SOLOPOS.COM - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Puji Astuti (kiri), saat diwawancara wartawan beberapa waktu lalu. (Solopos/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali berkomitmen serius menangani kasus Tuberkulosis (TBC). Salah satu dengan dengan membuat program dokter spesialis paru mendekat ke masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Puji Astuti, mengatakan sebelumnya program dokter spesialis  yang terjun ke masyarakat telah dilakukan oleh dokter kejiwaan yang menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Jadi kami mau mereplikasi tentang pelayanan ke masyarakat menjadi lebih baik dan lebih dekat. Kemudian ada niatan juga dari RSUD Pandan Arang ditambah dokter spesialis parunya, dr. Nugroho, ingin mendekatkan pelayanan paru ke masyarakat,” ujar Puji saat berbincang dengan Solopos.com di kantornya, Senin (26/9/2022).

Ia mengatakan penyakit TBC memiliki sifat seperti gunung es. Banyak pasien yang sakit merasa tidak sakit, atau yang sudah terlanjur sakit tapi Dinkes Boyolali tidak tahu.

Hal tersebut, kata Puji, karena penderita TBC merasa malu. Penyakit TBC masih dianggap sebagai aib sehingga masyarakat perlu diedukasi terkait hal itu.

Baca juga: Setiap Jam 11 Orang Meninggal Akibat Tuberkulosis

“Namanya paru kan ada potensi untuk menularkan di sekitarnya. Kalau kami datang, kami bisa tahu kondisi sekitarnya seperti apa, misal sanitasinya bagaimana. Namun kalau yang datang langsung dokter spesialis, pasien merasa begitu diperhatikan dan bisa langsung berkonsultasi dengan beliau,” kata dia.

Ia mengatakan penyebab TBC adalah Mycrobacterium Tuberculosis. Kemudian dipengaruhi oleh lingkungan dan sanitasi yang buruk.

Baik itu air, lingkungan kumuh, pencahayaan matahari kurang, rumah yang lembab, dan orang penderita TBC yang membuang dahaknya sembarangnya.

Lebih lanjut, Puji mengatakan program dokter spesialis paru masuk ke desa sudah diinisiasi dan akan dilakukan secepatnya.

“Semakin cepat kami menemukan, semakin cepat kami obati, kemudian bakteri menjadi tidur dan tidak bisa menularkan ke mana-mana,” kata dia.

Baca juga: 24 Maret Hari Tuberkolosis Sedunia, Begini Faktanya di Indonesia

Sementara itu, dokter spesialis paru RSUD Pandan Arang, dr. Yustinus Slamet Nugroho, Sp.P, mengungkapkan satu pasien dalam 11 jam meninggal karena TBC.

Di Boyolali sendiri, jelas Nugroho, pada 2021 terdapat 29 kasus kematian akibat TBC. Kemudian dari Januari hingga September ini, telah terdapat 23 kematian akibat TBC di Boyolali.

“Pasien TB paru kami sampai bulan ini ada 416 orang dan kebanyakan dari mereka itu kelas menengah ke bawah jadi golongan tidak mampu. Kebanyakan juga pasien TB paru juga penderita HIV,” terangnya saat dijumpai Solopos.com, Rabu (28/9/2022).

Nugroho menjelaskan pasien TBC serta HIV yang ia tangani juga kebanyakan masih berada di usia produktif. Akibat terkena penyakit tersebut, kinerja pasien menurun.

Ia juga mengatakan selama ini akses pasien TBC yang menderita gawat darurat juga kurang. Maka dari itu, sebagai dokter spesialis paru dirinya ingin mempermudah akses.

Baca juga: Kenali Gejala Flek Paru-Paru Seperti Diidap Hanna Kirana

“Jadi nanti ada kartu akses dokter spesialis, nanti ada nomor dokter spesialisnya, puskesmasnya, kemudian faskes [fasilitas kesehatannya], kemudian ada bidan desa. Jadi nanti pasien bisa langsung komunikasi langsung dengan saya melalui WA,” jelasnya.

Ketika di lapangan, Nugroho mengatakan akan mengedukasi masyarakat terkait TBC. Ia mengatakan penderita TBC mendapatkan stigma sehingga mereka malas untuk bersosialisasi.

Selain itu, ketika pasien TBC bekerja, reaksi dari masyarakat juga tidak menyenangkan. Sehingga, ia ingin mengedukasi masyarakat.

“Ada pasien TBC yang kami terapi selama dua minggu, akhirnya dia bisa bekerja dengan menggunakan masker. Bisa beraktivitas,” kata dia.

Nugroho berpikir ketika akses masyarakat terkait TBC dipermudah, maka tingkat kesadaran masyarakat tentang kesehatan akan tinggi. Ketika masyarakat sehat maka otomatis kesejahteraan masyarakat Boyolali akan naik.

Baca juga: TUBERKOLOSIS : Hingga Maret, Jumlah Pengidap TBC Mencapai 389 Orang



Ia menjelaskan Bupati Boyolali, M. Said Hidayat, telah berkomitmen pada 2030 eradikasi TBC di Boyolali selesai.

“Saya juga punya target, tahun depan [2023], tidak ada yang meninggal karena TB. Selain menurunkan tingkat kematian, juga menurunkan tingkat penularan. Sebab ketika masyarakat diedukasi, akhirnya penularan TB bisa ditekan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya