SOLOPOS.COM - Sancoyo, 61, sedang membersihkan Kompleks makam Yosodipuro di Dukuh Ireng, Bendan, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Sabtu (5/3/2022). (Magdalena Naviriana Putri/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI — Pujangga Besar Kraton Kasunanan Surakarta dimakamkan di Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Boyolali. Lokasi makam Raden Ngabehi (R. Ng.) Yosodipuro yang kini menjadi objek wisata ziarah, berada sekitar 12 km ke arah timur dari Kota Boyolali, atau 200 m ke arah utara dari Pemandian Tirto Marto Pengging.

Beliau adalah putra dari Raden Tumenggung (R.T.) Padmonegoro yang juga dikabarkan sebagai Bupati Pekalongan dan ibunya bernama Siti Mariyam (Nyi Ageng Padmonegoro) yang berarti R. Ng. Yosodipuro masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Pajang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut Juru kunci makam, Sancoyo, 61, R. Ng. Yosodipuro jika diruntut jauh juga masih memiliki silsilah keturunan kerajaan mataram.

“Brawijaya V itu punya anak 101, diantaranya disini [Pengging] ada Pengging sepuh itu, lha itu kan punya anak 3, Kebo Kalidoro, Kebo Kenanga, Kebo Amiluhur itu, yang menurunkan ratu kan satu, Kebo Kenongo itu, menurunkan Jaka Tingkir itu, trus Sultan Hadiwijaya [Pajang] turun temurun terus ya sampai ini [R. Ng. Yosodipuro],ini turunan ke delapan dari Jaka Tingkir itu,” jelasnya.

Baca Juga: Cerita di Balik Makam Empu Supo, Adik Ipar Sunan Kalijaga di Boyolali

R. Ng. Yosodipuro lahir pada subuh 1729 dengan nama Bagus Banjar, sehingga ia juga dipanggil Jaka Subuh. Sejak usia 8 tahun, ia telah berguru kepada Kyai Hanggamaya di Bagelen yang menjadi sahabat karib kakeknya. Bagus Banjar mulai mengabdi kepada Sri Paduka Kanjeng Susuhunan Paku Buwono II di Keraton Kartasura saat pecah Geger Pecinan pada tahun Alip 1667.

Selain itu, Sancoyo menyatakan R. Ng. Yosodipuro bersama dengan Pangeran Wijil IV dan Tumenggung Aroeng Binang ikut berjasa dalam memindahkan Keraton Kasunanan Kartasura ke Desa Sala yang kemudian menjadi pusat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

“Jadi adeg e [berdirinya] Kraton Solo pertama pujanggane [pujangganya] ya beliau ini, pindahnya kraton dari Kartasura ke Surakarta beliau turut andil, mengabdi kepada PB II, PB III dan PB IV.” kata Coyo, sapaan Sancoyo.

Baca Juga: Harga Bahan Pokok Naik, Bakul Kuliner di Boyolali Terpaksa Lakukan Ini

Setelah berada di Kraton Solo, Yosodipuro lalu diangkat menjadi abdi dalem kadipaten dan tinggal di bekas Kedung Kol yang sekarang disebut Yosodipuran yang juga menjadi tempat tinggal beberapa trah Yosodipuran hingga kini. Lebih lanjut, Coyo menceritakan R. Ng. Yosodipuro wafat pada tahun 1833 dan memberikan wasiat untuk dimakamkan di Pengging.

“Tanah makam ini merupakan hadiah, waktu itu beliau bisa mendamaikan antara Yogyakarta dengan Solo waktu babat Giyanti, beliau dikasih hadiah sama Sinuwun apa saja tidak mau, lalu meminta tanah yang ada di Pengging, katanya ketika ditanya Sinuwun untuk apa, beliau menjawab besok kalau dipanggil yang kuasa, untuk makam saya sendiri, namanya pujangga mungkin jauh sebelumnya sudah tahu [kapan akan meninggal],” jelasnya.

Selain sebagai makam R. Ng. Yosodipuro dalam makam tersebut juga disemayamkan makam 3 istrinya, beserta Tumenggung Sastronegoro (R. Ng. Yosodipuro II) yang juga sebagai keturunan Pujangga di Kraton Kasunan Surakarta, hingga keturunan R. Ng. Yosodipuro lainnya.

Empat karya R. Ng. Yosodipuro yang paling tinggi nilainya adalah Serat Rama (saduran dari Kakawin Ramayana), Serat Bratayuda (saduran dari Kakawin Bharatayuddha), Serat Mintaraga (saduran dari Kakawin Arjuna Wiwaha), dan Serat Arjuna Sasrabahu (saduran dari Kakawin Arjuna Wijaya), yang digubah dalam bentuk syair macapat dengan bahasa Jawa baru.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya