SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA — Direktur Eksekutif Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai kondisi perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan yang tinggi belum masuk ke kategori “overheating” karena masih di bawah “output” potensialnya.

“Tingkat pertumbuhan ekonomi saat ini, yaitu 6,4 persen pada triwulan II-2012, masih berada di bawah ‘output’ potensial, yang menurut perkiraan sebesar 6,7 persen,” kata Perry di Jakarta, Selasa (9/10/2012).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Perry memperkirakan pertumbuhan untuk keseluruhan tahun 2012 akan mencapai 6,4 persen dan tahun 2013 mencapai 6,6 persen, juga belum akan melampaui tingkat “output” potensial.

Kuatnya permintaan domestik, khususnya konsumsi dan investasi swasta, menurutnya mampu mengkompensasi penurunan ekspor akibat dampak penurunan pertumbuhan ekonomi global.

Dijelaskan Perry, “overheating” atau pemanasan ekonomi merupakan kondisi ketika sisi permintaan dalam perekonomian tumbuh sangat cepat dan lebih tinggi dari kapasitas produksi nasional.

Dari sisi domestik kondisi ini tercermin pada tekanan inflasi fundamental yang tinggi, sementara dari sisi eksternal terlihat pada defisit transaksi berjalan yang besar.

Sejumlah indikator biasanya juga menunjukkan pemanasan ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi yang melebihi tingkat “output” potensial, kredit yang tumbuh tinggi, harga aset yang terlalu tinggi (buble), dan defisit fiskal yang besar.

Di sisi inflasi, tekanan inflasi fundamental, yang tercermin pada inflasi inti (core inflation), tetap rendah dan terkendali, yaitu 4,16 persen pada Agustus 2012. Inflasi IHK diprakirakan juga akan tetap terkendali, yaitu 4,6 persen dan 4.8 persen pada akhir tahun 2012 dan 2013, atau berada dalam kisaran sasaran yang ditetapkan yaitu 3,5 – 5,5 persen.

Selain itu, defisit fiskal pada tahun ini diperkirakan juga masih tetap terkendali yaitu sekitar 2,2 persen sesuai APBN-P.

Sementara untuk kenaikan harga aset sejauh ini juga tidak menunjukkan adanya indikasi “buble”, karena di pasar keuangan harga saham dan SBN mengalami peningkatan setelah terkoreksi di awal tahun akibat memburuknya sentiment global.

Sedangkan pertumbuhan kredit sebesar 25,2 persen pada Juli 2012 masih dalam batas wajar untuk mendukung peningkatan kegiatan perekonomian. Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit optimal diperkirakan sekitar 22-24 persen, namun tingkatnya dapat lebih tinggi untuk kredit modal kerja dan investasi.

“Perhatian difokuskan pada pertumbuhan kredit untuk sektor otomotif, properti dan kartu kredit yang dinilai telah berlebihan, dan karenanya telah dikeluarkan kebijakan loan to value (LTV),” katanya.

Khusus mengenai defisit transaksi berjalan yang membengkak, dari 3,2 miliar dolar AS (1,5 persen PDB) pada triwulan I menjadi 6,9 miliar dolar AS (3,1 persen PDB) pada triwulan II-2012, menurutnya merupakan fenomena yang wajar untuk negara berkembang seperti Indonesia.

“Apalagi sebagian besar impor dalam bentuk bahan baku dan barang modal untuk peningkatan kapasitas perekonomian,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya