SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Bisnis properti tahun ini lesu. pasar properti diprediksi kembali bangkit tahun 2016.

Solopos.com, JAKARTA – Pasar properti di Indonesia dinilai mengalami titik terendah pada tahun 2015 ini. Namun kondisi itu diyakini takkan berlangsung lama dan bisnis properti kembali bangkit pada 2016 mendatang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dengan melihat pergerakan yang terjadi seharusnya paling lambat di akhir tahun 2016, pasar properti akan kembali bangkit dari keterpurukan selama 2014-2015, khususnya di segmen menengah,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, Rabu (25/3/2015).

Ekspedisi Mudik 2024

Ia berpendapat beberapa kondisi ekonomi dan politik masih membayangi kualitas penjualan pasar properti saat ini, meski kondisi anjloknya rupiah dinilai masih jauh dari krisis.

Saat ini, ujar dia, yang terjadi hanyalah sebuah siklus turun naik yang secara alamiah akan terjadi dalam ekonomi sebuah negara, pun dalam bisnis properti.

“Kondisi yang terjadi saat ini dalam siklus pasar properti menunjukkan bahwa tahun 2015 merupakan titik terendah pasar properti,” jelas Ali Tranghanda.

Indonesia Property Watch sebelumnya memprediksi siklus properti tertinggi terjadi sekitar tahun 2013 dan melambat memasuki 2014. Sedangkan 2015 ini, ujar dia, merupakan titik terendah pasar properti dengan tren melambat sepanjang tahun 2014.

“Sepanjang tahun 2014 pasar properti mengalami penurunan 72 persen year on year. Beberapa pengembang melakukan konsolidasi untuk bersiap-siap memasuki fase baru siklus properti ke depan,” kata dia.

Indonesia Property Watch menginginkan pemerintah untuk memikirkan secara mendalam terkait wacana pemberlakuan pajak properti baru yang dikategorikan rumah mewah agar tidak memberatkan masyarakat.

Ali menjelaskan, selama ini memang pemerintah melalui Kementerian Keuangan belum mempunyai standar batasan harga berapa yang dimaksud barang mewah.

Ironisnya, ujar dia, dengan laju inflasi seharusnya kategori barang mewah yang dulu misalkan Rp5 miliar, saat ini seharusnya menjadi lebih dari Rp 5 miliar, bukannya menjadi lebih rendah.

“Ini salah satu faktor yang dirasakan tidak fair [adil] oleh para pelaku bisnis properti. Jadi bila nanti ditentukan standar harga mewah itu Rp2 miliar, maka pemerintah seakan-akan hanya mematok pajak tanpa memahami bisnis properti yang ada saat ini sehingga sangat dikhawatirkan pasar akan menolak dan secara bisnis tidak kondusif,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya