SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO — Sebanyak 150 pengelola usaha rekreasi dan hiburan umum (URHU) di Solo dikumpulkan tim gabungan Polresta, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) di Gedung Bhayangkara, Kottabarat, Solo, Sabtu (16/3/2013).

Pengelola URHU yang terdiri atas 120 pengelola salon dan 30 pengelola panti pijat itu sengaja diundang untuk mengikuti sosialisasi tentang aturan operasional URHU. Dalam kesempatan itu, Kasat Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polresta, Kompol Yuliana, mewakili Kapolresta, menerangkan para pengelola salon dan panti pijat sengaja dikumpulkan agar benar-benar memberi pelayanan sesuai dengan papan namanya. Dengan sosialisasi ini, dia berharap tidak ada praktik-praktik menyimpang dalam pengelolaan salon dan panti pijat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Ada salon, di luar terpasang papan salon potong rambut. Tapi setelah dicek masuk, tidak ada gunting yang dipakai untuk potong rambut. Ini kan aneh. Mestinya kalau salon perawatan rambut ya kegiatannya benar-benar perawatan rambut. Sebentar lagi kami, tim gabungan Polresta, Satpol PP dan Pariwisata [Disparbud] segera melakukan penertiban ke salon-salon dan panti pijat,” ujar Yuliana saat ditemui wartawan, Sabtu.

Yuliana mengimbau agar semua pengelola salon dan panti pijat menaati aturan yang ada agar selama melaksanakan usaha bisa tenang dan nyaman. Dia menegaskan bila ada oknum polisi yang menganggu kegiatan para pengelola salon dan panti pijat silakan laporkan ke Polresta Solo. “Termasuk bila ada oknum polisi jadi backing, juga silakan laporkan ke Polresta Solo,” tuturnya.

Terpisah, Kabid Operasi dan Pengendalian Satpol PP Solo, Bambang MBS, menemukan ada 16 pengelola salon yang belum memiliki izin hinder ordonantie (HO) atau izin lingkungan. Menurut dia, ketika petugas datang ke lokasi salon atau panti pijat jangan diartikan ada masalah dengan salon atau panti pijat itu, tapi salon dan panti pijat itu diposisikan sebagai mitra. Bambang menjelaskan tentang Peraturan Daerah (Perda) No 3/2006.

“Dalam regulasi itu menjelaskan bila ada usaha salon atau panti pijat terjadi praktik prostitusi, maka pemilik tempat dan pengelolanya akan dikenai sanksi pidana. Untuk pengelola bisa diancam dengan pidana selama-lamanya tiga bulan penjara atau denda Rp50 juta,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya