SOLOPOS.COM - Seorang warga melintasi gapura pintu masuk Dukuh Bakung, Desa Pringanom, Masaran, Sragen yang tergenang air sedalam di atas lutut orang dewasa saat banjir melanda dukuh tersebut, Minggu (19/6/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Banjir Sragen terjadi di Masaran akibat luapan Bengawan Solo.

Solopos.com, SRAGEN — Banjir Sragen terjadi akibat luapan Bengawan Solo, Sabtu (18/6/2016) malam hingga Minggu (19/6/2016). Banjir di wilayah Pringanom Masaran membuat areal persawahan bak lautan karena terendam air.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Warga membawa dagangan mi instan dengan menggunakan sepeda angin yang ditutun melewati genangan air di jalan masuk ke Dukuh Bakung, Desa Pringanom, Masaran, Sragen, Minggu (19/6/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Warga membawa dagangan mi instan dengan menggunakan sepeda angin yang ditutun melewati genangan air di jalan masuk ke Dukuh Bakung, Desa Pringanom, Masaran, Sragen, Minggu (19/6/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen, Heru Wahyudi, menyampaikan hasil penyisiran satuan tugas (Satgas) BPBD, dari sekian wilayah di sepanjang aliran Bengawan Solo, hanya di wilayah Pringanom yang paling parah. Heru mengakui ada 11 rumah yang terendam banjir. (Baca Warga Masaran Butuh Air Bersih)

“Mereka sudah diberi bantuan semua. Untuk selanjutnya, kami berkoordinasi dengan PDAM [Perusahaan Daerah Air Minum] untuk membantu daerah yang kekurangan air bersih terumata di Pringanom,” kata dia.

Heru terpaksa harus membagi sif bagi Satgas BPBD karena sejak Sabtu (18/6/2016) malam mereka belum istirahat. Selain itu, Heru juga berkoordinasi dengan Kepala BPBD se-Soloraya untuk memonitor debit air Bengawan Solo dan anak sungainya.

“Kami masih terus memantau debit air Bengawan Solo. Kami belum bisa tidur selama masih ada genangan air,” katanya.

Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati bersama Wakil Bupati (Wabup) Dedy Endriyatno turun ke lapangan untuk mengecek lokasi banjir. Mereka bersilaturahmi untuk meringankan beban para warga yang terkena dampak banjir.

Anak-anak bermain perahu pisang di Dukuh Bakung, Desa Pringanom, Masaran, Sragen, Minggu (19/6/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Anak-anak bermain perahu pisang di Dukuh Bakung, Desa Pringanom, Masaran, Sragen, Minggu (19/6/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

“Kami mengutamakan darurat bencana dulu. Banjir kali ini tak seperti 2007 lalu. Kendati demikian, kami prihatin dengan musibah ini. Areal pertanian yang terkena dampak akan didata dan ke depan akan diberi bantuan bibit dan pupuk. Kami akan berlakukan Perda Pemberdayaan Petani dalam menyikapi tanggap darurat banjir,” ujar Yuni saat ditemui wartawan di Pilang.

Seorang petani asal RT 011 Dukuh Bakung, Desa Pringanom, Masaran, Ngadiyo, 55, mengaku dua patok sawah yang siap panen miliknya terendam banjir. Dia memastikan harga gabahnya akan anjlok dari Rp4.000/kg menjadi Rp3.000/kg karena kadar airnya menjadi tinggi. Dia mengaku rugi sampai 30% bila dibandingkan dengan biaya produksi.

“Sebenarnya tinggal menunggu antre threser saja untuk panen. Belum sempat dapat antrean sudah tergenang air duluan. Setelah surut pun kalau mau panen butuh biaya tinggi. Gabah basah begini kalau dipanen butuh biaya sampai Rp1 juta per patok,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya