SOLOPOS.COM - Marjono (Solopos/Istimewa)

Indonesia sarat akan corak batik. Mulai dari Aceh sampai Papua mempunyai batik dengan ciri khas motif sesuai karakteristik dan budaya daerahnya. Inilah kearifan lokal yang adi luhung, yang harus kita lestarikan bersama.

Zaman muda dulu, mengenakan batik adalah peristiwa langka. Tidak ingin menerima label atau jadi sasaran bully-an tampang tua, tidak gaul dan ndeso jadi alasannya. Meski sejak kecil telah mendengar dan tahu batik, sejatinya saya tidak benar-benar tahu apa itu batik. Saat itu, batik terpinggirkan dari kamus mode idola.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tapi seberapa pun jauh kita pergi, tanah kelahiran pasti menanti. Begitu juga dengan batik. Sejauh apapun kita menghindar bahkan membenci, toh akhirnya tetap harus mengenakan. Gething nyandhing.  Saat pesta nikah, pengantin diberi saripati penjelasan pakaian yang mesti dikenakan, termasuk batik dengan corak tertentu.

Ternyata ada banyak sekali ragam batik. Dari corak, motif sampai filosofinya. Begitu dikenakan oleh perias, setelah saya amat-amati, kewes juga ternyata mengenakan batik.

Ketika melihat orang mengenakan batik, saya langsung menerka-nerka motif sekaligus maknanya. Ini motif kawung maknanya ini, itu motif parang mengandung filosofi begini, dan seterusnya. Semakin mencari tahu motif dan jenis batik yang beragam itu, semakin ingin saya memiliki batik. Maka isi almari setiap anggota keluarga berisi tetumpukan baju batik yang tak sedikit.

Ada 10 sentra batik di Pulau Jawa, seperti Sentra Batik Palbatu Jakarta, Sentra Batik Trusmi Cirebon, Sentra Batik Lasem Rembang, Kampung Batik Kauman Pekalongan, Kampung Batik Semarang, Kampung Batik Giriloyo Jogja, Kampung Batik Laweyan Solo, Kampung Batik Girli Kliwonan Sragen, Kampung Batik Sidoarjo, Kampung Batik Putat Surabaya, masing-masing punya corak dan motif tersendiri.

Untuk melihat ragam batik Jawa Tengah, silakan mampir ke kantor Gubernuran Jateng, di depan dipajang semua motif batik dari berbagai kabupaten/kota di provinsi itu. Kebahagiaan dan kebanggaan kita, batik ala kaum muda sekarang modenya sangat berbeda dengan waktu saya muda. Saat ini, batik telah melesat jadi tren. Ke sekolah, ngampus, nge-mall, ngantor, menongkrong, piknik, sampai pacaran pakai batik, sudah jadi hal lumrah. Bahkan batik telah menjadi bagian diplomasi budaya kita.

Dari kenyataan itu, beberapa pemda, termasuk Pemerintah Provinsi Jateng dengan sukacita mengeluarkan kebijakan agar seluruh pegawainya wajib mengenakan batik pada hari tertentu. Maka, kemudian UMKM batik tumbuh pesat.

Dulu yang dikatakan industri sampingan, batik sekarang menjelma jadi industri yang sangat menjanjikan. Dan alhamdulilah, Batik Indonesia resmi diakui oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda pada sidang UNESCO di Abu Dhabi.

Maka, setiap tanggal 2 Oktober kita rayakan sebagai Hari Batik Nasional. Setelah menerima anugerah tersebut, kewajiban kita adalah menggali dan mempelajari lebih dalam seluk beluk batik di Nusantara, agar batik tetap lestari dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Seluruh rakyat yang harus menjadi pasukan pelestari, penjaga daulat batik, yang terus bergerak melakukan action agar batik semakin diminati dan dicintai semua kalangan. Pada skala yang lebih luas, pelestarian batik harus disandingkan dengan selera masyarakat. Duta batik, fashion show batik menjadi bagian merawat batik.

Dilansir Cnnindonesia.com (21/4/2021) Pandemi Covid-19 memang telah membuat para pelaku IKM (Industri Kecil Menengah) di sektor TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), khususnya batik, jatuh ke titik nadir. Angka penjualan di berbagai sentra produksi batik, mulai dari Cirebon, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, hingga ke Pamekasan, terus merosot tajam. Jika pada 2019 nilai transaksi perdagangan batik nasional mencapai Rp3,6 triliun, maka pada 2020 nilainya tinggal Rp910 juta saja.

Imbasnya, sebagian besar produsen batik, khususnya yang berskala UMKM, telah berhenti total. Menurut data Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), dari 151.656 pengrajin batik yang tercatat, kini hanya tinggal 37.914 pengrajin saja yang masih berproduksi. Itulah kemudian, penting dipikirkan untuk pelatihan dan pendampingan diversifikasi profesi bagi pengrajin batik kala terpuruk maupun perlu strategi jitu menghadapi kemurungan akibat serbuan klaim-klaim batik impor.

 

CSR dan PSR

Berbicara pengembangan batik di era ini adalah menyoal kreativitas dan inovasi, tentang kualitas dan desain. Di samping motif yang pakem, seperti sidomukti, sekar jagad, wahyu tumurun, parang kusuma, batik lasem, dan lain-lain, harus ada desain batik yang inovatif, mengikuti perkembangan zaman. Sesekali perlu juga desain yang atraktif yang menyentuh selera anak muda. Dengan begitu, batik semakin akrab dengan siapa saja, bukan hanya dominasi kaum tua.

Sekarang sudah banyak orang mengenakan batik dalam berbagai kesempatan, tidak hanya dalam acara-acara resmi. Dulu, orang memakai batik dipadukan dengan jeans dibilang aneh, batik dimasukkan juga naif. Sekarang, it’s okay. Semua pakai batik, everytime, everyday orang pakai batik. Kegunaannya pun semakin beragam. Selain sebagai pakaian, batik juga dimanfaatkan untuk dekorasi rumah dan kantor, bahkan sampai dengan alas kaki, dompet, organizer, tas, hiasan pemanis pada tempat tissue, dan lain-lain. Inilah kreativitas, inovasi.

Soal daya saing internasional, produk batik kita banyak yang sudah go international. Ini sangat membanggakan dan harus terus dikembangkan. Kreativitas dan inovasi harus terus ditingkatkan agar produk batik Nusantara tetap dicinta dan diminati. Kualitas dan standar produk harus disesuaikan dengan permintaan pasar. Dalam hal ini peranan dukungan teknologi untuk peningkatan kualitas dan produktivitas serta introduksi design kepada pelaku usaha sangat penting. Untuk itu, akses serta transfer of knowledge and technology bagi UMKM menjadi penting agar semakin kreatif dan inovatif.

Pengembangan usaha batik juga harus berpedoman pada 3K, yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, serta menjaga kontinyuitas produksi, agar dapat memenuhi permintaan pasar secara berkesinambungan. Yang tidak kalah penting, Perajin dan UMKM batik harus memperluas jejaring komunikasi berbasis Internet untuk memperoleh akses pasar yang lebih luas. Penggunaan QRIS pun tak kalah penting di sini. Mbah Minto saja belanja pakai QRIS, masa kita tidak?

Satu hal yang mesti mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, yaitu terkait dengan limbah industri batik yang acap menyokong pencemaran di sana-sini, terutama aliran sungai, misalnya di Bengawan Solo. Kita tahu, tak sedikit warga yang menggantungkan hidup atas budi baik sungai.

Itulah kemudian, kita perlu melakukan edukasi dan advokasi kepada masyarakat dan pabrik untuk tetap merawat kebersihan dan menjaga lingkungan. Edukasi dan revitalisasi IPA. Selain itu, penting adanya pengawasan dan penindakan tegas dari aparat bagi pemasok pencemaran lingkungan. Begitu pula, model auto pengawasan secara organik warga tak kalah efektif, juga berjalin berkelindannya CRS dan PSR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya