SOLOPOS.COM - Perajin di Desa Melikan, Kecamatan Wedi membikin keramik menggunakan teknik putaran miring, Rabu (24/11/2021). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Perajin gerabah di Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten, membentuk kelompok kecil yang bakal bergerak mendapatkan legalitas lahan sebagai sumber bahan baku tanah liat. Langkah itu ditempuh karena ketersediaan lahan sumber bahan baku kian menipis mengancam eksistensi kerajinan gerabah di Melikan.

Melikan merupakan desa di ujung Kecamatan Wedi yang berbatasan dengan Desa Paseban, Kecamatan Bayat. Secara turun-temurun, warga Melikan menggeluti usaha sebagai perajin gerabah. Ciri khas kerajinan gerabah di desa tersebut yakni teknik pembuatan yang dilakukan dengan putaran miring untuk benda-benda yang berukuran kecil.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu perajin, Sukanta, mengatakan saat ini sekitar 250 keluarga di Melikan yang menggantungkan hidup mereka sebagai perajin gerabah. Selain di Melikan, sekitar 100 keluarga di kampung sekitar Melikan yang juga menggeluti usaha sebagai perajin gerabah.

Baca Juga: SMKN 1 Rota Bayat Jadi Jujugan Pelatihan Batik Pewarna Alami dari Tanah

“Saat pandemi Covid-19 ini justru jumlah perajin berkembang,” kata Sukanta saat ditemui di kantor desa setempat, Rabu (24/11/2021).

Bahan baku utama gerabah berasal dari tanah liat. Sebelum 1980-an, perajin memanfaatkan tanah liat yang ada di perkarangan rumah mereka. Seiring perkembangan zaman dengan pertambahan penduduk, ketersediaan tanah kian sempit. Perajin mulai memanfaatkan tanah liat yang ada di tanah kas desa setempat seluas 2 hektare (ha).

Hanya, ketersediaan tanah liat pada tanah bengkok tersebut kian menipis. Diperkirakan, ketersediaan tanah liat di tanah bengkok tersebut habis dalam rentang lima tahun mendatang. Jika tak ada lahan lainnya di desa setempat yang bisa menjadi sumber bahan baku, eksistensi kerajinan gerabah di Melikan terancam.

Baca Juga: Inspiratif, Desa Jarum Klaten Bikin Batik Pewarna Alam dari Tanah Liat

Sukanta mengatakan ada potensi sumber tanah liat yang berdekatan dengan perkampungan sentra kerajianan gerabah. Potensi lahan itu berupa gundukan-gundukan tanah. “Kalau bisa dimanfaatkan, satu gundukan saja bisa cukup untuk kebutuhan bahan baku 100 tahun mendatang,” kata Sukanta yang juga Sekretaris Desa Melikan.

Namun, warga tak bisa mengambil tanah liat di tempat tersebut. Pasalnya, lokasi gundukan masuk ke wilayah di bawah pengelolaan Perhutani. Upaya warga agar bisa mendapatkan legalitas untuk memanfaatkan tanah liat di lahan tersebut terus dilakukan. Bahkan, sejumlah pejabat sudah pernah diajak langsung ke lokasi. Hanya saja, upaya itu hingga kini belum membuahkan hasil.

“Lokasinya sangat strategis. Di sebelah timur dan selatan itu berbatasan dengan jurang. Sementara, dengan tanah kas desa itu berjarak sekitar 5 meter. Kami sudah coba tawarkan untuk bisa memanfaatkan lahan itu dengan simbiosis mutualisme. Lahannya dibuat terasering dan tanahnya bisa diambil untuk bahan baku perajin. Kami juga sudah siap untuk melakukan reboisasi,” kata Sukanta.

Baca Juga: Anggaran Turun, PKK Klaten Harus Tetap Dukung Ketahanan Pangan Keluarga

 

Pantang Menyerah

Perajin di Melikan tak patah arang demi mendapatkan legalitas lahan di kawasan pengelolaan Perhutani yang sebagian mereka manfaatkan untuk sumber bahan baku tanah liat. Perajin kini membentuk kelompok kecil yang bakal intensif melakukan upaya mendapatkan legalitas lahan di kawasan Perhutani tersebut dengan mendatangi gubernur hingga berdiskusi dengan direksi Perhutani.

Sukanta berharap bisa segera ada lampu hijau alias izin memanfaatkan lahan Perhutani sebagai sumber bahan baku kerajinan gerabah. Ketersediaan bahan baku saat ini sangat dibutuhkan demi menopang kehidupan ratusan keluarga yang menggantungkan hidup mereka dari kerajinan gerabah.

Sukanta mengakui selama ini para perajin juga mendatangkan tanah liat dari luar wilayah seperti dari Desa Gununggajah dan Kebon di Kecamatan Bayat. Hanya, bahan baku dari luar desa itu sebatas untuk campuran.

Baca Juga: Dukung Operasi Zebra Candi 2021, Kommpol Klaten Tolak Knalpot Brong

Bahan baku utama tetap berasal dari tanah liat di wilayah Melikan yang dinilai berkualitas bagus untuk pembuatan gerabah. “Kalau hanya menggunakan bahan baku dari luar, biasanya gerabah pecah saat dibakar,” kata dia.

Kepala Desa Melikan, Purwanto, membenarkan saat ini kendala utama para perajin yakni ketersediaan bahan baku yang kian menipis. Dia menjelaskan beberapa waktu lalu ada pertemuan secara virtual dengan perwakilan Perhutani. Hanya, niatan untuk mendapatkan legalitas lahan di kawasan Perhutani terganjal regulasi.

“Kami sudah zoom meeting dengan Dirjen Perhutani. Memang sesuai ketentuan mengambil apa pun di sana tidak diperkenankan. Bisa diperkenankan kalau sudah ada alih fungsi dulu,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya