SOLOPOS.COM - Lumpia duleg khas Klaten. (Instagram/@bejojajan)

Solopos.com, KLATEN — Lumpia duleg, makanan unik yang berasal dari Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, saat ini terbilang langka. Apalagi proses produksi lumpia duleg hanya terpusat di Dukuh Lemburejo, Desa Gatak, Delanggu yang dilakukan oleh 15 warga saja.

Bagi sebagian orang masih asing dengan kuliner satu ini. Berbeda dengan lumpia pada umumnya, lumpia duleg berukuran mini dan terbuat dari pati onggok yang dihasilkan dari saripati pohon aren.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dikutip dari situs resmi Pemprov Jateng, tepung pati yang sudah direndam selama sehari semalam kemudian disaring dan dicampur dengan tepung terigu. Bumbu yang dibutuhkan adalah bawang, garam dan merica. Untuk isiannya, dahulu pernah menggunakan pepaya muda, tapi sekarang diganti dengan taoge.

Cara menikmati lumpia ini dengan menggunakan juruh atau saus yang terbuat dari larutan gula Jawa dan bawang untuk menambah kelezatan. Juruh itulah yang menjadikan lumpia ini disebut dengan lumpia duleg karena cara makannya dengan dicocol ke saus tersebut.

Baca Juga: Lezatnya Lumpia Duleg, Jajanan Klaten yang Bikin Ngiler

Lumpia duleg dari Delanggu, Klaten tersebut pada awalnya ternyata produk gagal. Menurut sejarahnya, lumpia duleg muncul pada 1950-an. Warga yang dikenal dengan nama Mbah Karto Purno pulang kampung seusai bekerja sebagai buruh pembuat lumpia di Semarang.

Di kampung halaman, Mbah Karto mengaplikasikan resep yang ia pelajari selama bekerja. Namun, uji coba yang ia lakukan dengan bahan lokal yakni tepung pati berulang kali gagal lantaran ukuran kulit lumpia kecil.

Baca Juga: Daftar Set Top Box Tersertifikasi Kominfo & Bisa untuk Nonton Siaran TV Digital

Dari produk gagal tersebut, Mbah Karto justru menciptakan lumpia duleg yang hingga kini terus diminati. Pada 1980-an, ada 22 warga Dukuh Lemburejo yang memproduksi lumpia duleg. Namun, sekarang hanya menyisakan 15 orang saja, salah satunya adalah Mbah Daliyem.

Dia berjualan lumpia duleg khas Klaten ini dengan cara dipikul. “Saya jualannya jalan kaki, dagangannya digendong. Biasanya mulai keliling jam 10.00 WIB pagi sampai habis baru pulang,” terang dia dalam situs resmi Pemprov Jateng.

Baca Juga: Sejarah Tempe di Indonesia: Ternyata Pertama Kali Muncul di Klaten Abad ke-16

Selain Mbah Daliyem, ada Nur Hidayah yang juga berprofesi sebagai penjual lumpia duleg dan sudah berjualan selama 18 tahun. Dalam sehari ia membuat 1.600 lumpia menggunakan empat kilogram pati onggok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya