SOLOPOS.COM - Ilustrasi bakteri penyebab difteri. (Bisnis.com)

Solopos.com, SOLO — Informasi mengenai persebaran penyakit difteri yang menular di kalangan anak-anak Kota Solo beredar melalui pesan berantai di layanan Whatsapp, beberapa waktu terakhir. Informasi itu menyebut difteri sudah 600 orang dan 38 orang meninggal dunia di Kota Bengawan.

Berdasarkan pesan Whatsapp yang diterima Solopos.com, Rabu (27/4/2022) siang, tertulis RS penuh dengan kondisi anak-anak difteri. “38 sdh meninggal. Jadi memang kejadian luarbiasa. Dinkes Surakarta mengadakan imunisasi masal sd 24 maret Usia 1 sd 19 tahun,” bunyi pesan tersebut.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Hati2 jgn jajan yg pk cabe bubuk, Jgn jajan pk cabe kering seperti cabe di tahu bulat, otak2, dsb. pokoknya jgn pake cabe bumbu kering. Karena penuh penyakit dr kencing tikus, kasusnya byk yg meninggal karena penyakit difteri,” begitu lanjut pesan berantai tersebut.

Pesan mengenai serangan difteri di Solo tersebut menyebutkan bagi orang yang suka mengonsumsi jajanan dengan bumbu tabur untuk berpikir ulang. Disebutkan bahwa pabrik pengolah menimbun cabai kering di gudang tak peduli dijadikan sarang tikus.

difteri solo
Tangkapan layar pesan berantai berisi informasi persebaran difteri di Solo. (Istimewa)

Dimintai konfirmasi mengenai pesan berantai tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Siti Wahyuningsih, menjelaskan informasi yang beredar itu tidak benar. “Gak bener,” katanya melalui pesan Whatsapp kepada Solopos.com, Rabu.

Baca Juga: DKK Solo Tetap Waspadai Difteri Meski 5 Tahun Tak Ada Kasus

Terpisah, dokter spesialis penyakit dalam dari RS Indriati Solo Baru, Sukoharjo, dr Fandy Santoso Budiardjo, mengatakan difteri merupakan penyakit saluran pernapasan atas akut yang disebabkan toksin dari bakteri corynebacterium diphtheria. Anak-anak rentan terkena penyakit ini.

Menurut dokter RS Indriati Solo Baru itu, penyakit ini menular melalui droplet atau cairan dari saluran napas yang keluar saat bersin atau batuk. Anak dapat tertular oleh orang yang sakit difteri atau carrier. Carrier merupakan kondisi di mana seseorang di tubuhnya terdapat bakteri difteri namun tidak menunjukkan gejala penyakit ini.

Penyakit Saluran Napas

“Jika ada yang terkena penyakit difteri, diusahakan untuk tidak kontak dengan banyak orang karena mudah menular ke orang lain,” katanya saat ditemui Solopos.com di RS Indriati Solo Baru, Sukoharjo, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Vaksinasi VR untuk Siswa SD di Solo Ditarget Selesai Sebulan

Lebih lanjut, ia mengatakan gejala awal penyakit ini memang mirip dengan penyakit saluran napas lainnya, seperti nyeri tenggorokan, sakit saat menelan, dan disertai demam.

Namun, orang yang terkena penyakit difteri ini biasanya akan ada lapisan putih tebal yang menutupi tonsil atau amandel. Jika lapisan ini menutup seluruh saluran pernapasan menyebabkan korban sulit bernapas dan bisa menyebabkan kematian.

Beberapa gejala lainnya yakni pembengkakan kelenjar leher yang membuat leher seperti leher kerbau atau bull neck. Pada penyakit difteri yang berat, toksin bahkan dapat menyerang saraf dan jantung.

Baca Juga: Sepanjang 2018, 4 Suspect Difteri Meninggal di RSUP Kariadi

Jika menunjukkan gejala-gejala tersebut, korban harus sesegera mungkin dibawa ke rumah sakit untuk memastikan diagnosis penyakit dan mendapatkan perawatan yang tepat. Karena mudahnya penularan penyakit difteri, penderita yang dirawat di rumah sakit akan diisolasi dan tidak boleh dikunjungi untuk mencegah penularan.

Imunisasi Dasar

Jika tidak ditangani secara cepat, penyakit ini akan menyebabkan kematian. Selain anak-anak, orang dewasa juga berisiko tertular penyakit difteri. Apalagi jika imunisasi dasarnya tidak lengkap atau memiliki kekebalan tubuh yang rendah.

“Oleh sebab itu, imunisasi dasar harus lebih digiatkan kembali. Edukasi mengenai vaksin difteri harus ditata lebih agar diterima masyarakat dengan baik,” tutur dokter di RS Indriati Solo Baru, Sukoharjo, itu.

Baca Juga: Jatim Lampaui Target Imunisasi Difteri Tapi Tak Merata

Masyarakat yang sudah lebih dari sepuluh tahun tidak mendapatkan vaksin difteri juga harus melakukan vaksin ulang. Hal ini karena kekebalan dari vaksin difteri akan mulai menunjukkan penurunan setelah sepuluh tahun.

“Apakah kalau dewasa perlu divaksin ulang? Tentunya perlu. Hal ini karena vaksin difteri setelah sepuluh tahun akan mulai menunjukkan penurunan,” tuturnya.

Begitu pula dengan wanita hamil dengan usia kehamilan pekan 27-36 pekan (trisemester ke 2-3) sangat dianjurkan juga vaksin difteri meskipun belum 10 tahun dari pemberian vaksin difteri sebelumnya. Hal ini berguna untuk kekebalan ibu dan bayi dalam kandungan.

Lebih lanjut, ia menuturkan RS Indriati Solo Baru, Sukoharjo, memiliki fasilitas yang lengkap berupa layanan vaksinasi untuk berbagai penyakit termasuk vaksin difteri untuk masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya