SOLOPOS.COM - Ilustrasi bisnis perhotelan. (JIBI/Solopos/Dok)

Bisnis perhotelan Solo, lama menginap di Solo mencapai 2 hari dinilai sulit meski memasuki akhir tahun.

Solopos.com, SOLO–Length of stay (LOS) atau lama menginap hotel di Solo dinilai sulit mencapai dua hari meski tren menjelang akhir tahun okupansi atau tingkat hunian meningkat.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Humas Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, M. S. U. Adjie, mengatakan pada Oktober rata-rata okupansi mampu menembus 60%. Hal ini didukung kegiatan pemerintah yang mulai banyak dilakukan. Namun lama menginap masih berada di bawah dua hari. Hal ini karena kegiatan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) biasanya tidak berlangsung lama.

“November-Desember kemungkinan bisa naik [okupansi] tapi itu juga tergantung situasi politik yang berpengaruh terhadap ekonomi. Namun dengan penguatan rupiah ini memberikan angin segar ke bisnis perhotelan karena penyerapan APBN [anggaran pendapatan dan belanja negara] mulai banyak,” ungkap Adjie kepada Solopos.com, Rabu (4/11/2015).

Sementara itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Solo menunjukkan lama menginap tamu hotel berbintang pada September menurun 0,11 poin jika dibandingkan bulan sebelumnya yang mampu mencapai 1,53 hari. Rata-rata lama menginap tamu di hotel berbintang yang tertinggi terjadi pada hotel bintang empat plus, yakni 1,69 hari sedangkan yang terendah adalah hotel bintang satu, yakni 1,18 hari.

Kepala BPS Solo, R. Bagus Rahmat Susanto, mengatakan rata-rata menginap yang paling banyak adalah tamu asing yang mencapai 0,24 poin menjadi 1,83 hari dari bulan sebelumnya yang mampu menembus 2,07 hari. Sedangkan lama menginap tamu domestik hanya turun 0,11 poin dari Agustus menjadi 1,41 hari.

Lebih lanjut, dia mengatakan tingkat hunian kamar hotel berbintang di Solo juga turun 4,16% menjadi 48,1% dari bulan sebelumnya atau turun 18,28% jika dibandingkan September 2014. Penurunan okupansi yang signifikan terjadi pada hotel bintang satu, yakni 10,27%. Okupansi paling tinggi adalah hotel bintang empat plus sebanyak 54,26% sedangkan yang terendah adalah hotel bintang tiga, yakni 43,32%.

Adjie melanjutkan hingga saat ini perang tarif hotel di Kota Bengawan masih terus terjadi. Hal ini karena pasar sedang sepi sehingga hotel menurunkan tarif untuk menggaet tamu. Apalagi penambahan jumlah kamar karena pembukaan hotel baru tidak diimbangi dengan perluasan market.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya