SOLOPOS.COM - Makam Sunan Kuning (Sumber: Suara.com)

Solopos.com, SEMARANG — Sunan Kuning atau Soen An Ing adalah tokoh nasionalis keturunan Jawa Tionghoa yang memiliki jasa besar dalam pertempuran melawan kolonialisme di tanah Jawa dan persebaran ajaran Islam di Semarang dan kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Tengah.

Dia mendapatkan gelar Susuhunan Kerajaan Mataram Islam di  Kartasura (Kraton Kartasura) pada 1742 setelah berhasil melengserkan Pakubuwana II dan memukul mundur pasukan VOC. Dia juga dikenal sebagai Susuhunan Kraton Kartasura pertama dari keturunan Jawa-Tionghoa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagai bentuk penghormatan, jenazah Sunan Kuning dimakamkan di Bukit Pakayangan, Kota Semarang, Jawa Tengah, dengan ornamen khas Tiongkok sebagai pengingat bahwa pernah ada sosok tokoh nasionalis besar dari kalangan etnis Tionghoa yang berjasa bagi negara. Namun sayangnya, sejak 1963, kawasan makam Soen An Ing atau Sunan Kuning ini mendapat kesan negatif dikarenakan dekat dengan tempat lokalisasi di Kota Semarang.

Baca Juga: Terungkap Penyebab Pria Tewas di Bawah Jembatan Rel KA di Grobogan

Dilansir dari Suara.com, Rabu (15/12/2021), untuk masuk ke kawasan makan Sunan Kuning harus melewati gang-gang kompleks lokalisasi di mana banyak pemandangan wanita tuna susila (WTS) yang berpakaian terbuka serta kafe dan karaoke yang tersaji secara blak-blakan. Karena aksesnya yang melewati kawasan lokalisasi tersebut, makam ini menjadi sepi pengunjung.

Awal mula buruknya reputasi makam Sunan Kuning ini berawal setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menetapkan kompleks sebelah makam Sunan Kuning menjadi lokalisasi pada 1963 silam. Saat itu, Kota Semarang dilanda gelombang menjamurnya prostitusi liar di jalan-jalan kota, seperti di Jembatan Banjir Kanal Barat, Jalan Stadion, Gang Warung, Gang Pinggiran, Jagalan, Jembatan Mberok, Sebandaran, dan masih banyak daerah lainnya.

Sebelumnya, Pemkot Semarang meresosialisasi para WTS di daerah Karang Kembang Semarang. Hingga pada 1963, pemkot kembali memindahkan daerah lokalisasi ke sekitar perbukitan Argorejo yang dekat dengan Makam Sunan Kuning. Kompleks itu setara dengan Gang Dolly di Surabaya dan Kali Jodo di Jakarta yang kini dua-duanya sudah berubah fungsi.

Baca Juga: Geger! Mayat Misterius Ditemukan di Bawah Jembatan Rel Grobogan

Melalui Wali Kota Semarang yang saat itu dijabat oleh Hadi Subeno, diterbitkanlah SK Nomor 21/15/17/66, yang menetapkan kompleks Argorejo sebagai lokalisasi. Penempatan resminya pada 29 Agustus dan tanggal itu diperingati sebagai hari jadi Resosialisasi Argorejo. Sejak saat itu, masyarakat mengenal kawasan itu sebagai lokalisasi Sunan Kuning.

Karena sebutan penamaan tersebut, makam Sunan Kuning kiah hari makin sepi dari parah peziarah. Padahal, sebelumnya makam itu kerap dikunjungi para peziarah, baik lokal maupun mancanegara. Juru kunci Makam Sunan Kuning, Siti Komariyah, mengatakan dulu makam ini ramai dikunjungi peziarah saat menjelang Tahun Baru Imlek atau menjelang Bulan Ramadan.

Makam ini tidak hanya dikunjungi peziarah Muslim saja, namun juga peziarah Konghucu. Di makam ini juga terdapat musala bagi umat Muslim yang berziarah dan bermalam. Selain itu juga disediakan dupa hio bagi umat Konghucu sebagai tempat pembakaran hio yang diletakkan di depan pintu makam Sunan Kuning.

Baca Juga: Ada 4.080 Warga Miskin Baru di Kabupaten Jepara, Ini Saran BPS

Siti Komariyah menambahkan Sunan Kuning adalah tokoh etnis Tionghoa dan Jawa yang mengajarkan toleransi dan akulturasi budaya. Ibu dari enam orang anak ini juga berkomitmen untuk menjaga kesucian dan kebersihan komplek makam Sunan Kuning. Menurutnya, fungsi kompleks makan Sunan Kuning ini harus dikembalikan sebagai tempat ziarah bukan dikenal sebagai tempat prostitusi.

Penutupan Kawasan Lokalisasi Sunan Kuning.

Sementara itu, dilansir dari Semarangkota.go.id, setelah sekian lama akhirnya Pemkot Semarang resmi menutup Panti Resosialisasi Argorejo atau yang dikenal dengan sebutan Lokalisasi Sunan Kuning pada 18 Oktober 2019 silam. Penutupan ini berkaitan dengan target Indonesia Bebas Prostitusi 2019.

Penutupan ini dilakukan dengan pembacaan ikrar oleh perwakilan warga binaan yang dipimpin Ketua Resosialisasi Argorejo, Sunwani. Mereka berikrar untuk bersedia meninggalkan pekerjaan sebagai WTS. Tercatat, di tempat tersebut ada sekitar 448 WTS dan mereka telah dibekali Pemkot dengan pelatihan keterampilan dan selanjutnya akan dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Para warga binaan tersebut juga mendapatkan tali asih yang dapat digunakan sebagai modal untuk membuka usaha di tempat asalnya nanti.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan 4 Embung di Jateng, Mana Saja

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, menyampaikan pesan kepada para mantan WTS, khususnya yang berasal dari luar kota Semarang untuk melakukan pekerjaan yang halal dan sehat saat kembali ke kampung halaman. Bagi mantan WTS yang merupakan warga Kota Semarang, masih bisa memanfaatkan fasilitas Pemkot, seperti Kredit Wibawa, pelatihan-pelatihan atau bahkan upaya-upaya untuk berwirausaha.

Sementara itu untuk usaha karaoke, pria yang akrab disapa Hendi ini memberi kesempatan kepada pemilik usaha karaoke untuk mengurus perizinan usahanya dalam waktu satu tahun dan dilarang ada kegiatan prostitusi.

Setelah ditutup, rencananya wilayah bekas lokalisasi tersebut akan dipercantik menjadi kampung tematik, salah satunya mengusung dan mengoptimalisasi Kampung Religi Sunan Kuning untuk menghormati tokoh penyebar agama Islam di Semarang dan kawasan pantura, yaitu Sunan Kuning.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya