SOLOPOS.COM - Astrid Widayani (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Astrid Widayani (JIBI/SOLOPOS/Ist)

(Solopos.com) – Di usianya yang masih pertengahan kepala dua, Astrid Widayani punya segudang kegiatan. Bahkan akhir pekan pun bukan berarti saat beristirahat baginya. Akhir pekannya diisi dengan aktivitas sebagai mahasiswi program pascasarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sedangkan pada hari-harinya yang lain perempuan kelahiran Solo 9 November ini aktif memimpin Akademi Pariwisata Widya Nusantara Solo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bukan itu saja, dia pun aktif mendampingi sang suami, Poernomo Warasto mengelola Hotel Indah Palace di Solo dan Jogja.
Aktivitasnya di bidang hospitality ini memang berakar sejak lama. Selain hobi traveling, Astrid juga pernah menjadi Denok Semarang 2006 dan Mbak Duta Wisata Jateng kategori Favorit dan Intelegensia pada 2006.

Menurutnya, pariwisata dapat menjadi denyut nadi masyarakat jika dikelola dengan benar dan mendapat dukungan dari semua pihak. Mulai dari tukang becak, seniman, pengrajin, hingga pengelola hotel dapat mengecap manisnya wisata jika tiga pilar pariwisata dapat dipenuhi. “Tiga pilar itu adalah pemerintah, swasta dan masyarakat,” terang perempuan berambut panjang ini.

Jika tiga pilar itu dapat berjalan, bersatu dan bersinergi, dunia wisata akan berkembang dan maju. Sebaliknya, jika salah satu saja tidak berfungsi, jalan dunia pariwisata akan pincang. Seperti yang terjadi di Solo. Menurutnya, dalam lima tahun ini, dunia pariwisata Solo berkembang dengan baik. Sejumlah tempat dibangun dan dipugar menjadi tempat-tempat wisata. Acara-acara bertaraf internasional rutin digelar.

“Lihat sekarang Taman Balekambang, jadi taman kota yang indah dan jadi favorit warga. Pemkot juga dinilai berhasil menggelar acara besar seperti SIPA, SIEM, Solo Batik Carnival (SBC) yang mendapat apresiasi bahkan dari dunia internasional. Ini perubahan yang sangat positif,” terangnya.

Acara semacam itu tentu membawa angin segar dunia pariwisata di Solo, yang kemudian berefek pada meningkatnya perekonomian warga Solo. Meski demikian, banyak pembenahan di sana-sini yang patut dilakukan untuk menyempurnakan diri menuju kota wisata kelas dunia. “Di Jogja, tiga pilar itu menurut saya sudah berjalan dan bersatu dengan baik. Tapi di Solo, saya melihat masih ada yang kurang, yaitu peran masyarakat,” katanya.

Warga Solo belum terlibat secara masif dalam acara-acara besar dan kurang memberikan sambutan kepada para wisatawan. Suatu saat, dia kedatangan tamu dari luar negeri. Tamu tersebut ingin melihat acara-acara kebudayaan yang disajikan di Solo. Sayang, saat itu tidak ada event besar yang patut dilihat. Hal inilah yang menurutnya jadi salah satu titik lemah Solo dibandingkan kota lainnya, seperti Bandung atau Denpasar. “Acara kebudayaan hariannya masih kurang. Saya melihat ada potensi besar pada pergelaran wayang di RRI dan di Sriwedari. Jika dikelola dengan maksimal dan lebih modern, tentu akan menyedot wisatawan, misalnya dengan lighting yang modern, bilingual serta tema-tema budaya yang lebih menarik, ” lanjut dia.

Ia membandingkan dengan Bali yang menyuguhkan budaya khas seperti sembahyang dan pemujaan yang digelar tiap hari. Hal itu rupanya menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Mereka bisa menikmati ritual-ritual itu setiap hari dan hal itu bikin mereka betah. Hal inilah yang menurutnya patut diadopsi oleh Kota Solo agar semakin berkembang dunia wisatanya.

Ahmad Hartanto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya