SOLOPOS.COM - Sepatu Crocs ramai peminat (JIBI/Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Sepatu Crocs ramai peminat (JIBI/Harian Jogja/Andreas Tri Pamungkas)

Berbisnis bisa dilakukan dimana saja. Membuka toko dengan mengontrak? Mungkin sudah biasa. Namun saat ini yang sedang tren adalah berjualan di pinggir jalan dengan menggunakan mobil pribadi. Pemandangan seperti ini mudah kita jumpai di beberapa sudut kota Jogja, mulai dari jual makanan ringan, sampai sandal dan sepatu, bahkan penawaran televisi kabel.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Yang baru-baru ini mulai tumbuh sepengamatan Harian Jogja setelah keripik setan adalah jualan sepatu di pinggir jalan menggunakan mobil pribadi. Tapi bukan asal sepatu karena yang dijual ini bermerk sehingga harganya pun tidak murah.Walau begitu, tetap juga laku. Barang yang dijual adalah sepatu crocs, sepatu asal Colorado dari Negeri Paman Sam.

Perusahaan sepatu ini sudah berdiri sejak 2002. Mulanya sepatu ini didesain untuk kegiatan out door dan berlayar karena terbuat dari karet anti slip yang tahan air sehingga mudah untuk dikeringkan karena berbahan dasar croslite yang anti bacteria.

Ekspedisi Mudik 2024

Crocs sangat ringan, empuk dan nyaman sehingga seiring waktu sepatu ini kemudian digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Tiruannya pun dengan cepat beredar, dan tak kalah nyaman. Tapi pada 2006, banyak laporan kecelakaan, yaitu banyak anak-anak yang menggunakan merek itu terjepit di eskalator.

Belakangan sepatu ini kembali digandrungi. Entah apa pemicunya, mall-mall sudah terlihat menjualnya dengan varian yang semakin beragam dan menarik.Tak tanggung-tanggung harga per buahnya bisa sampai jutaan rupiah.

Namun harga yang sebegitu mahal itu dapat kita beli jauh lebih murah di pinggir jalan. Untuk harga sepatu Crocs untuk pria misalnya. Apabila di mall dibandrol dengan harga sekitar Rp800.000, di pinggir jalan ditaksir seharga Rp250.000. Bentuknya mirip. Hampir tak ada bedanya. Cuma mungkin, barang yang dibeli kadang tidak serapi di mall karena terdesak benda berat dalam waktu yang lama.

Menurut Willy, seorang penjual sepatu Crocs yang mangkal di Jalan Glagahsari, hal itu cukup wajar. Yang jelas, sepatu itu masih bisa digunakan dengan tanpa mengurangi kualitasnya. Sama-sama empuk dan sama-sama nyaman karena sesuai dengan lekuk kaki.

Sebab, katanya, sesungguhnya barang itu memang asli. ”Barang ini langsung dari importirnya, namun memang sudah tidak dapat masuk toko karena mengalami sedikit kerusakan akibat kesalahan dalam pengepakan,” ujarnya Rabu (16/5).

Tapi dia juga menyangsikan kalau semua barang yang dijualnya adalah kesalahan, sebab sebagian lainnya masih benar- benar bagus, hampir tak ditemukan cacatnya. ”Apa mungkin tidak laku di toko atau sengaja dijual keluar, saya juga nggak tahu,” lanjutnya.

Ia sendiri baru mulai berjualan sepatu Crocs sejak tiga minggu lalu. Untuk memulainya, dia membutuhkan modal Rp10 juta. Uang diperolehnya dari tabungan pribadinya, dan menggadaikan BPKB sepeda motor supranya.

Sedangkan, barang diambil dari kenalannya dari berbisnis crosset. Dengan mobil sedan pribadinya corolla DX 90’an, ia beredar di jalanan. Sepatu Crocs ditatanya di bagasi belakang. Pembeli dapat langsung menjajalnya di atas keset yang disediakannya. Siang hari, ia memilih berjualan di Jalan Glagah Sari. Di waktu malam, dia mangkal di Jalan Kolonel Sugiyono.

Awalnya, dia juga agak takut karena biasanya untuk mendapatkan barang bermerk dengan istilah black market biasanya tidak dijual secara terang-terangan, tapi ini justru sebaliknya. Bahkan, jualannya langsung di jalanan yang terkadang terdapat larangan parkir sehingga harus pilih-pilih tempat yang tampak legal.

“Dulu pertamanya agak ke utara (tak jauh dari lampu merah Glagahsari), namun justru sedikit yang mampir karena kemungkinan kendaraan baru tancap gas, atau ingin segera mendapatkan lampu hijau,” tuturnya.

Bisnis barunya cukup menguntungkan.Walau begitu, dia enggan mengakuinya. Saat Harian Jogja di tempat tersebut selama dua jam, pengunjungnya silih berganti. Seorang membelinya,dan seorang lain tampak mengambil sejumlah sepatu yang telah dipesan jauh hari sebelumnya. Untuk satu buah sepatu, dia mengambil untung dari Rp10.000-Rp15.000.

Sebetulnya,yang ingin digelutinya adalah ikut-ikutan jualan keripik pedas (setan) di pinggir jalan,tapi modal untuk membayar bisnis franchise itu mahal, sementara kendaraan harus disediakan sendiri.”Seperti Maichi itu pernah menanyakan, sampai Rp65 juta bayarnya, wah kemahalan,” ungkapnya.

Yah, jalan yang selalu ramai dari kendaraan bermotor rupanya lambat laun telah beralih fungsi menjadi tempat strategis bagi siapa saja yang ingin cari peruntungan, tanpa mereka harus ijin mendirikan lapak PKL. Praktis memang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya