SOLOPOS.COM - Candi Cetho di Karanganyar. (Solopos.com/Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, KARANGANYAR — Candi Cetho menjadi salah satu objek wisata rujukan di Karanganyar. Candi yang berlokasi di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi,  ini masih aktif menjadi tempat upacara penganut agama Hindu. Bagaimana asal-usul Candi Cetho menarik untuk diketahui mengingat ada sejarah panjang yang menyelimutinya.

Melansir dari berbagai sumber, Candi Cetho dibangun sekitar 1451-457 saat zaman Kerajaan Majapahit. Ketika itu, pengaruh Hindu di Jawa mulai pudar dan unsur Indonesia asli dari tradisi prasejarah mulai hidup kembali.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Nama Cetho, dalam bahasa Jawa berarti ”jelas”, digunakan sebagai nama dusun tempat candi ini berasal. Pemberian nama tersebut dikarenakan orang yang berada di Dusun Cetho dengan jelas melihat ke berbagai arah. Ini tak lain karena dusun ini berada di ketinggian sekitar 1.490-an meter di atas permukaan laut.

Pada masa itu, Kerajaan Majapahit tengah mengalami proses keruntuhan. Hal ini diakibatkan memuncaknya kekacauan sosial, politik, budaya, dan bahkan tata keagamaan sebelum akhirnya mengalami keruntuhan total pada tahun 1519 M.

Penemuan Candi Cetho kali pertama dilaporkan oleh Van De Vlis pada 1842. Selain Van De Vlis, ada pula beberapa ahli sejarah lainnya yang telah melakukan penelitian pada candi tersebut. Mereka adalah A.J. Bennet Kempers, K.C. Crucq, W.F. Sutterheim, N.J. Krom serta Riboet Darmosoetopo yang merupakan pria berkebangsaan Indonesia.

Baca Juga: Konon Tempat Bersemayamnya Raden Brawijaya V, Ini Fungsi Candi Cetho

Candi Cetho yang terdiri dari 11 teras berundak memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai peringatan pendirian untuk tempat peruwatan (penyucian) atau tempat pembebasan diri dari kutukan. Biasanya peruwatan tersebut dilakukan di teras keempat. Hal ini didasarkan pada prasasti yang terdapat di dinding gapura yang tertera juga tahun 1397 Saka.

Di teras kelima, terdapat pendapa yang biasanya digunakan untuk tempat berlangsungnya upacara-upacara keagamaan. Lalu di teras kesembilan sering digunakan sebagai tempat pemajatan doa dan tidak dibuka setiap saat. Sementara pada tangga masuk terdapat gerbang di mana digunakan untuk sembahyang ketika acara-acara tertentu saja.

Candi Cetho juga memiliki keunikan di mana bentuk arsitekturnya berbeda dengan candi-candi Hindu lain di Jawa. Candi Cetho memiliki arsitektur seperti punden berundak.

Pada umumnya, candi Hindu memiliki bentuk arsitektur lebih tinggi dan menjulang. Hal itu disebabkan karena Candi Cetho dibangun pada akhir masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Dengan keruntuhan Kerajaan Majapahit, kebudayaan asli masyarakat sekitar kembali muncul.

Baca Juga: Temuan Benda Ritual di Candi Kethek, Tempat Pembebasan Dosa

Arsitektur Candi Cetho telah merepresentasikan kebudayaan asli dari masyarakat sekitar Dusun Cetho.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya