SOLOPOS.COM - Penyuluh KB Ahli Utama, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dwi Listyawardani (kanan) pada Webinar Spesial Hari Gizi dengan tema Pemenuhan dan Akses Gizi Berkualitas Masih Jadi Tantangan, yang disiarkan di Espos Live, Selasa (24/1/2023). (Tangkapan Layar Youtube)

Solopos.com, SOLO — Hingga saat ini Indonesia masih mengalami persoalan dalam pemenuhan gizi. Masih banyak masyarakat yang belum dapat mengakses makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi kesehariannya.

Saat ini Indonesia disebut masih berjuang untuk mewujudkan generasi sehat dan bebas kekurangan gizi kronis (stunting) dengan distribusi gizi yang seimbang dan merata ke seluruh Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Data Fill the Nutrient Gap (FNG) per November 2021, menunjukkan satu dari delapan orang Indonesia tidak mampu membeli makanan yang memenuhi kebutuhan gizi mereka.

Pada Webinar Spesial Hari Gizi dengan tema Pemenuhan dan Akses Gizi Berkualitas Masih Jadi Tantangan, yang disiarkan di Espos Live, Selasa (24/1/2023), menjelaskan mengenai beberapa persoalan yang ada.

Webinar yang digelar Solopos Media Group (SMG) tersebut terselenggara atas dukungan dari Epson, Taman Rekreasi Saloka, Prima Food, dan Phapros.

Penyuluh KB Ahli Utama, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dwi Listyawardani, mengatakan Indonesia sampai saat ini masih dihadapkan pada persoalan gizi, yang dikenal dengan triple burden.

Dari data WHO pada 2020, disebutkan adanya istilah triple burden malnutrition, yang meliputi kekurangan, kelebihan dan ketidakseimbangan. Kekurangan berdampak pada munculnya stunting, wasting (kurus), underweight (berat badan rendah) dan defisiensi (kurang vitamin dan mineral penting).

Sedangkan untuk kelebihan memunculkan kelebihan berat badan, obesitas, serta penyakit tidak menular (PTM) karena pola makan. Khusus untuk stunting, saat ini menjadi agenda besar di Indonesia.

“Presiden telah menjadikannya [penanggulangan stunting] sebagai prioritas nasional. Di Indonesia angkanya masih cukup tinggi. Dampaknya juga luar biasa,” kata dia.

Stunting dapat disebut sebagai kondisi kurangnya gizi kronis pada bayi di 1.000 hari pertama kehidupannya. Kondisi tersebut berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

Dengan begitu dampak yang ditimbulkan bukan hanya mengenai perkembangan dan pertumbuhan fisik anak, namun termasuk kecerdasan. Hal itu akan memiliki dampak jangka pendek maupun panjang, bahkan dapat berdampak pada kondisi perekonomian ke depan.

Angka stunting di Indonesia diharapkan turun menjadi 14% di tahun 2024. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan terbaru, di 2022 angka stunting berada di sekitar 21,6%. Angka tersebut turun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yakni 27,7% pada 2019 dan 24,4% di 2021.

“Semoga bisa turun terus sehingga target 2024 tercapai,” lanjut dia.

Melihat data perkembangan triple burden of malnutrition di Indonesia, secara umum untuk angka stunting sudah menujukkan adanya penurunan. Namun untuk persoalan overweight dan obesitas serta anemia pada ibu hamil masih mengalami kenaikan.

Sementara terkait akses pada pemenuhan makanan bergizi, dari data FNG 2021, masih ada sejumlah wilayah dimana 13% populasi tidak mampu membeli makanan untuk memenuhi kecukupan gizinya. Kemudian di beberapa provinsi lain bisa mencapai 40%-54% populasi.

“Bicara akses pada makanan bergizi, memang sangat memprihatinkan. Banyak sekali masyarakat di daerah-daerah yang tidak bisa mengakses makanan bergizi. Terutama di wilayah Indonesia bagian timur,” jelas dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya