SOLOPOS.COM - ilustrasi (libcom.org)

Solopos.com, SOLO — Fenomena generasi milenial sebagai masyarakat sosial yang melek teknologi kemudian beradaptasi dengan lingkup pekerjaan yang fleksibel dan serba digital.

Kebebasan bekerja menjadi salah satu alasan seseorang memilih jadi freelancer. Hal itu seperti yang disampaikan salah satu freelancer asal Yogyakarta, Firman Adhi Baskoro.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Firman menguraikan ia tidak terlalu menyukai pekerjaan yang terikat dengan kontrak, utamanya dengan sistem atasan dan bawahan. Ia mengatakan tidak suka bekerja dan memperkaya orang lain.

“Tidak cocok di lingkungannya sih, takut enggak bisa berkembang. Karena pasti ada monitoring, misalnya absensi. Jadi kerja enggak bisa seenaknya, karena memang diatur. Lebih baik menciptakan pekerjaan sendiri,” terang Firman saat dihubungi Solopos.com, pada Minggu.

Pria berusia 27 tahun ini menguraikan bahwa ia telah bergelut dengan freelancing sejak delapan tahun yang lalu saat ia tengah berkuliah di Universitas Teknologi Yogyakarta.

Firman mengaku pernah mencoba bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan karena tuntutan orang tuanya pada 2020 lalu.

Namun, posisinya sebagai admin seringkali mengerjakan pekerjaan di luar jobdesk miliknya, kemudian ia memutuskan resign setelah tiga bulan bekerja.

Firman sendiri bekerja sebagai freelancer di bidang digital, dari coding, website developer, design untuk branding suatu perusahaan, serta UI dan UX design.

Untuk market design miliknya, ia menggunakan platform services di 99designs, sementara untuk coding dan lainnya ia mengandalkan promosi dari mulut ke mulut.

Sehari, ia tidak mematok pukul berapa harus bekerja. Namun ia mengaku tetap memperhatikan durasi jam ia bekerja, misalnya untuk mengerjakan desain ia menghabiskan dua hingga empat jam untuk memenuhi pesanan klien.

Firman sendiri mengaku tidak punya bakat, ia banyak belajar melalui teman yang lebih dulu bergelut sebagai freelancer serta melihat tutorial di Internet.

“Jadi gimana aja, bisa menjelaskan ke klien gimana konsep design dan reasoning dari bentuk, warna, dan aplikasi dari logo yang dibuat. Sesuai yang dibriefing dari klien,” terang Firman.

Dalam membuat satu desain logo untuk perusahaan, ia harus riset perusahaan tersebut bergerak di bidang apa. Firman sendiri mengaku mempunyai spesialis untuk menangani klien company technology, karena ia mengerti pola yang biasanya diinginkan.

Dalam sebulan ia bisa memperoleh penghasilan dari tujuh desain yang berhasil approve dari klien. Satu desain ia banderol dengan harga Rp2 juta hingga Rp3 juta untuk klien lokal.

Kemudian untuk klien luar negeri ia patok dengan harga US$500 hingga US$500. Untuk jasa coding dan website developer sendiri, ia mengaku tidak sering mendapatkan dalam waktu satu hingga tiga bulan.

Namun untuk coding ia biasanya memperoleh Rp5 juta hingga Rp7 juta, dan website developer senilai Rp20 juta hingga Rp60 juta, tergantung bagaimana tingkat kesulitan.

Seorang warga asal Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Ahmad Rizal, melirik lapangan pekerjaan ini. Pria 37 tahun yang memang memiliki hobi dan bakat dalam menggambar ini memilih resign dari pekerjaannya dan fokus menjadi illustrator freelancer pada 2016 lalu.

Ahmad sebelumnya bekerja menjadi staf IT di salah satu perusahaan di Boyolali sejak 2012, kemudian ia dipindahkan ke Yogyakarta. Setelah  pindah, ia banyak menemukan insight baru.

“Banyak sekali teman freelancer di Yogyakarta yang hanya freelance dan masih bisa hidup dan kalau dilihat malah lebih sukses,” terang Ahmad saat dihubungi Solopos.com pada Jumat.

Ahmad menguraikan ada poin plus dan minus menjadi freelancer. Dalam sehari ia bekerja lebih dari delapan jam kerjanya. Kadang permintaan order datang pukul 23.00 WIB atau 01.00 WIB. Kadang-kadang ada pesanan yang harus selesai dalam sehari.

Biasanya ia mulai bekerja pukul 10.00 WIB, hingga pukul 12.00 WIB sampai 13.00 WIB Ahmad memilih waktu istirahatnya. Kemudian dilanjut lagi hingga pukul 24.00 WIB.

“Jadi tergantung pribadinya sendiri-sendiri, mau maintance kerjaannya gimana,” terang Ahmad.

Sementara itu, keuntungannya sebagai pria yang telah berkeluarga, Ahmad yang bekerja dari rumah bisa lebih dekat dengan keluarganya. Fleksibilitas waktu menurutnya, ketika ada acara atau keperluan mendadak bisa ia lakukan segera.

“Kalau dari sisi salary, fluktuatif sih. Tapi kalau dibandingkan jadi karyawan dulu, lebih enak sekarang. Sebulan paling tidak mengerjakan 10-15 gambar. Kira-kira kalau sebulan ditotal itu, rata-rata ya Rp5 juta hingga Rp6 juta,” ujar Ahmad.



Satu pesanan klien biasanya ia bagi dalam dua kategori. Dari klien luar negeri, ia patok dengan harga US$10  hingga US$150. Sementara untuk klien lokal ia banderol dengan harga Rp700.000 hingga Rp1 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya