SOLOPOS.COM - Direktur Utama PDAM Tirtonegoro Sragen Supardi (tengah) menjelaskan tentang tingkat kebocoran air PDAM Sragen saat berbincang dengan wartawan di Rumah Makan Ramayana Sragen, Selasa (6/4/2021). (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM Tirtonegoro Sragen rugi dengan nilai mencapai ratusan juga rupiah pada tahun lalu.

Hal itu lantaran tingkat kebocoran air yang masih cukup tinggi yakni mencapai 28% pada akhir 2020. Tingkat kebocoran tersebut turun dua digit daripada 2019 yang mencapai 30%. PDAM Sragen menargetkan angka kebocoran itu bisa turun 2% lagi pada 2021 ini menjadi 26%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tingkat kebocoran air tersebut masih di atas rata-rata nasional sebesar 20%-25%. Akibat kebocoran itu PDAM Sragen rugi sampai ratusan juta rupiah.

Baca Juga: Pelanggan PDAM Sragen Terbanyak di Soloraya, Ini Sumber Airnya

Direktur Utama PDAM Tirtonegoro Sragen Supardi menjelaskan hal tersebut dalam forum gathering dengan media massa di Rumah Makan Ramayana Mungkung, Sidoharjo, Sragen, Selasa (6/4/2021).

Supardi didampingi jajaran direksi lainnya menjelaskan tingkat kebocoran itu diketahui dengan akurasi mencapai 99,99%. PDAM Sragen sudah memiliki alat deteksi kebocoran menggunakan teknologi elektromagnetik.

Target Nasional

“Kami memang menargetkan kebocoran air itu turun sebesar 2% per tahun. Nantinya kebocoran itu berada di angka 25% pada 2022. Setelah berada pada 25% cukup berat untuk menurunkan. Kebocoran di tingkat nasional targetnya 20% tapi sekarang masih 25%. Bertahan 25% saja berat apalagi untuk mencapai 20%,” ujarnya.

Baca juga: Realisasi Pendapatan Daerah Sragen Naik Berkat Digitalisasi Keuangan

Ia menjelaskan kebocoran air yang membuat PDAM Sragen rugi itu terjadi ketika ada proyek fisik yang mengenai pipa jaringan. Selain itu, Supardi menerangkan kebocoran yang disebabkan pelanggan nakal yang diputus sambungannya.

Ia menjelaskan ada pelanggan yang diputus sambungan sementara kemudian pelanggan mengakali agar tetap bisa menggunakan air PDAM.

“Ketika kami cabut meterannya, pelanggan bisa memanfaatkan pipa jaringannya. Makanya ketika pencabutan jaringan ya sampai di lingkungan jalan bukan di lingkungan perkarangan orang,” ujarnya.

Baca Juga: Pria Sragen Meninggal Luka-Luka Diautopsi di Solo, Polisi Periksa 4 Saksi

Pada sisi lain, Supardi melihat alat watermeter yang ada pada pelanggan perlu ditera ulang untuk mengetahui akurasi penggunaan airnya. Ia menyadari banyak watermeter pelanggan yang sudah berumur lima tahunan.

Masaran Paling Tinggi

Selain semua itu, Supardi mengatakan masih memungkinkan adanya faktor kebocoran lainnya yang menyebabkan PDAM Sragen rugi. Supardi mengatakan dengan adanya alat deteksi kebocoran berteknologi elektromagnetik itu PDAM bisa segera melakukan penanganan kebocoran.

Ia melihat kebocoran cukup tinggi berada di Masaran yang mencapai 17%. “Dampak kebocoran itu jelas mengurangi pendapatan PDAM. Selain itu kebocoran air itu juga merugikan pelanggan lain karena distribusi air terganggu,” ujarnya.

Baca Juga: Sudah 10 Kali, Status KLB Covid-19 Sukoharjo Diperpanjang Lagi Sampai Desember 2021

Supardi menerangkan jika tingkat kebocoran itu mencapai 28% maka riilnya kerugian PDAM dihitung 8% karena 28% dikurangi target nasional 20%. Ia menghitung bila penjualan air PDAM dalam setahun itu bisa mencapai Rp5 miliar, dengan asumsi 8% kerugian itu nilai kerugiannya diperkirakan mencapai Rp400 juta.

“Kerugian itu tidak hanya dihitung dari air yang terbuang tetapi juga dihitung penggunaan listriknya dan adanya penghematan di sektor lainnya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya