SOLOPOS.COM - JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto Kapolri Jenderal Timur Pradopo tiba di Mapolresta Solo, Sabtu (1/9). Kapolri datang ke Solo untuk meninjau lokasi penyergapan Densus 88 yang menyebabkan tiga orang tewas yakni seorang anggota Densus 88 dan dua orang terduga teroris.

Suasana Pasar Sapi Sumberlawang, Sragen, beberapa waktu lalu. Kementerian Pertanian menragetkan pada tahun 2013 mendatang Indonesia sudah bisa mencapai swasembada penyediaan sapi pejantan untuk kebutuhan dalam negeri. (JIBI/SOLOPOS/Tika Sekar Arum)

BOGOR – Kementerian Pertanian menargetkan produksi sapi pejantan unggul dapat mencapai swasembada mulai tahun depan guna mendukung upaya pembibitan dan inseminasi buatan yang berkelanjutan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Populasi sapi pejantan unggul yang berada di Balai Inseminasi Buatan (BIB) baik pusat maupun daerah saat ini mencapai 531 ekor, telah melampaui kebutuhan nasional yang ditargetkan sebesar 426 ekor. Hanya saja, sapi pejantan tersebut masih didominasi varian eksotik, bukan peranakan lokal.

Ekspedisi Mudik 2024

Hingga kini, BIB pusat dan daerah masih menggiatkan importasi sapi pejantan guna menunjang produksi semen beku yang dibutuhkan tahun ini sebesar 7,18 juta dosis per tahun. Sekitar 94% produksi semen beku diperoleh dari BIB nasional di Bogor, Singosari, dan Lembang. “Populasi total memang berlebih, namun masih ada ketimpangan karena untuk beberapa jenis sapi pejantan masih belum memenuhi target kebutuhan, seperti sapi peranakan ongole (PO) baru ada 16 dari 38 ekor yang dibutuhkan,” ungkap Menteri Pertanian Suswono.

Menurut Suswono, ketergantungan impor pejantan unggul perlu dihentikan. Selama ini, persilangan sapi eksotik dengan lokal masih kerap dilakukan dipicu meningkatnya permintaan pasar terutama untuk jenis Limousine dan Simental. Meski begitu, optimalisasi unit pelaksana teknis (UPT) diharapkan mampu menggantikan sapi pejantan impor serta mempercepat usaha pembibitan ternak sapi potong. Apalagi, kesehatan sapi eksotik tidak dapat dijamin meskipun pembibitan pada dua tahun pertama berjalan tanpa masalah.

Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian Syukur Iswantoro menambahkan saat ini terdapat 9 UPT yang berfungsi menghasilkan ternak bibit baik sapi pejantan maupun betina, terdiri dari 6 UPT sentra pembibitan ternak, serta 3 UPT merupakan pusat penghasil semen beku dan embrio ternak. Syukur mencatat setiap sapi pejantan berpotensi menghasilkan 20.000 straw atau semen beku setiap tahun. Masa produksi ditarget mampu mencapai 5 tahun dengan. Pengembangan embrio sapi potong diproyeksi mampu menghemat anggaran impor hingga Rp 30 miliar. “Selain itu, ongkos impor sapi pejantan juga bisa ditekan. Kalau beli pejantan unggul dari luar negeri berkisar Rp 85—100 juta. Tahun depan, kami optimistis sudah bisa menghentikan importasi sapi pejantan,” kata Syukur.

Kesenjangan Target dan Realisasi
Kepala Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor Tri Harsi mengungkapkan permintaan semen beku sempat mengalami kelesuan tahun lalu karena target dan realisasi penjualan dari balai embrio ternak Bogor terjadi kesenjangan. Menurut Tri, fenomena itu akibat dari keengganan peternak melakukan inseminasi buatan. Sejumlah peternak justru salah langkah karena tergesa-gesa menjual sapi betina yang tidak produktif kepada rumah jagal. “Sebetulnya, upaya itu sangat rasional karena frustasi sapi tidak kunjung bunting. Namun, secara makro dapat mengancam perkembangan populasi dan produksi daging di dalam negeri,” ujar Tri.

Tri juga menyoroti ketimpangan komposisi ternak lokal dan eksotik. Dia mencatat perhitungan kebutuhan pejantan unggul bangsa PO kekurangan 20 ekor, atau 87% dari kebutuhan nasional, menyusul limousine berlebih sebanyak 44 ekor, simental juga berlebih 56 ekor. “Bahkan hingga kini belum ada sentra pembibitan untuk sapi lokal asli Madura, padahal sedikitnya kita membutuhkan 8 ekor,” katanya.

Di samping itu, menurut Tri, sentra perbenihan dan pembibitan membutuhkan periode replacement pejantan unggul secara berkelanjutan. Perhitungan penggantian pejantan unggul didasarkan atas umur ternak , kemampuan produksi, prediksi ternak sakit, hingga estimasi permintaan semen beku. “Sehingga asumsi tingkat replacement pejantan diperkirakan sebesar 20% setiap 5 tahun sekali,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya