SOLOPOS.COM - Politikus Edy Mulyadi mengkritik perpindahan Ibu Kota baru. (Instagram/@fakta.indo)

Solopos.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri melayangkan surat panggilan kedua kepada Edy Mulyadi disertai surat perintah membawa paksa jika wartawan senior tersebut menolak hadir.

Edy Mulyadi dijerat kasus ujaran kebencian terkait ucapannya tentang Kalimantan sebagai tempat jin membuang anak.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Perintah membawa paksa itu diungkapkan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto setelah Edy Mulyadi mangkir dari pemanggilan pertama sebagai saksi pada Jumat (28/1/2022).

“Panggilan kedua dengan perintah membawa,” kata Agus seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Ekspedisi Mudik 2024

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil koordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Siber pemanggilan kedua terhadap Edy Mulyadi dapat disertakan dengan perintah membawa yang bersangkutan.

Baca Juga: Singgung Arteria Dahlan, Edy Mulyadi Tak Penuhi Panggilan Bareskrim

Menurut dia, penyidik memiliki mekanisme dan membuat rencana penyidikan terkait perkara tersebut. Aturan tersebut adalah Pasal 112 KUHAP ayat (1) dan (2) serta Pasal 113 yang menerangkan mekanisme pemanggilan terhadap saksi dalam sebuah perkara.

“Kalau enggak pas silakan saja tempuh jalur praperadilan,” ucap Agus.

Sementara itu, Herman Kadir, kuasa hukum Edy Mulyadi, menyebutkan kedatangannya ke Bareskrim Polri untuk mewakili kliennya memenuhi panggilan pertama penyidik dengan menyerahkan surat penundaan pemanggilan.

Baca Juga: Sering Dikritik, Yusuf Mansur Doakan Yang Terbaik untuk Edy Mulyadi

Menurut Herman, kliennya tidak dapat hadir karena ada halangan, selain itu, pemanggilan terhadap kliennya tidak sesuai dengan KUHAP.

“Kedatangan kami mau memasukkan surat penundaan ini dulu,” ujar Herman.

Herman berpendapat, pemanggilan terhadap kliennya minimal dilakukan tiga hari setelah perkara naik penyidikan. Ia menghitung baru dua hari kliennya sudah dipanggil.

“Intinya itu sudah tidak sesuai dengan KUHAP. Kami minta itu diperbaiki lagi surat pemanggilan,” katanya.

Dijelaskan dalam Pasal 112 KUHAP ayat (1) Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.

Baca Juga: Dipanggil Jumat, Status Youtuber Edy Mulyadi Tersangka?

Dan ayat (2) Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Berikutnya Pasal 113 berbunyi, jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.

Laporan terhadap Edy Mulyadi terkait dengan pernyataannya yang menyebutkan Kalimantan Timur yang menjadi Ibu Kota Negara (IKN) merupakan tempat jin buang anak.

Salah satu kutipan Edy Mulyadi yang diduga menghina Kaltim di konferensi persnya berbunyi “Ini ada sebuah tempat elite, punya sendiri yang harganya mahal, punya gedung sendiri, lalu dijual, pindah ke tempat jin buang anak (IKN baru)”.

Baca Juga: Disebut Tempat Jin Buang Anak, Kalimantan Lebih Kaya dari Jawa

Sebelumnya, Youtuber Edy Mulyadi tak memenuhi pemeriksaan Bareskrim Polri pada Jumat (28/1/2022) karena merasa kasusnya dibedakan dengan kasus yang menimpa anggota DPR dari PDIP, Arteria Dahlan.

Seperti diketahui, Arteria juga sedang ramai diperbincangkan karena dianggap menyinggung SARA setelah dalam rapat DPR memprotes penggunaan bahasa Sunda oleh pejabat Kejati Jawa Barat.

Penasihat hukum Edy Mulyadi, Herman Kadir mengatakan perkara kliennya dan Arteria Dahlan merupakan kasus serupa. Namun dia mengaku kecewa dengan Polri yang hanya berani kepada kliennya sedangkan Arteria Dahlan yang telah menghina suku Sunda tidak diproses hukum.



“Ini jelas tidak adil. Kami ingin klien kami juga diperlakukan sama seperti Arteria Dahlan,” kata Herman saat dimintai konfirmasi Bisnis dan dikutip Solopos.com, Jumat (28/1/2022).

Herman menduga alasan Polri takut memproses hukum Arteria Dahlan karena politisi tersebut berasal dari partai penguasa. Sehingga, menurut Herman, Arteria Dahlan diistimewakan kepolisian.

“Kader PDIP pun serupa kasusnya tapi diistimewakan, apa karena dia berasal dari partai penguasa,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya