SOLOPOS.COM - Perahu wisata yang mengalami kecelakaan di Waduk Kedungombo, Kemusu, Boyolali, Sabtu (15/5/2021). (Solopos/Akhmad Ludiyanto)

Solopos.com, SOLO — Balai Pemasyarakatan atau Bapas Solo telah menunjuk Pembimbing Kemasyarakatan (PK) untuk mendampingi GT, 13, juru mudi perahu dalam tragedi perahu terbalik di Waduk Kedukombo, Kemusu, Boyolali, beberapa waktu lalu. Bapas Solo langsung menggelar proses penelitian masyarakat (litmas) sebagai bekal proses hukum anak di bawah umur itu.

Kepala Bapas Solo, Susana Tri Agustin, saat dijumpai wartawan, Kamis (20/5/2021), mengatakan pendampingan itu menyusul surat permohanan dari Polres Boyolali pada Selasa (18/5/2021) lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Setelah menerima surat itu, Bapas langsung menggelar rapat internal dan menunjuk PK untuk mendampingi GT. Sebagai langkah awal, Bapas Solo, segera menyelesaikan proses litmas untuk menindaklanjuti pendampingan pada anak.

Baca juga: Bocah 13 Tahun Jadi Nahkoda Perahu di WKO Boyolali, KPAI: Itu Pekerjaan Terburuk

Menurutnya, proses litmas harus selesai kurang dari tujuh hari. Litmas melibatkan beberapa petugas sebagai verifikator, pengawas, dan pengawasan struktural.

“Litmas tentunya wawancara dengan klien, orang tua, pemerintah setempat, dan jika memungkinkan keluarga korban. Semua unsur harus terpenuhi. Setelah selesai, kami menunggu proses penyidikan di kepolisian,” papar dia.

Ia menegaskan jika sudah mengetahui hasil litmas dapat menjadi rekomendasi proses diversi kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. Menurutnya, Bapas Solo selalu mengutamakan proses diversi atau proses pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke luar proses di luar peradilan pidana.

“Makanya harus tahu hasil litmas dulu. Belum tentu dia ditahan, PK memperjuangkan kepentingan anak,” papar dia.

Baca juga: Pekerjakan Bocah, Pemilik Warung Apung di WKO Boyolali Terancam 10 Tahun Penjara

Sementara itu, Kasi Bimbingan Klien Anak Bapas Solo, Saptiroch Mahanani, mengatakan sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH), GT tetap harus memperoleh hak-haknya seperti pendidikan, perlindungan, dan hak-hak lain.

Pendidikan Psikolog

Petugas Bapas juga fokus mendampingi mental atau psikologis anak. Ia menjelaskan mayoritas PK Bapas Solo berlatar belakang pendidikan psikolog.

“Kita mendampingi anak tidak menggunakan seragam supaya terkesan kami dan klien seperti orang tua dengan anak,” papar dia.

Ia menambahkan pendampingan dan pengawasan terhadap GT tetap dilakukan meskipun proses hukum telah selesai. Hal itu menjadi perhatian utama agar GT bisa kembali ke lingkungan seperti sebelum kejadian itu terjadi.

Baca juga: Jadi Tersangka, Ini Ancaman Hukum Nahkoda Perahu Maut di WKO Boyolali

Lebih lanjut, dia menerangkan sejauh ini sudah ada 30 anak yang memperoleh pendampingan Bapas Solo. Mayoritas anak-anak itu terjerat kasus perkelahian sesama anak.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, hukum mengenai peradilan pidana Anak diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dalam pasal 5 ayat (1) UU SPPA disebutkan bahwa sistem peradilan Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.

Lalu, Dalam pasal 1 ayat (6) menyebutkan keadilan restoratif yakni penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Salah satu dari proses pengadilan anak adalah adanya diversi dengan pendekatan keadilan atau peradilan berbasis musyawarah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya