SOLOPOS.COM - TARI LENGGER BANYUMAS

Solopos.com, BANYUMAS – Bahasa Jawa dengan dialek ngapak biasa digunakan masyarakat yang tinggal di provinsi Jawa Tengah, khususnya bagian barat. Secara spesifik, dialek ini umum digunakan di Kabupaten Banyumas Raya dan sekitarnya. Bahasa Jawa yang digunakan di kawasan tersebut secara umum sama dengan Bahasa Jawa pada umumnya, hanya berbeda dalam pelafalannya.

Selain itu, ada beberapa istilah yang berbeda pula antara Bahasa Jawa dengan dialek ngapak dengan bahasa Jawa yang umum dipakai di Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Beberapa di antaranya adalah mengungkapkan rasa lapar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca juga: Begini Awal Mula Viral Bocah Ngapak di Youtube

Dalam dialek ngapak biasanya menggunakan istilah kencot, sedangkan orang Jawa di Surakarta, Yogyakarta dan Semarang menggunakan istilah ngelih. Kemudian penyebutan subyek kata ganti orang di mana dalam dialek ngapak menggunakan istilah Nyong, sedangkan dalam Bahasa Jawa pada umumnya menggunakan kata Aku/Kulo/Dalem.

Terkait asal usul dialek ngapak ini terbilang kontroversi. Namun berdasarkan beragam sumber yang dihimpun oleh Solopos.com yang terdiri dari situs dan literasi, Senin (20/12/2021), konon asal-usul dialek ngapak ini berawal dari nenek moyang orang Banyumas yang berasal dari Kutai, Kalimantan Timur pada masa Pra-Hindu.

Baca Juga: Asale Bahasa Ngapak, Ternyata Dari Suku Kutai di Kalimantan Timur

Suku Kutai

Dalam sumber karya ilmiah dari Scribd.com, bertajuk Asal-Usul Bahasa Ngapak dan Keunikannya, Senin (20/12/2021), menyebutkan bahwa seorang orientalis ahli Islam dan ahli sejarah berdarah Belanda bernama Van Der Muelen, pada abad ke-3 SM, pendatang dari Kutai mendarat ke tanah Jawa, tepatnya di Cirebon dan kemudian mendiami lereng Gunung Ciremai dan sebagaian lainnya menetap di sekitar Gunung Slamet.

Dalam catatanya terkait ciri khas dialek dari pedatang asal Kutai tersebut, dikatakan bahwa Muelen juga mendeteksi pelafalan huruf ‘a’ yang sangat ditekankan oleh para pendatang dari Kutai tersebut. Hal ini berbeda dengan pengucapan bahasa Jawa seperti yang digunakan di daerah Semarang, Surakarta dan Yogyakarta yang mengubah pengucapan ‘a’ menjadi ‘o’. Contoh pengucapan Sapa untuk dialek ngapak dan Sopo pada dialek Jawa Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta yang sama-sama berarti Siapa.

Sering berjalannya waktu, pendatang asal Kutai yang mendiami daerah Gunung Ciremai ini berkembang menjadi peradaban Sunda dan yang berada di sekitar Gunung Slamet berkembang menjadi kerajaan Galuh Purba.  Kerajaan Galuh Purba inilah yang menjadi cikal bakal kerajaan lain di tanah Jawa. Kerajaan Galuh Purba sendiri memiliki wilayah kekuasaan yang cukup luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kedu, Kebumen,  hingga Purwodadi.

Baca Juga: Ini Profil Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara Calon Ibu Kota Baru RI

Berdasarkan prasasti Bogor, Kerajaan Galuh Purba mengalami kemunduran sehingga ibukota kerajaan dipindah ke daerah Kawali dan berganti nama menjadi Kerajaan Galuh Kawali dan berada di bawah kerajaan Tarumanegara yang dipimpin oleh Punawarman. Kerajaan Galuh Kawali kemudian mendapatkan kekuasaannya kembali ketika  Tarumanegara dipimpin oleh Candrawarman yang kemudian menjadi kerajaan Galuh dan berkembang menjadi kerajaan Pajajaran.

Meskipun Kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi kerajaan Galuh di Jawa Barat dan Kalingga di Jawa Tengah, keduanya tetap memiliki hubungan yang terjalin dengan baik dengan adanya perkawinan antar kerajaan. Dari perkawinan antar kedua kerajaan inilah muncul Dinasti Sanjaya. Dari Dinasti Sanjaya ini kemudian mempunyai keturunan raja-raja di tanah Jawa sebagai keturunan Galuh Purba.

Baca juga: Hetero Space Jateng: Diawali di Semarang, Disusul Solo dan Banyumas

Bahasa yang digunakan keturunan Galuh Purba ini masuk dalam rumpun bahasa Jawa kulon yang meliputi sub dialek Banten, sub dialek Banyumasan, sub dialek Bumiayu. Bahasa inilah yang kemudian saat ini dikenal dengan dialek ngapak. Tidak heran jika daerah-daerah ini memiliki gaya atau logat bahasa yang hampir sama.

Kepingan Sejarah

Berdasarkan kritikan sebuah situs yang ada di Kalimantan Selatan yang mengkritisi salah satu artikel Solopos.com yang mengatakan bahwa asal usul dialek ngapak berasal dari Suku Kutai dianggap ahistoris dan anakronisme atau tidak sesuai dengan sejarah dan tidak cocok dengan zamannya, bisa diluruskan bahwa dialek ngapak tidak secara langsung berasal dari pedantang dari Kutai, namun merupakan hasil dari sejarah panjang dan perkawinan silang antara dua kerajaan di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat yang memiliki latar belakang yang sama hingga akhirnya melahirkan sebuah legasi, salah satunya adalah dialek ngapak tersebut.

Baca juga: Mitos Larangan Pernikahan Orang Sunda dan Jawa

Bahasa Jawa Banyumasan atau dialek ngapak dikenal dengan konteks blak-blakan, tidak ada tingkatan berdasarkan jabatan atau usia seperti yang ada pada Bahasa Jawa gaya Semarang, Surakarta dan Yogyakarta. Namun, Bahasa Jawa Banyumasan atau dialek ngapak ini merupakan turunan lurus dari Bahasa Jawa kuno sebelum masa modernisasi masa Kerajaan Mataram Islam.

Pernyataan ini mengacu pada Pakar Sejarah dan Budayawan Banyumas, Achmad Tohari, yang mengatakan bahwa kawasan Banyumas yang berada di antara Kerajaan Mataram dan Kerajaan Sunda membuat kawasan Banyumas menjadi daerah yang netral dan masih memegang pedoman Bahasa Jawa kuno yang masih otentik tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya