SOLOPOS.COM - Drajat Tri Kartono (Foto: Dokumentaasi)

Solopos.com, SOLO — Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Drajat Trikartono, melihat ada tiga aspek utama yang memengaruhi terjadinya praktik pijat plus-plus sesama jenis oleh sejumlah terapis di sebuah rumah indekos di Tegal Mulyo RT 001/RW 001 Nusukan, Banjarsari, Solo.

Aspek yang paling utama yakni fenomena bisnis prostitusi dengan produknya kenikmatan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Fenomena tersebut menurut Drajat sudah berlangsung lama, tidak hanya di Solo, melainkan juga diberbagai belahan negara di dunia.

Baca Juga: Terapis Gay yang Digerebek di Indekos Solo Ngaku Punya Istri dan Anak

Ekspedisi Mudik 2024

“Bisnis kenikmatan ini agak sulit untuk dihancurkan karena sekarang masuk ke etape dua yaitu dengan digital atau online bisnis prostitusi. Ini jadi akselerasi informasi penawaran, tempatnya kian sulit dilacak,” ujar, Selasa (28/9/2021).

Drajat membandingkan praktik prostitusi di Tanah Air di masa lampau, di mana para pelakunya berada di lokalisasi.

Namun seiring kemajuan teknologi informasi praktik itu dilakukan secara mobile memanfaatkan jaringan internet.

Baca Juga: 8 Fakta Terbongkarnya Praktik Prostitusi Gay di Indekos Nusukan Solo

Kondisi itu membuat butuh usaha lebih untuk mengetahuinya. Ihwal prostitusi dengan menawarkan layanan seks sesama jenis, menurut Drajat menunjukkan kecenderungan perilaku seksual menyimpang yang semakin terbuka.

“Kalau di Indonesia kan masih dinilai menyimpang. Problemnya karena di luar negeri hal ini sudah tidak disebut sebagai hubungan seks yang menyimpang atau sebagai penyakit sosial. Tapi diakui sebagai hubungan normal,” kata dia.

Kondisi tersebut secara tidak langsung berdampak terhadap sudut pandang dan perilaku masyarakat di Indonesia. Secara kongkret mulai berkembang bisnis-bisnis seperti ini di Tanah Air. “Secara umum semua saling berkait,” imbuh dia.

Baca Juga: Pelaku Prostitusi Gay Terciduk di Indekos Solo, Sekamar Dipakai Berlima

Ihwal praktik pijat plus-plus sesama jenis di Solo yang sudah berlangsung tahunan, menurut Drajat karena keterlambatan masyarakat dan aparat penegak hukum dalam menyesuaikan dengan akselerasi transformasi prostitusi online.

“Jadi memang keterlambatan kemampuan masyarakat dan aparat dibandingkan kecepatan dari perkembangan bisnis ini yang menjadi digital, sehingga sulit dikontrol. Kita harus punya mekanisme untuk mengontrol itu ya,” urai dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya