diartikan kosong.

Banyak opini tentang bulan Safar. Pada zaman jahiliyah, berkembang anggapan bahwa Safar adalah bulan sial atau dikenal dengan istilah tasyâ-um. Artinya bulan yang tidak memiliki kehendak apa-apa. Orang-orang meyakini hal tersebut sehingga ada ketakutan bagi mereka untuk melakukan hal-hal tertentu. Ceritanya menjalar hingga masa sekarang. Beberapa kegiatan kemudian dilarang, salah satunya pernikahan.

Safar juga dianggap banyak wabah penyakit dan kesialan. Namun itu dibantah sejumlah ulama. Pesimistis dan kesialan tentang Safar harus dihilangkan. Jika tidak, justru pemikiran itu yang mendatangkan pintu bala’ atau kesialan. Sebuah hadis qudsi menuliskan Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Maka semestinya kita harus selalu berprasangka baik, dalam kondisi apa pun.

Daripada memercayai bulan Safar, akan lebih baik meyakininya sebagai hari keberkahan. Dilansir dari portal resmi Nahdlatul Ulama (NU), nu.or.id, catatan sejarah menyebutkan banyak kejadian penting terjadi justru pada bulan ini. Dikutip dari Mandzumah Syarh al-Atsar fî mâ Warada ‘an Syahri Safar (hal 9), Habib Abu Bakar al-‘Adni, menyebut Rasulullah melakukan sejumlah tradisi baik untuk menggugurkan anggapan negatif Safar.

Di antaranya menikahkan Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Rasulullah melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah. Perang pertama Islam yakni Perang Abwa, juga dilakukan pada bulan ini. Artinya, Rasulullah membantah keyakinan masyarakat jahiliyah bukan hanya dengan argumentasi tapi juga pembuktian bagi diri beliau sendiri. Dengan melaksanakan hal-hal sakral dan penting tersebut, Nabi seolah berpesan bahwa bulan Safar tidak berbeda dengan waktu lain.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah pernah bersabda bahwa tidak ada ‘adwa, thiyarah, hamah, safar, dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa (HR Bukhari dan Muslim). Alif Budi Luhur melalui portal NU Jatim menyebutkan ‘adwa merupakan keyakinan wabah penyakit yang menular tanpa proses sebelumnya dan tanpa izin Allah. Thiyarah merupakan keyakinan tentang nasib baik dan buruk setelah melihat burung atau pertanda lain. Semuanya tak beda jauh dengan Safar yang diyakini sebagai waktu khusus bisa mendatangkan malapetaka.

Akal Sehat

Alif menuliskan Islam tidak mengenal hari, bulan, atau tahun sial. Sebagaimana seluruh keberadaan di alam raya ini, semuanya adalah makhluk Allah. Umat Islam wajib berkeyakinan bahwa pengaruh baik maupun buruk tidak ada tanpa seizin Allah SWT. Begitu juga dengan bulan Safar, ia adalah bagian dari dua belas bulan dalam satu tahun Hijriah.

Islam merupakan agama yang sangat menghargai fungsi akal sehat. Karena itu, tiap pekerjaan amat dianjurkan melalui satu perencanaan yang matang dan ikhtiar maksimal. Selebihnya adalah doa dan kepasrahan total kepada Allah. Ikhtiar ini yang mendekatkan kita pada rida Allah.

Selanjutnya, Alif menegaskan keberuntungan sejati adalah ketika seorang hamba mengisi waktunya, untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, kerugian terjadi saat seseorang menyia-nyiakan waktu. Safar sebentar lagi berakhir, saatnya menghilangkan prasangka buruk, diganti dengan prasangka baik.
“Tidak ada bulan sial atau tidak, yang ada adalah apakah perbuatan kita membawa maslahat atau tidak, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Inilah momentum baik untuk lebih menghargai waktu, dengan membangun optimisme dan gairah menghamba kepada Allah setulus-tulusnya,” tulisnya lagi.

Penceramah yang mengajar sebagai guru Agama Islam di SD Muhammadiyah 24 Solo, Sri Mulyana, mengatakan kekosongan di bulan Safar bukan karena adanya isu kesialan. Melainkan kala itu orang-orang Arab meninggalkan rumah setelah berperang. Keyakinan sial pada saat Safar sangat tidak berdasar.

Musibah yang terjadi pada manusia, kata Mulyana, tak lepas dari perbuatan kita sendiri. Musibah merupakan cara Allah mengingatkan kita agar selalu bertakwa. Harapannya agar bermuhasabah, berdoa, lalu bertaubat. Ada satu hal yang harus diyakini bahwa Allah akan mengangkat derajat manusia dan selalu mengampuni dosa hamba-Nya.

Mulyana menyebutkan dua kunci utama yang harus dipegang umat Islam ketika terkena musibah. Yakni menjadikan salat dan sabar sebagai penolong. Oleh karena itu kita diminta untuk meningkatkan ketakwaan pada Allah SWT. Dengan begitu tidak akan mudah khawatir dan merasa waswas akan musibah.

Kalaupun mendapat musibah, hatinya selalu tenang karena yakin semua datangnya dari Allah. “Orang beriman dalam tiap keadaan selalu kebaikan yang didapat. Selalu prasangka baik sama Allah. Karena Allah selalu memberikan kasih sayangnya. Coba kita ingat, ketika banyak maksiat, Allah selalu lebih banyak memaafkan daripada memberi hukuman,” kata Mulyana.

“Mari kita terus tawakal kepada Allah, istighfar, dan banyak doa. Karena kebaikan sekalipun enggak lepas dari pertolongan Allah.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya