SOLOPOS.COM - Barongan tua itu diletakkan di kantor Kepala Desa Pulung Merdiko, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo Senin (3/8/2022). (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Di Desa Pulung Merdiko, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, terdapat barongan reog tua yang disebut-sebut dibuat sekitar tahun 1900-an. Barongan reog tua itu dipercaya memiliki sisi mistis. Untuk itu, setiap Jumat kliwon, warga memberikan sesajen di reog tua itu.

Barongan reog tua itu diberi nama Mbah Kliwon. Barongan itu disimpan di ruang Kepala Desa Pulung Merdiko dan ditempatkan di rak pajangan kayu.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Suroso, Kepala Desa Pulung Merdiko, mengatakan barongan tua sudah mulai dimuseumkan di Balai Desa sejak tahun 1980. Konon, barongan itu generasi paling tua dan dibuat sekitar tahun 1900.

”Dibuat tahun 1900-an. Barongan lama ini dinamakan Mbah Kliwon oleh para sesepuh di sini,” kata Suroso ketika ditemui di Kantor Desa Pulung Merdiko, Senin (3/8/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Ngaku untuk Berobat Anak, Pria Ini Berkali-Kali Bobol Kotak Amal di Ponorogo

Konon, cerita dari turun temurun, barongan tua itu terbuat dari siluman manusia yang berubah menjadi harimau. Saat itu, masyarakat percaya jika ingin menjadi harimau harus salto sebanyak tujuh kali.

Suroso mengatakan manusia itu tidak sampai salto tujuh kali dan hanya menjadi setengah manusia dan setengah harimau. Sebab, sudah ketahuan masyarakat dan langsung diburu.

“Akhirnya manusia harimau itu dibunuh dan kulitnya dijadikan barongan reog,” ungkapnya.

Ukuran dan bentuk barongan dan dadak merak reog pada tahun 1900-an itu berbeda dengan barongan modern. Ukuran barongan maupun dadak merak lebih kecil dan dimainkan oleh dua orang. Satu orang memegang barongannya.

Baca Juga: Kasatlantas Madiun Tak Jadi Laporkan Jurnalis yang Tak Sengaja Pegang Istrinya

Suroso mengaku masih sempat menonton bagaimana pertunjukan barongan Mbah Kliwon itu dimainkan. Pada tahun 1970-an, ada pertunjukan reog untuk perayaan hari kemerdekaan. Saat itu, posisi barongan Mbah Kliwon harus berada di depan kirab.

“Barongan Mbah Kliwon ini juga punya musuh dari Desa Wotan. Setiap ketemu biasanya mereka tarung,” jelasnya.

Barongan Mbah Kliwon itu sempat dibuang lantaran sudah jelek dan tidak layak dipakai. Barongan itu dibuang di sungai. Namun, tidak lama kemudian barongan itu kembali lagi. Maka, sampai saat ini masyarakat tetap menghormati dan mempercayai bahwa ada sisi mistis di dalamnya.

Baca Juga: Lima Orang Diperiksa Terkait Kasus Percaloan PPPK di Ponorogo

Suroso mengatakan meskipun bentuknya sudah buruk, masyarakat tetap melestarikannya sebagai aset budaya. Sebab, barongan Mbah Kliwon ini merupakan bentuk reog pertama dan jadi referensi sejarah.

”Setiap Jumat kliwon kami kasih sesaji juga. Ada parfum fanbo, rokok gerindro, dan kembang Wangi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya