SOLOPOS.COM - Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementan, Yuris Tiyanto, (kiri) bersama Bupati Klaten, Sri Mulyani (tengah), dan perwakilan Fakultas Teknologi Pertanian UGM secara simbolis melakukan penanaman kedelai di Desa Burikan, Kecamatan Cawas, Sabtu (21/5/2022). (Istimewa/Prokopim Setda Klaten)

Solopos.com, KLATEN — Sejumlah petani masih menyimpan keresahan di tengah pemerintah menggenjot produktivitas kedelai. Selain faktor anomali cuaca yang berdampak pada gagal panen, petani dihadapkan harga jual kedelai rendah ketika panen tiba.

Hal itu seperti yang dirasakan para petani di Desa Burikan, Kecamatan Cawas. Burikan menjadi salah satu wilayah di Klaten yang banyak ditanami kedelai ketika kemarau tiba.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu petani Burikan, Sadono, 55, mengatakan dua tahun terakhir petani dihadapkan kondisi cuaca yang tak menentu. Memasuki bulan yang biasanya sudah mulai musim kemarau seperti saat ini, hujan deras masih sering mengguyur. Saat tanaman kedelai diguyur hujan, produksi tak maksimal bahkan tanaman mati.

“Biasanya bulan-bulan seperti mulai tanam kedelai. Tetapi dua tahun ini masih sering turun hujan [saat kemarau tiba],” kata Sadono saat ditemui Solopos.com, di Burikan, Sabtu (21/5/2022).

Hal senada disampaikan petani Desa Burikan lainnya, Ngadirin, 50. Tahun lalu petani tak bisa mendapatkan panen optimal bahkan memilih memberakan lahan dalam satu musim tanam menyusul hujan yang mengguyur di musim kemarau.

Baca Juga: Kementan Targetkan Swasembada Kedelai Pada 2026

“Tahun ini termasuk kurang meyakinkan [untuk tanam kedelai karena hujan masih mengguyur memasuki musim kemarau],” kata dia.

Petani lainnya, Sriyanto, berencana menanam kedelai pada 2,5 patok atau sekitar 5.000 meter persegi sawah miliknya. Senada dengan petani lainnya, Sriyanto menjelaskan kendala utama tanam kedelai sejak tahun lalu yakni hujan yang masih mengguyur sepanjang musim kemarau.

Alhasil, banyak petani yang mengurungkan niat tanam kedelai dan memilih kembali menanam padi menyusul melimpahnya air.

Sriyanto juga menjelaskan selama ini petani di Burikan kerap mendapatkan bantuan benih dari pemerintah. Hanya, petani tak bisa mendapatkan hasil produksi yang maksimal ketika menanam benih bantuan tersebut.

Baca Juga: Wapres: Indonesia Minus Produksi Jagung dan Kedelai, 90 Persen Impor

“Tahun ini benih warnanya bagus. Tetapi pertumbuhannya kurang optimal. Hanya 50 persen. Akhirnya ditukar dengan benih kedelai lokal,” kata dia.

Kepala Desa (Kades) Burikan, Surata, mengatakan tahun ini direncanakan 80 hektare (ha) lahan yang ditanami kedelai di Burikan.

“Kemarin bersyukur dapat bantuan reguler dari pemerintah untuk 70 ha dan ada 10 ha yang menjadi demplot program dari UGM,” jelas dia.

Surata juga menjelaskan anomali cuaca menjadi kendala utama petani Burikan menanam kedelai. Tahun lalu, petani kedelai gagal panen gegara hujan deras masih mengguyur saat musim kemarau.

Baca Juga: Kedelai Varietas Grobogan Menjanjikan, Petani Bisa Untung Berlipat-Lipat

“Waktu kedelai subur-suburnya dan sudah berbunga, ada hujan deras akhirnya gagal panen,” kata dia.

Kegelisahan Petani

Surata mengatakan petani tak nglokro untuk menanam kedelai. Namun, ada hal-hal yang menjadi kegelisahan petani terutama soal harga jual kedelai hasil panen.

Ketika masa panen tiba, harga jual kedelai turun. Harga jual kedelai hasil panen lebih rendah dibandingkan harga benih kedelai yang ditanam petani yang naik ketika musim tanam tiba.

“Harga benih bisa hampir tiga kali lipat [dibandingkan harga jual kedelai saat panen]. Harga benih pernah mencapai Rp20.000-21.000 per kg. Sementara, harga jual hasil panen kualitas bagus itu paling mahal dihargai Rp7.500 per kg. Dihitung-hitung dari biaya untuk tenaga kerja sampai panen itu tidak nyambung dengan hasil yang diperoleh,” kata Surata.

Baca Juga: Jadi Percontohan, Desa di Semarang Ini Tanam Kedelai Varietas Unggul

Surata berharap ada solusi untuk mengatasi harga jual hasil panen kedelai yang masih rendah. Dia menjelaskan tanam kedelai menjadi andalan petani Burikan ketika kemarau tiba lantaran lahan pertanian di desa tersebut merupakan lahan tadah hujan.

Petani setempat pernah menjajal menanam kacang hijau serta jagung saat kemarau. Namun, hasilnya tak maksimal.

Surata menuturkan 80 persen dari total 2.500 jiwa warga Burikan selama ini mengandalkan pendapatan keluarga dari bertani.



“Kami memohon kepada pemerintah bisa mengambil langkah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi petani terutama di Burikan. Persoalan harga jual yang mash rendah bisa terurai untuk mengangkat kesejahteraan petani,” kata dia.

Baca Juga: Usulan Lartas Importasi Kedelai, Kemendag Ingatkan Stok Harus Aman

Penurunan Minat

Bupati Klaten, Sri Mulyani, dalam sambutannya saat peluncuran gerakan tanam kedelai di Burikan, Sabtu, melaporkan ada kecenderugan penurunan minat petani untuk menanam kedelai lantaran harga hasil panen kedelai lebih rendah dibandingkan jenis palawija lainnya.

Harga hasil panen kedelai berkisar Rp9.000 per kg sementara harga kacang hijau Rp13.000 per kg.

Mulyani berharap Kementerian Pertanian bisa memberikan bantuan agar harga hasil panen kedelai petani meningkat hingga menggairahkan minat petani menanam kedelai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya