SOLOPOS.COM - Kerusuhan di Jayapura, Papua, 29 Agustus 2019. (Antara/Indrayadi)

Solopos.com, JAKARTA -- Tim Pembela Kebebasan Pers menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kominfo yang menyatakan banding dalam perkara blokir akses Internet di Papua 2019 lalu. Pemerintah telah dinyatakan bersalah atas pemutusan Internet pascaprotes rasisme aparat dan ormas terhadap mahasiswa Papua.

Pemerintah dinyatakan bersalah melalui Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 230/G/TF/2019/PTUN-Jakarta tanggal 3 Juni 2020. Sedangkan informasi tentang banding Presiden ini diketahui Tim Pembela Kebebasan Pers melalui surat pemberitahuan pernyataan banding dari PTUN Jakarta 16 Juni 2020.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dokter Puskesmas di Madiun Positif Covid-19, Setelah Didatangi Ibunya dari Surabaya

"Keputusan untuk mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta soal blokir internet di Papua dan Papua Barat merupakan hak Presiden dan Menkominfo. Namun Tim Pembela Kebebasan Pers menyayangkan karena pemerintah tidak mau belajar dari putusan majelis hakim yang dengan gamblang memutus perkara ini dengan berbagai pertimbangan," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan, dalam keterangan tertulis, Jumat (19/6/2020).

Pemerintah juga dinilai tidak belajar dari gugatan-gugatan lainnya di mana mereka terus kalah. Manan mencontohkan gugatan kebakaran hutan di Kalimantan, gugatan Ujian Nasional dan lainnya.

Lonjakan 81 Kasus Baru Covid-19 di Semarang dalam Sehari, Mayoritas Nakes

Sebelumnya, majelis hakim menyatakan tergugat I (Kementerian Kominfo) dan Tergugat II (Presiden RI) bersalah. Tindakan melakukan perlambatan dan pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus dan September 2019 lalu adalah perbuatan melanggar hukum.

"Gugatan Tim Pembela Kebebasan Pers memenuhi syarat dengan mekanisme gugatan legal standing. Hakim juga menyatakan gugatan jelas atau tidak kabur. Soal gugatan terhadap Presiden RI, kata hakim bukan merupakan error in persona. Presiden dinilai bisa digugat karena tidak melakukan kontrol dan koreksi terhadap bawahannya dalam pelambatan dan pemblokiran internet ini," lanjut Manan.

Belasan Rumah di Madiun Rusak Akibat Bentrok Pesilat

Langgar UU ITE

Majelis hakim juga menilai tindakan pemutusan akses internet di Papua ini menyalahi sejumlah ketentuan perundang-undangan. Antara lain, Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menjadi dasar hukum Kemenkominfo memblokir internet.

Majelis hakim menilai kewenangan pemerintah dalam pasal itu hanya pemutusan akses terhadap terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik yang “bermuatan melawan hukum”. Artinya, tidak ada wewenang pembatasan apalagi pemutusan akses internet.

Bentrok Pesilat Madiun: Rumah Dilempari Batu, Penghuni Patah Tulang

Selain itu, hakim juga menyatakan alasan diskresi Kemkominfo untuk perlambatan pemutusan internet di Papua tidak memenuhi syarat dalam UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintah. Pengaturan diskresi dalam UU Administrasi adalah satu kesatuan secara komulatif, bukan alternatif. Tujuannya hanya untuk; melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; mengisi kekosongan hukum; memberikan kepastian hukum; dan sebagainya.

Melukai Rasa Keadilan

Atas pernyataan banding Presiden dan Menteri Komunikasi, Tim Pembela Kebebasan Pers menyayangkan sikap Presiden Jokowi dan Menkominfo. Tim menilai sikap pemerintah yang tidak terima putusan hakim soal pemutusan internet di Ppaua justru hanya memperpanjang proses pengadilan.

Kasus Kematian Pasien Covid-19 di Jateng dan Jatim Tertinggi di Indonesia

"Pengajuan banding ini akan melukai hati dan rasa keadilan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat yang menjadi korban perlambatan dan pemutusan akses internet Papua. Karena memperpanjang pengadilan dengan pengajuan banding," kata Ketua LBH Pers, Ade Wahyudin, dalam keterangan yang sama.

Tim juga menilai upaya banding ini juga semakin menegaskan pemerintah tidak memahami fungsi dan peran peradilan. Mereka juga dinilai tidak mau menerima partisipasi dan koreksi dari masyarakat.

Tukang Tambal Ban Dipeluk Dokter Telanjang di Surabaya: Saya Diajak

"Ini juga sesuai dengan kekhawatiran kami, bahwa pemerintah menganggap langkah-langkah hukum yang diambil masyarakat dan dihargai konstitusi dianggap sebagai lawan dan gangguan. Tim Pembela Kebebasan Pers siap menghadapi banding pemerintah dan meyakini putusan majelis hakim di pengadilan tinggi akan kembali memenangkan atau menguatkan putusan PTUN Jakarta."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya