SOLOPOS.COM - Pertemuan Jokowi-Prabowo di Istana Bogor, Kamis (29/1/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Pertemuan Prabowo-SBY diyakini bukan langsung membuat komintmen untuk Pilpres 2019.

Solopos.com, JAKARTA — Pertemuan Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah dikait-kaitkan dengan wacana koalisi Gerindra dan Demokrat untuk mengusung Prabowo-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Namun, kesimpulan itu dinilai terlalu prematur karena Pilpres 2019 masih terlalu jauh.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pengamat politik dari Universitas Mercu Buana, Heri Budianto, menyebut anggapan itu terlalu prematur. Menurutnya, keputusan memilih partner koalisi saat ini terlalu berisiko bagi partai manapun.

“Itu terlalu prematur, masih jauh. Kita lihat pengalaman pilpres langsung, meskipun disiapkan jauh-jauh hari [tidak selalu jadi], apalagi ini [pilpres masih] 2 tahun. Ini terlalu [berisiko] berdampak negatif,” kata Heri dalam wawancara di Kompas Malam Kompas TV, Kamis (27/7/2017) malam.

Menurut Heri, kepentingan pertemuan ini lebih pada momentum SBY dan Prabowo untuk membangun komunikasi politik. Hal ini tak lepas dari situasi politik nasional yang masih dipengaruhi tiga tokoh besar.

“Memang ini ditunggu publik, dan mereka sangat sulit bertemu. Mereka 2013 jelang 2014, Prabowo saat itu berharap Demokrat mendukung prabowo, apalagi ada Pak Hatta di PAN. Kemudian 2017 ketika Pilkada DKI. Saya melihat pertemuan ini dimanfaatkan Prabowo dan SBY,” kata dia.

Dalam hal ini, Gerindra yang jelas menjadi oposisi sejak 2014 bertemu Demokrat yang selama ini masih sebagai kekuatan penyeimbang. Saat ini terdapat dua momentum besar yang membuat peta politik di DPR berpotensi berubah, yaitu tentang Perppu Ormas dan pembahasan presidential treshold di UU Pemilu. Dalam polemik UU Pemilu, PAN dan Demokrat ikut menolak presidential treshold 20% bersama Gerindra dan PKS.

“Momentum ini yang coba diambil Prabowo dan SBY untuk membuat komunikasi pplitik. Ini sangat penting bagi kita karena mereka menentukan politik. [dari] Partai yang digalang pendukiung pemerintah, ada PAN yang berbeda. Ini sudah mulai terlihat sikap partai-partai dari hari ini ke depan.”

Karena itu, anggapan bahwa Gerindra dan Demokrat berkoalisi mengusung calon bersama masih terlalu jauh. PAN dan Demokrat menjadi kekuatan baru yang bisa diajak berkomunikasi oleh kubu di luar pemerintahan yang selama ini hanya diisi Gerindra dan PKS. Namun, kekuatan keempat parpol ini dinilai masih sangat cair.

“Ini bukan hanya Pilpres 2019, tapi ada Pilkada 2018, dan kebijakan pemerintah mungkin akan terus dikritisi. Kalau selama ini cuma Gerindra dan PKS, sekarang ada kekuatan baru. Mungkin ada agenda lain, misal Gerindra menarik anggota dari Pansus KPK, PAN juga siap angkat kaki.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya