SOLOPOS.COM - Retno Winarni (Istimewa/Dokumen pribadi).

Solopos.com, SOLO – Apa hadiah terbaik untuk siswa yang gemar membaca? Jawabnya tentu buku. Itulah yang saya lakukan dan berikan kepada Bondan Nugroho. Siswa saya yang selalu dalam posisi duduk tenang saat membaca di pojok depan barisan bangku siswa.

Bondan tetap khusyuk membaca  meski teman-temannya belum fokus membaca, bahkan belum membuka buku, dalam kegiatan 15 menit membaca pada awal jam pembelajaran.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saya menghadiahkan buku Max Havelaar kepada Bondan  pada upacara bendera hari Senin saat saya menjadi pembina upacara.  Saya menyampaikan tentang  gerakan literasi sekolah dalam amanat upacara pagi itu. Max Havelaar adalah buku karya Multatuli, nama lain dari Eduard Douwes Dekker.

Buku ini  kali pertama terbit pada tahun 1860 dalam bahasa Belanda  dan oleh Pramoedya Ananta Toer disebut sebagai  kisah  yang membunuh kolonialisme. Saya merasa buku tersebut cocok dibaca Bondan yang sedang menyelesaikan membaca buku sejarah Dari Romawi sampai Guruh Gipsy.

Bondan adalah sosok harapan  tentang generasi yang masih membaca buku. Bukan generasi nol buku. Generasi nol buku adalah sebutan untuk siswa SMA di negeri ini  pada rentang waktu tahun 1953 sampai dengan 1956 yang ”rabun membaca” dan ”pincang mengarang”.

Rabun membaca karena tidak mendapat tugas membaca buku dan pincang mengarang karena tidak ada latihan mengarang pada pelajaran di sekolah. Kritik terhadap sistem pendidikan Indonesia yang tidak memberi porsi besar pembiasaan mengarang ini disampaikan oleh sastrawan Taufiq Ismail dalam makalahnya  saat menerima penghargaan Habibie Award 2007.

Kalau pada masa buku cetak belum mendapat saingan dari buku digital dan informasi di media sosial saja minat membaca siswa Indonesia sudah menjadi pekerjaan besar, bagaimana jadinya pada era  disrupsi informasi kini?

Masih perlukah ”memaksa” generasi Z  membaca buku dengan program literasi membaca? Sebagai penggemar buku yang masih bertahan membaca buku cetak, saya tegak dan tegas menyatakan masih sangat diperlukan program literasi membaca.

Jika dihubungkan dengan rapor pendidikan,  program literasi membaca adalah tindak lanjut dari rekomendasi rapor pendidikan SMAN Kerjo, Kabupaten Karanganyar, tempat saya menjalani profesi guru.

Rapor pendidikan adalah platform yang menyediakan data laporan hasil evaluasi sistem pendidikan. Rapor pendidikan mengukur indikator yang disusun berdasarkan input, proses, dan output pendidikan yang diturunkan dari delapan standar nasional pendidikan.

Rapor pendidikan melaporkan indikator literasi, numerasi, karakter, pendidik dan tenaga kependidikan, kualitas pembelajaran, refleksi dan perbaikan pembelajaran oleh guru, kepemimpinan instruksional, iklim keamanan sekolah, iklim kesetaraan gender, iklim kebinekaan, iklim inklusivitas, partisipasi warga sekolah, proporsi pemanfaatan sumber daya sekolah untuk peningkatan mutu, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengelolaan anggaran.

Rapor pendidikan SMAN Kerjo menunjukkan laporan kemampuan literasi siswa mendapatkan nilai 2,14 dengan capaian di atas kompetensi minimum. Indikator literasi pada proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi mahir sebesar 22,22 %. Proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi cakap sebesar 62,22 %.

Proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi dasar sebesar 15,56% dan 0% untuk proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi perlu intervensi khusus.  Perbandingan nilai rata-rata sekolah yang serupa dengan SMAN Kerjo berada di angka 1,82. Perbandingan nilai rata-rata kabupaten/kota 1,92. Perbandingan rata-rata provinsi 1,99 serta perbandingan nilai rata-rata nasional di angka 1,83.

Data rapor pendidikan tentang literasi dan numerasi  didasarkan pada hasil asesmen kompetensi minimum (AKM) pada tahun 2021 dikalangan siswa kelas XI yang terpilih mewakili sekolah. Pemilihan dilakukan secara acak oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi untuk memastikan representasi atau wakil dari sekolah.

Menggembirakan

Rapor pendidikan di bidang literasi memang cukup menggembirakan, tetapi masih memerlukan tindak lanjut agar proporsi peserta didik dengan kemampuan literasi dasar turun dan proporsi siswa dengan kemampuan literasi mahir dan cakap naik persentasenya.

Pengukuran kemampuan siswa yang terfokus pada literasi dan numerasi adalah salah satu napas Kurikulum Merdeka yang memiliki karakteristik fokus pada materi esensial. Tujuan utamanya adalah tercapainya 11 target  yang menjadi fokus utama Merdeka Belajar tahun 2020-2035.

Salah satu target tersebut  adalah peningkatan skor Programme for International Student Assessment (PISA) atau standar pendidikan internasional yang diinisiasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk literasi sebesar 451, numerasi sebesar 407, dan sains sebesar 414.

Perencanaan berbasis data rapor pendidikan yang dilakukan oleh semua satuan pendidikan di Indonesia diharapkan akan mampu memenuhi harapan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Program literasi membaca sebagai bagian dari gerakan literasi sekolah masih sangat relevan dan dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan peningkatan kemampuan literasi siswa di sekolah.

Membaca buku memiliki segudang manfaat.  Membaca buku dapat mengurangi stres, menstimulasi mental, menambah pengetahuan, memperbaiki memori, menambah perbendaharaan kata, melatih berpikir analitis, meningkatkan konsentrasi, meningkatkan kemampuan menulis, mencegah penurunan fungsi kognitif, dan lain sebagainya.

Pada bagian manfaat berpikir analitis sejalan dengan model soal-soal literasi dan numerasi dalam asesmen Nnsional. Teks yang diberikan memancing siswa tidak sekadar membaca. Proses memahami teks menunjukkan bahwa kemampuan menalar teks tak hanya meningkatkan daya kritis dan kreativitas siswa.

Dalam proses menalar teks, siswa menerapkan strategi kognitif yang kompleks. Penetapan  tujuan membaca yang spesifik, mengenali kata kunci pada teks, dan akhirnya menetapkan fokus pada bagian teks yang penting (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, 2021, Framework Asesmen Kompetensi Minimum)

Dalam proses tersebut siswa juga mengaktifkan pengetahuan latar yang diperoleh dari pengalaman atau teks lain. Hal ini menunjukkan bahwa penalaran teks sangat memengaruhi kemampuan belajar siswa secara mandiri serta kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan baik.

Semua kecakapan hidup ini membentuk siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dengan teknologi informasi yang terus berkembang, kemampuan menalar teks meningkatkan daya kritis siswa  untuk menyikapi banjir informasi dengan tepat dan bijaksana.

Keseluruhan proses pembelajaran yang mengasah kemampuan literasi dan pembiasaan membaca buku dalam program literasi membaca berkelindan menjadi bagian peningkatan kemampuan literasi siswa.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 1 Februari 2023. Penulis adalah guru Bahasa Indonesia di SMAN Kerjo, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya