SOLOPOS.COM - Proses pembuatan Batik Ciprat oleh para tuna daksa di Kabupaten Pati (Sumber: Indonesia.go.id)

Solopos.com, PATI — Batik adalah karya seni asli Indonesia yang sudah diakui UNESCO sejak 2 Oktober 2009 lalu. Batik sendiri sudah dibuat secara turun temurun sejak nenek moyang. Hingga berjalannya waktu, batik hadir dengan beragam macam motif dan terhitung sudah ada lebih dari 3000 motif seni batik yang menggambarkan karakter daerah masing-masing.

Salah satu karya batik yang unik adalah Batik Ciprat. Sesuai dengan namanya, cara pembuatan batik ini dilakukan dengan menciprat-cipratkan larutan malam atau bahan untuk melukis pola batik. Cara mencipratkannya dengan menggunakan tangan, sendok dan kuas atau lidi sehingga dalam pembuatannya dilakukan dengan teknik jumputan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mengutip dari Indonesia.go.id, Rabu (18/8/2021), perbedaan batik ciprat dengan batik yang lain adalah warnanya yang mencolok. Selain itu, motifnya berbeda dengan batik pada umumnya. Jika batik pada umumnya berupa pola, Batik Ciprat memiliki motif bintik-bintik.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga : Meja Akuarium Berukiran Kayu Ikuti Tren Ikan Hias

Batik Ciprat juga terbuat dari kain katun primisima berukuran 1,15 meter x 2,25 meter. Seperti batik pada umumnya, proses pembuatan batik juga menggunakan remasol, kemudian diwarnai dengan waterglass dan kemudian direbus lalu dijemur.

Yang membuat Batik Ciprat ini semakin unik adalah para pembuatnya yang berasal dari komunitas penyandang disabilitas dengan segala macam jenisnya, dari tuna grahita, tuna rungu, tuna wicara, autisme dan down syndrome. Dalam membatik, mereka tidak menggunakan pola pasti karena semua motif disesuaikan dengan keinginan masing-masing pembuat sehingga hasilnya sudah pasti berbeda-beda satu dengan yang lain.

Batik ini pertama kali dibuat pada tahun 2011 oleh seorang guru keterampilan di SLBN Semarang saat sedang melatih siswa tuna grahita berat membatik. Setelah berusaha berkali-kali, siswa kesusahan membatik menggunakan canting hingga akhirnya para siswa ini mencipratkan dan menetaskan larutan malam ke kain dengan acak sehingga warnanya menerobos pakem yang ada namun karya yang dihasilkan justru menjadi motif baru dalam seni membatik.

Baca Juga : Waduk Gembong, Tempat Alternatif Wisata Seusai PPKM

Hingga saat ini, produksi Batik Ciprat ini masih dilakukan oleh para siswa-siswi SLBN Semarang dengan diberikan merk sederhana, yaitu ESELBENS Poenya yang artinya karya buatan SLBN Semarang. Penjualannya juga sudah meluas, bukan hanya pasar nasional saja namun hingga pasar Eropa dan Asia.

Inspirasi pembuatan Batik Ciprat saat ini tidak hanya di Semarang, namun sudah menyebar ke kota-kota lain, seperti Kabupaten Pati. Dilansir dari Patikab.go.id, para anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas (PPDI) Kabupaten Pati memiliki semangat dan kreativitas tinggi untuk menghasilkan karya yang eksotis. Bahkan karya itu mampu menghasilkan rupiah dan karya yang mereka hasilkan adalah Batik Ciprat.

Karya Batik Ciprat ini menjadi juara 3 dalam ajang Pati Innovation Award 2021. Ketua PPDI Pati Suratno mengatakan dirinya dan rekan-rekannya mulai belajar membuat batik pada 2019 lalu. Mulanya, mereka belajar membatik tulis dengan menggambar motif dengan mencanting.

Sementara pihaknya mulai pembuatan batik ciprat pada 2020 lalu.  Pertimbangannya, sudah banyak produsen batik tulis di Kabupaten Pati sehingga ia dan para anggota PPDI lainya ingin menghasilkan sesuatu yang beda. Dia juga menambahkan bahwa ada delapan orang anggota PPDI yang rutin membatik. Semuanya penyandang disabilitas tunadaksa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya