SOLOPOS.COM - Wakil Ketua DPRD Sragen Bambang Widjo Purwanto (kiri) dan anggota Komisi IV DPRD Sragen Fatchurrahman saat inpeksi mendadak di BLUD RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, Rabu (7/2/2018). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Dua anggota DPRD Sragen sidak ke RSUD Sragen menyusul banyaknya isu miring terkait perekrutan pegawai BLUD tersebut.

Solopos.com, SRAGEN — Dua legislator DPRD Sragen melakukan inspeksi mendadak ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro, Sragen, Rabu (7/2/2018).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka ingin meminta klarifikasi terkait isu-isu miring yang menyinggung DPRD, duplikasi nama, nomor, dan tempat duduk peserta, serta ribuan pendaftar yang gugur pada seleksi administrasi perekrutan pegawai BLUD tersebut.

Dua wakil rakyat itu adalah Wakil Ketua DPRD Sragen Bambang Widjo Purwanto dari Fraksi Partai Golkar dan anggota Komisi IV DPRD Sragen Fatchurrahman dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB). Mereka langsung masuk ke ruang kerja Direktur BLUD RSUD Sragen Didik Haryanto.

Wakil Direktur Umum RSUD Sragen Udayanti dan panitia rekrutmen pegawai RSUD Sragen Setyawan T.P. kemudian menyusul masuk. Jumlah pendaftar calon pegawai non-PNS di RSUD Sragen tercatat 3.615 orang padahal lowongan yang tersedia hanya 139 orang. Dari hasil seleksi administrasi, peserta rekrutmen pegawai yang lolos sebanyak 836 orang.

“Seharusnya seleksi administrasi itu tidak mungkin menggugurkan 2.779 orang peserta. Dasarnya apa menggugurkan peserta sampai ribuan orang itu? Penyaringan 1:8 dalam seleksi administrasi itu tidak fair,” ujar Bambang Widjo Purwanto mengawali dialog dengan Didik. (Baca: Bupati Sragen Jengkel Dengar Kabar Perekrutan Pegawai RSUD Disusupi Makelar)

Politikus Partai Golkar itu juga menemukan adanya duplikasi nama peserta pada ujian tertulis yang berlangsung pada Minggu (4/2/2018) lalu. “Ini satu orang tetapi memiliki dua nomor peserta ujian dan dua nomor tempat duduk. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Kemudian ada kabar yang menuding DPRD ikut-ikutan dalam rekrutmen pegawai. Kami datang ke sini untuk mengklarifikasi itu semua,” ujarnya.

Legislator Komisi IV DPRD Sragen, Fatchurrahman, menambahkan banyak pejabat yang diisukan ikut titip peserta bahkan kabarnya sampai sudah menerima uang Rp10 juta per orang. Dia menyebut ada pejabat A, B, C, D yang dituding titip 30 peserta dengan uang muka Rp10 juta per orang.

Dia tidak percaya dengan isu itu tetapi belum sempat klarifikasi kepada para pejabat yang nama-namanya disebut. “Kalau isu itu dibiarkan maka bisa menjadi fitnah yang tidak baik. Kami perlu detailnya seperti apa,” katanya.

Di sisi lain, Fatchurrahman juga menerima aduan dari masyarakat yang mempertanyakan penerimaan pegawai non-PNS di RSUD Sragen, terutama berkaitan dengan seleksi administrasi. Dia menginginkan 10 kriteria yang disetujui panitia itu dipaparkan ke publik.

“Seleksi pegawai di RSUD ini rawan terjadi gugatan dari masyarakat yang merasa dirugikan,” katanya.

Baik Bambang dan Fatchurrahman berencana memanggil pihak-pihak terkait ke DPRD Sragen pada Jumat (9/2/2018). Mereka akan meminta klarifikasi dan penjelasan dari panitia dan dari tim perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai pelaksana seleksi pegawai itu.

Sementara itu, Direktur BLUD RSUD Sragen Didik Haryanto menjelaskan 10 kriteria itu sudah disepakati panitia yang juga menghadirkan Sekretaris Daerah (Sekda), Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP), kepala dinas, kabag Hukum, dan Asisten III Setda Sragen. Dari 10 kriteria itu, ujar dia, perguruan tinggi yang ditunjuk menerapkan sistem 1:8, artinya kebutuhan formasi dikalikan delapan untuk penyaringan administrasi.

“Misalnya formasi perawat itu 10 orang maka penyaringan diambil minimal 80 orang pendaftar perawat. Misalnya 100 orang pendaftar perawat, pendaftar itu diranking berdasarkan ketentuan, salah satunya indeks prestasi [IP]. Kalau ada IP 3.0 masuk di 80 besar tetapi masih ada peserta dengan IP yang sama tetap dimasukkan. Artinya, angka 80 itu bukan angka mati,” ujarnya.

Kemudian terkait duplikasi nama peserta itu disebabkan peserta IM mendaftar secara online dengan memasukan dua nomor induk kependudukan (NIK) padahal NIK dalam kartu tanda penduduk (KTP) yang dimiliki hanya satu. Walaupun muncul dua nomor pendaftar, kata dia, yang dipakai nomor berdasarkan NIK di KTP yang bersangkutan sehingga yang satu nama lagi gugur secara otomatis.

“Kami akan memanggil peserta itu untuk dimintai keterangan terkait dengan maksud dan tujuan memasukkan dua NIK yang sampai mengacau sistem. Peserta itu juga harus bertanggung jawab dan kemungkinan diberi sanksi,” tuturnya.

Terkait dengan isu-isu negatif yang menyinggung DPRD, Didik tidak pernah menyampaikan hal itu ke publik lewat media massa. Kalau ada orang yang mendekatinya, menurut dia wajar tetapi tidak menyebut lembaga atau nama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya