SOLOPOS.COM - Dedi Murbowo, 24, dan Yunika, 21 memperlihatkan hasil rontgen buah hatinya, Deka Argantara yang mengalami kelainan jantung di Klaten, Selasa (26/3/2013). (JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri)

Dedi Murbowo, 24, dan Yunika, 21 memperlihatkan hasil rontgen buah hatinya, Deka Argantara yang mengalami kelainan jantung di Klaten, Selasa (26/3/2013). (JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri)

KLATEN — Lahirnya Deka Argantara pada 9 Februari 2013 lalu melengkapi kebahagiaan Dedi Murbowo, 24, dan Yunika, 21, pasangan suami istri yang sudah setahun menikah. Deka lahir normal dengan berat 3,1 kg. Beberapa hari setelah dilahirkan, tidak ada kelainan pada sosok bayi mungil ini. Sama seperti kondisi bayi pada umumnya yang baru bisa menyusu dan menangis. Setelah memasuki usia 26 hari, tiba-tiba keanehan itu muncul.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saat itu, muncul warna biru pada kuku dan bibir. Kalau menangis, wajahnya jadi semakin membiru diikuti dengan nafas yang tersenggal-senggal,” ujar Yunika sembari memeluk Deka kala ditemui wartawan di rumah mertuanya di Dusun Plaosan, Desa Taji, Kecamatan Prambanan, Klaten, Selasa (26/3/2013).

Khawatir terjadi sesuatu dengan Deka, orangtua lantas membawanya ke bidan desa yang membantu proses persalinannya. Lantaran tidak ditunjang dengan peralatan medis yang memadai, Deka dilarikan ke Rumah Sakit Islam (RSI) PDHI di Kalasan, Sleman. Oleh dokter, bayi malang itu divonis menderita kelainan paru dan harus dirujuk ke RS dr Sardjito Jogja.

“Kata dokter di RS dr Sardjito, anak saya mengalami fungsi jantung terbalik atau TGA [transposition of the great arteries],” papar Yunika.

Selama dirawat di RS dr Sardjito, tim dokter sempat mengoperasi ringan dengan memasang balon sebagai alat bantu fungsi jantung di dinding perut sebelah kanan bayi mungil ini. Namun dokter memperkirakan fungsi balon itu tidak akan berlangsung lama. Mereka lalu menyarankan Deka dibawa ke RS Harapan Kita di Jakarta secepatnya. Deka harus menjalani operasi untuk menormalkan fungsi jantungnya.

“Seharusnya kami segera ke Jakarta supaya Deka bisa dioperasi secepatnya. Namun, keterbatasaan biaya membuat kami belum bisa membawanya ke Jakarta,” tambah sang ayah, Dedi, yang sehari-hari bekerja sebagai satpam di salah satu hotel di Jogja ini.

Dedi mengakui penghasilannya sebagai seorang satpam belum cukup untuk membiayai operasi buah hatinya. Untuk membangun rumah sendiri saja, Dedi belum mampu. Hingga kini dia masih hidup serumah dengan orangtuanya. Padahal biaya operasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp100 juta.

“Itu baru biaya operasi, belum biaya pengobatan, biaya rumah sakit, biaya hidup selama menjaganya di RS, biaya transportasi pulang pergi, dan lain-lain,” tandasnya.

Harapan saat ini bertumpu pada program layanan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang diusulkan melalui pemerintah desa setempat. Akan tetapi, diperkirakan layanan itu belum bisa dinikmati dalam jangka dekat mengingat usulan Jamkesmas itu harus mendapat persetujuan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Saat ini kami juga harus membawa anak saya rutin kontrol ke RS dua hari sekali. Kami berharap adanya dermawan yang sudi membantu supaya anak saya bisa dioperasi ke Jakarta secepatnya,” pinta Dedi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya