SOLOPOS.COM - Pasar buku bekas di Taman Buku dan Majalah Alun-Alun Utara Solo. (Solopos/dok)

Solopos.com, SOLO – Aroma kertas bekas menguar kuat di Taman Buku dan Majalah di kawasan Alun-Alun Utara Solo, Senin (17/8/2020). Tumpukan surat kabar lama, novel bekas, buku terbitan jadul hingga yang terbaru berjajar memenuhi rak yang tersebar di beberapa kios di pasar legendaris di Solo itu.

Dulu ada belasan pedagang buku bekas di sana. Namun, kini jumlahnya tak lebih dari 10 kios yang terbagi dalam satu gang. Seorang mahasiswa asal Singkawang, Kalimantan Barat, Azis, tampak berjalan mengelilingi deretan kios buku bekas di sana. Dia menangkap kesan kelesuan di sana.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Sepi. Tidak banyak aktivitas jual beli pada saat itu, hanya aktivitas para penjual dan pelapak buku yang merapikan tumpukan buku buku bekas mereka agar terlihat rapi sembari menanyakan kepada para pengunjung buku apa yang hendak dicari dan berharap ada yang membeli buku mereka hari ini. Banyak buku yang dijajakan di pasar ini, mulai dari novel populer hingga majalah-majalah lawas misalnya majalah remaja HAI edisi tahun 1984 yang kala itu harganya masih Rp600 atau novel yang ditulis Andrea Hirata yang sempat booming beberapa tahun yang lalu," katanya saat berbincang dengan Solopos.com.

Lengkap! Ini Kronologi Pembunuhan Sadis 1 Keluarga di Baki Sukoharjo Akibat Pelaku Terjerat Utang 

Nyaris tidak ada pengunjung yang datang ke pasar buku bekas di Solo itu. Senyum para pedagang di sana mengembang begitu Solopos.com. Mereka mulai menawarkan aneka buku kepada kami yang sedang asyik melihat-lihat koleksi literatur lama tersebut.

Salah satu ibu-ibu pedagang yang enggan disebutkan namanya mengatakan pandemi mengubah banyak hal. Termasuk membuat dagangannya di pasar buku bekas Solo itu sepi. Dalam sehari belum tentu dia mendapatkan pembeli. Jika sedang beruntung, dia bisa mendapatkan pembeli yang mencari koleksi aneka buku lama nan langka.

“Sepi mbak, dinikmati saja begini. Namanya orang dagang tidak tentu hasilnya. Kadang dapat, kadang sama sekali enggak ada pembeli. Sebelum pandemi sudah sepi, apalagi ada pandemi ya makin sepi,” celotehnya ramah.

Koleksi buku bekas di salah satu lapak pedagang di Taman Buku dan Majalah Alun-Alun Solo. (Solopos.com/Chelin Indra Sushmita)

Kolektor

Pada 2019 lalu, jurnalis Solopos Mariyana Ricky sempat berbincang dengan salah satu pedagang buku bekas di pasar kawasan Alun-Alun Utara Solo bernama Irawan. Dia mengaku pembeli bukunya berasal dari berbagai kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Semakin lama buku itu diterbitkan, maka harga yang dibanderolnya juga semakin mahal. Terlebih, untuk buku-buku yang dibikin sebelum Indonesia merdeka. Belum lagi, buku-buku kuno beraksara Jawa kuno atau Arab gundul (tanpa harakat).

“Kami kulak dari kolektor, ada juga dari pengrosok. Dari kami mungkin Rp5 jutaan tapi di tangan kedua bisa sampai Rp20an juta. Sebagian dari mereka menggunakan buku lawas itu sebagai mas kawin pernikahan,” ucapnya.

Aneka Kuliner Tradisional Murah Meriah di Pasar Gede Solo, Yuk Icip-Icip

Primbon

Selain kedua jenis itu, buku primbon Jawa, sejarah, sastra, seni, dan perpolitikan terbitan pra 1980an juga banyak dicari. Pemburunya adalah kolektor dan pencinta buku.

“Pernah kami mendapatkan tawaran buku berbahan daun lontar. Tapi kami enggak berani mengambil risiko penyimpanan, kecuali sudah ada pembeli. Jadi, ya, kami lepas saja,” kata penjual lain, Bambang.

Penjual lain, Aryono, mengaku pernah melepas buku terbitan 1940an berisi konsep iklan media cetak senilai Rp5 jutaan. Buku berdiameter 40 sentimeter tersebut diburu karena di masa itu tak banyak percetakan maupun perusahaan penerbitan.

Quotes Julid Bu Tejo di Filim Tilik yang Bikin Geregetan

“Semacam harta karun bagi kolektor. Kalau sekarang dicari lagi mungkin sudah enggak ada. Sulit sekali. Saya yakin penjualnya pun saat menjual ke saya enggak sadar kalau itu berharga,” tutur Aryono.

Pengunjung membaca buku di Taman Buku dan Majalah Alun-Alun Utara Solo. (Solopos.com/Chelin Indra Sushmita)

Saat ini jumlah penjual di taman buku tersebut tersisa belasan dari yang semula puluhan. Bisnis cetak perlahan mulai tergantikan oleh digital. Kendati begitu, masih banyak orang yang lebih suka membaca buku fisik. Aroma lembaran kertas bagi sebagian orang jadi jalan relaksasi.

"Pasar Buku Bekas Solo sebetulnya bisa menjadi tempat untuk menemukan arsip-arsip bacaan yang cukup menarik. Semoga kedepannya kita lebih sering meramaikan toko buku lokal dan memperkaya budaya literasi agar menjadi masyarakat yang melek informasi dan sejarah," sambung Azis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya