SOLOPOS.COM - Ilustrasi suhu dingin. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Dinginnya suhu udara malam pada beberapa hari pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat ini sama sekali tidak terkait dengan pandemi virus corona pemicu Covid-19. Fenomena suhu udara dingin itu merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di Indonesia dan disebut bediding.

Meski fenomena yang rutin datang, suhu udara dingin yang terutama sudah dirasakan beberapa daerah di Jawa Timur saat musim kemarau ini diikuti pula beredarnya berita yang mengkaitkan hal tersebut dengan “fenomena aphelion”. Alhasil perubahan kondisi alam itu menimbulkan pertanyaan di masyarakat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Fenomena suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli – September). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG menegaskan kondisi ini di Indonesia umum disebut fenomena bediding.

Baca Juga: Di Brasil, Presiden Dituduh Korupsi Seusai Didemo soal Covid-19

Hal ini terjadi karena saat ini wilayah Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau, di mana pada periode ini ditandai oleh pergerakan angin bertiup dominan dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia.

BMKG memaparkan jika pada bulan Juli ini wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Sifat dari massa udara yang berada di Australia ini dingin dan kering. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia (dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia).

Angin Australia

Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin.

“Berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT terlihat cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir juga disertai oleh berkurangnya kandungan uap air di atmosfer,” demikian tulis BMKG di akun Instagramnya.

Baca Juga: Waspada Anosmia Covid-19, Ini 7 Bahan Alami Mengatasinya…

Secara fisis, lanjut mereka, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Sehingga, rendahnya kandungan uap di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.

“Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan,” demikian dijelaskan.

Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya