SOLOPOS.COM - GPH Bhre Cakrahutomo Wirasudjiwo (tengah), berbincang dengan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka (kanan), pada malam peringatan 100 hari mangkatnya KGPAA Mangkunegara IX di Pringgitan Pura Mangkunegaran, Solo, Jumat (19/11/2021) malam. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Gusti Pangeran Haryo (GPH) Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo ditunjuk secara resmi menjadi penerus penguasa Kadipaten Mangkunegaran sebagai KGPAA Mangkunegara X. Lantas apa kewenangannya?

Seperti diketahui, Mangkunegaran di Kota Solo, Jawa Tengah, bukanlah kerajaan seperti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, melainkan kadipaten atau daerah istimewa. Penguasanya pun tidak disebut sebagai raja, melainkan adipati. Gelar penguasanya juga bukan sunan atau sultan, tapi pangeran adipati arya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca juga: Daftar Nama Penguasa Mangkunegaran I-X

Sejarah Pura Mangkunegaran

Istana Pura Mangkunegaran berdiri pada 1757. Dikutip dari laman pariwisatasolo.surakarta.go.id, Selasa (1/3/2022), riwayat kadipaten ini berawal dari Kerajaan Mataram yang dipimpin Adipati Anom sebagai pewaris kerajaan.

Pewaris sah yang sesungguhnya, Pangeran Arya Mangkunegaran menolak dan menentang intervensi Belanda terhadap kerajaan sehingga timbil pertumpahan darah antar-saudara. Sifat Pangeran Arya ini diwariskan kepada anaknya, Raden Mas Said yang gigih menentang Belanda. Sampai akhirnya dia memimpin penyerangan terhadap Belanda yang berakhir dengan Perjanjian Giyanti.

Baca juga: Asal Usul Wonogiri, Cikal-Bakal Mangkunegaran?

Melalui perjanjian ini dia pun mendapatkan wilayah kekuasaan di sisi utara Surakarta. Dia pun mendirikan Pura Mangkunegaran dan menyandang gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senopati Ing Ayudha Sudibyaningprang.

Tetapi, versi lain sebagaimana dikutip dari situs resmi Pura Mangkunegaran menyebutkan Kadipaten Mangkunegaran berdiri setelah perjanjian Salatiga antara Raden Mas Said dengan Sunan Pakubuwana III. Berdasarkan perjanjian itu, wilayah pemerintahan Mangkunegaran meliputi Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gining Kidul, Pajang utara, dan Kedu.

Baca juga: Sejarah Solo: Bisnis Kopi Melesat di Era Kejayaan Mangkunegaran

Revolusi Kota Solo

Sayangnya, pada 1945-1946, terjadi revolusi sosial di Kota Solo yang mengakibatkan Mangkunegaran tidak memiliki kedaulatan. Sejak revolusi sosial itu sampai saat ini, Kadipaten Mangkunegaran serta Pura Mangkunegaran merupakan bagian dari penjaga budaya.

Mendiang Mangkunagoro IX merupakan salah satu raja modern yang peduli dengan perkembangan kesenian. Di masa kekuasannya, dia menampilkan Pura Mangkunegaran sebagai pusat budaya Jawa, kepada para pengunjung pura selalu disuguhkan kesenian Mangkunegaran; seperti tari, wayang kulit, dan fragmen.

Baca juga: Solo Zaman Dulu: Gemerlap Berkat Listrik Mangkunegaran

Pada masa pemerintahan Mangkunagoro IX, kehidupan tari gaya Mangkunegaran semakin berkembang. Karya-karya yang dihasilkannya pada masa Mangkoenagoro IX diantaranya: Tari Bedhaya Suryosumirat (1990), Tari Kontemporer Panji Sepuh (1993), Tari Harjuna Sasrabahu, Tari Puspita Ratna (1998), Tari Kontemporer Negeri Sembako (1998), Tari Kontemporer Krisis (1999), Drama tari Mintaraga, Drama tari Dewa Ruci, dan lain sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya