SOLOPOS.COM - Webinar yang digelar Solopos Media Group (SMG) dalam rangka Hari Kemerdekaan Indonesia, dengan tema Optimisme Mencapai Swasembada Pangan, yang disiarkan di Youtube Espos Live, Rabu (24/8/2022).(Tangkapan Layar Youtube)

Solopos.com, SOLO — Indonesia disebut memiliki potensi besar untuk menghasilkan produk pangan, dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Bahkan Indonesia saat ada pandemi hingga perang antara Ukraina dan Rusia pun, Indonesia diharapkan mampu menjadi negara yang bisa bertahan untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Meski dalam perjalanannya, ekspor pangan masih terjadi untuk komoditas tertentu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Staf Ahli MPR/Kandidat Doktor Universitas Pertahanan, Dina Hidayana, mengatakan kasus Rusia-Ukraina telah menjadi bagian penting dan jadi pengingat kita semua bagaimana peran pangan sesungguhnya.

“Pangan ini bukan hanya sekedar untuk pemenuhan kebutuhan biologis semata, tapi juga menyangkut pertahanan negara ini. Mungkin terlalu berlebihan bagi sebagian pihak ketika kita membicarakan pangan sebagai pertahanan negara, tetapi beberapa kasus di beberapa negara yang lain dan juga Indonesia, membuktikan bahwa pangan memiliki peran yang sangat strategis,” kata dia webinar yang digelar Solopos Media Group (SMG) dalam rangka Hari Kemerdekaan Indonesia, dengan tema Optimisme Mencapai Swasembada Pangan, yang disiarkan di Youtube Espos Live, Rabu (24/8/2022).

Dina mengatakan melihat dari beberapa kasus negara juga harus merespons terkait kondisi luar yang telah terjadi, termasuk di Indonesia.

“Sampai hari ini alam juga selalu bertanya, mengapa eksportasi untuk komoditas strategis masih sangat tinggi. Kemudian yang kedua yang paling penting, mengapa urusan pangan yang dikira orang sepele tapi ternyata masih menimbulkan problem yang cukup serius,” lanjut Dina.

Baca Juga: Bangkitkan Ekonomi, Dinkop UKM Jateng Fokus Digitalisasi dan Konsolidasi

Menurutnya, FAO atau Food and Agriculture Organization, telah beberapa kali mengingatkan bahwa akan ada krisis pangan serius untuk beberapa tahun ke depan, terutama untuk negara-negara yang menggantungkan hidupnya pada impor pangan dari negara lain.

“Ini Indonesia salah satu yang termasuk kategori terancam tersebut, meski belum dalam level yang berat,” lanjut Dina. Dia juga menyinggung mengenai indeks ketahanan pangan Indonesia yang masih tertinggal dengan negara-negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam, bahkan Singapura yang tidak memiliki lahan pertanian dan petani sebanyak Indonesia.

“Ini juga menjadi problem yang harus kita jawab dan menjadi tantangan kita semua,” jelas dia.

Sementara itu Kepala Biro Perencanaan, Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Badan Pangan Nasional, Risfaheri, mengatakan Indonesia, terutama  untuk beras saat ini telah mencapai swasembada pangan. Hal itu menurutnya dpat dilihat di mana dalam tiga tahun terakhir ini, tidak ada impor beras untuk konsumsi umum.

Baca Juga: 5 Tantangan Swasembada Pangan dari Sektor Perikanan, Apa Saja?

“Ini berkat kerja berbagai pihak, khususnya Kementerian Pertanian serta para petani yang mendukung ketahanan pangan ini,” kata dia dalam webinar tersebut.

Dia tidak memungkiri, saat ini ada tiga ancaman yang perlu diperhatikan, yakni dampak perubahan iklim, terkait pandemi Covid-19 dan perang Ukraina dan Rusia. Kemudian dari faktor itu dampak yang perlu diantisipasi adalah krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan.

Disampaikan hampir 30% di tahun 2021, impor gandum Indonesia berasal dari Ukraina. Dengan adanya perang antara Ukraina dan Rusia, tentu menjadi hal yang perlu diwaspadai. Meskipun menurutnya hal itu masih dapat disiasati. Di antaranya dengan memanfaatkan potensi pangan lokal sebagai pengganti gandum.

Terkait gambaran ketahanan pangan di Indonesia, Risfaheri mengatakan dilihat dari Global Food Security Index (GFSI) Indonesia, pada 2021 Indonesia ada di peringkat 69, sedangkan tahun sebelumnya berada di peringkat 57. “Penurunan peringkat ini salah satunya adalah dampak dari pandemi Covid-19. Ini perlu menjadi catatan bagaimana peringkat ini bisa ditingkatkan lagi seperti 2020,” kata dia.

Baca Juga: Investor Asing Dominasi KIT Batang, Investasi Tembus Rp150 Triliun

Kemudian, jika melihat dari peta ketahanan pangan dan kerentanan pangan 2021 Indonesia, ada 74 kabupaten/kota (14%) yang rentan rawan pangan. Penyebab utamanya adalah neraca pangan wilayah deficit. Artinya produksi pangan di wilayah tersebut tidak mencukupi kebutuhan penduduk setempat. Penyebab lain adalah persentase penduduk miskin yang tinggi.

Sedangkan melihat dari pola pangan harapan (PPH) 2021, skor PPH 2021 adalah 87,2. Terlihat, komoditas padi-padian mencapai 60,1% dari ketentuan idealnya yakni 50%.

Namun menurutnya, jika melihat kondisi neraca pangan nasional, dari Januari-Desember 2022, dia memperkirakan Indonesia masih aka naman hingga akhir tahun nanti.

Baca Juga: Harbour Toll akan Menghubungkan Kawasan Industri dari Demak sampai Batang

“Kalau dari hitungan-hitungan kami di Badan pangan Nasional, sampai akhir Desember masih dalam kondisi aman. Tapi yang menjadi catatan kita bersama adalah beberapa komoditas seperti kedelai, bawang putih, daging lembu, daging sapi dan gula konsumsi. Dimana pemenuhannya sebagian harus dipenuhi dari impor. ini harus kita pantau betul rencana-rencana pemasukannya, jadwal dan jumlahnya sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Kalau itu bisa dilakukan insyaallah sampai akhir Desember ini kita dalam kondisi aman,” jelas dia.

Persoalan lain yang kerap muncul di Indonesia adalah munculnya gejolak harga pangan pada waktu-waktu tertentu. Misalnya saat Ramadan, Idulfitri kemudian di Tahun Baru. Komoditas yang sering mengalami fluktuasi harag adalah komuditas-komoditas yang daya simpannya pendek. Seperti bawang merah dan cabai.

“Itu yang harus diselesaikan bersama, mempersiapkan teknologi untuk bagaimana memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk hortikultura sehingga ketersediaannya selalu terjaga. Pertanian selalu berfluktuasi tergantung musim, sementara permintaan tetap. Pada waktu terjadi kelebihan produksi harus dapat disimpan kemudian waktu produksi kurang kita bisa cukupi dengan stok yang ada. Kemudian kita tentu harus melakukan penguatan stok pangan nasional,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya