SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pajak (Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah sedang mengkaji aturan pajak berbasis gender atau jenis kelamin agar peraturan perpajakan menjadi lebih inklusif. Isu ini akan menjadi pembahasan dalam pertemuan G20 pada tahun ini, dengan Indonesia sebagai presidensi.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Wempi Saputra menjelaskan pembahasan pajak berbasis gender di Indonesia sejalan dengan agenda Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang mendorong ekonomi untuk lebih inklusif, salah satunya melalui ketentuan perpajakan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Indonesia akan mempelajari hasil kajian OECD terkait pajak berbasis gender itu, untuk kemudian menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan di dalam negeri.

Baca Juga: Disebut Raup Miliaran Rupiah Lewat NFT, Ghozali Dicolek Ditjen Pajak

Ekspedisi Mudik 2024

Pada Februari 2022, OECD akan menyampaikan kajian awalnya dan pada Juni 2022 menyusun kerangka kerja (framework) ekonomi inklusif, yang salah satunya mencakup perpajakan berbasis gender.

“Untuk pertama kalinya tax and gender itu dibahas oleh OECD di bawah agenda perpajakan internasional di Presidensi G20,” ujar Wempi dalam dialog bersama media mengenai G20, Jumat (28/1/2022) di kawasan Cikini, Jakarta, sebagaimana dikutip dari Bisnis.com.

Terdapat enam agenda perpajakan internasional yang akan menjadi pembahasan OECD dan forum G20, yakni tax package yang mencakup seluruh kebijakan perpajakan, insentif pajak, kebijakan pajak pasca-pandemi, pajak dan lingkungan, serta pajak berbasis gender.

Di Indonesia, belum terdapat pengaturan mengenai pajak berbasis gender. Menurut Wempi, ilustrasi dari aturan perpajakan berbasis gender di antaranya pemberian insentif pajak bagi perempuan yang hamil dan kemudian cuti ketika masa melahirkan karena adanya kemungkinan penurunan pendapatan.

Baca Juga: Paling Taat Pajak, Warga Kemalang Klaten Justru Merasa Dianaktirikan

Perlu terdapat afirmasi terhadap berbagai kondisi agar peraturan perpajakan memberikan keadilan berbasis gender.

“Atau mungkin itu enggak cukup, bagaimana pada saat nanti perawatan anak juga mungkin difasilitasi oleh pemerintah, jadi ada beberapa afirmasi kebijakan yang diberikan. Ini hanya contoh ilustrasi, akan digali bentuk-bentuk yang ada di negara maju bagaimana, apakah cukup dengan child care, apakah cukup dengan masalah maternity leave tadi, atau mungkin justru beyond dari itu,” ujarnya.

Wempi menyebut bahwa apabila forum G20 berhasil mengadopsi kebijakan pajak berbasis gender itu maka akan menjadi suatu warisan penting bagi perekonomian global. Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini harus memainkan peran yang besar dalam mendorong tercapainya ekonomi yang inklusif.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mencontohkan bahwa di Singapura terdapat insentif pajak bagi perempuan yang melahirkan berupa pengenaan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dua kali lipat.

Baca Juga: Kemenkeu Perpanjang Insentif PPh Nakes dan Pajak Alkes hingga Juni 2022

Hal tersebut membuat sang ibu dapat membayar pajak penghasilan (PPh) lebih sedikit setelah melahirkan atau justru tidak membayar pajak jika penghasilannya di bawah PTKP baru tersebut.

“Karena kan dia sudah harus ngurus anak, juga harus bekerja. Jadi dikasih subsidi, dikasih tunjangan oleh pemerintah. Itu hal-hal yang bisa kita pikirkan,” ujar Prastowo dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, menurutnya, salah satu negara di Afrika memberikan insentif berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi popok bayi. Hal itu memang terkesan sederhana, tetapi dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat dan menjadi wujud kebijakan ekonomi yang inklusif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya