SOLOPOS.COM - Bangunan Pasar Legi Solo era Mangkunagoro VII. Foto dari Krijigsman 1940. (puromangkunegaran.com)

Solopos.com, SOLO — Asal-usul Pasar Legi Solo bisa ditelusur hingga abad ke-18, tepatnya saat Kadipaten Mangkunegaran berdiri tahun 1757. Bahkan Pasar Legi Solo kala itu merupakan satu dari empat elemen penting yang menjadi satu atau catur gatra tunggal Praja Mangkunegaran.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tiga elemen lainnya dari catur gatra tunggal adalah keraton, alun-alun, dan masjid. Catur gatra tunggal merupakan konsep kosmologi Jawa yang berkembang sejak zaman Kerajaan Mataram.

Website resmi Pura Mangkunegaran, puromangkunegaran.com, dalam artikel yang ditertibkan 1 Maret 2018 lalu, menuliskan konsep catur gatra tunggal juga dipakai untuk membangun Keraton Mataram dan Keraton Kasunanan Surakarta.

Baca Juga: Bertahan Lebih dari 250 Tahun, Begini Kisah Perjalanan Pasar Legi Solo

Tempo dulu di Praja Mangkunegaran, Pasar Legi Solo merupakan pasar terbesar yang berdiri pada masa pemerintahan Mangkunagoro I (1757-1795). Sedangkan asal usul Pasar Legi Solo diambil dari hari pasaran Legi.

Tak sekadar itu, Pasar Legi juga menjual banyak barang dagangan yang legi (manis) seperti gula jawa, gula aren, gula batu, jagung manis, hingga minuman legen. Hingga 1930-an, Pasar Legi masih tradisional dengan los sederhana. Para pedagang menggelar dagangan di tanah tanpa atap.

Makin Berkembang di Era MN VII

Pasar Legi baru dibangun menjadi bangunan yang lebih modern pada masa pemerintahan Mangkunagoro VII sekitar 1936. Aktivitas perdagangan pun menjadi semakin berkembang dengan komoditas yang semakin beragam.

Baca Juga: Infografis Sejarah Panjang Pasar Legi Solo

Pasokan barang di Pasar Legi Solo tempo dulu itu tidak hanya dari wilayah Solo tapi juga daerah-daerah lain di sekitarnya. Para pemasok barang dagangan berupa hasil bumi dari wilayah sekitar Solo terbantu dengan adanya Stasiun Solo Balapan.

Website resmi Pemkot Solo, @surakarta.go.id mencatat Stasiun Solo Balapan dibangun pada 1873. Sedangkan mereka yang tak bisa mengakses sarana transportasi itu berdatangan menggunakan cikar, gerobak atau andong. Mereka berdatangan pada dini hari sekitar pukul 02.00.

Mengenai asal usul Pasar Legi Solo yang merupakan bagian dari empat elemen catur gatra tunggal Mangkunegaran juga sempat disinggung sejarawan Solo, Heri Priyatmoko, dalam artikel berjudul “Menyelamatkan Pasar Legi” yang dimuat di Harian Umum Solopos, 31 Oktober 2018 lalu.

Baca Juga: Pasar Legi Solo: Asal-Usul Nama hingga Sejarah Pendirian

Keseimbangan

Menurut Heri, membangun pasar merupakan salah satu hal pertama yang dilakukan Mangkunagoro I diberi wilayah dan dinobatkan menjadi Mangkunagoro I. Selain itu ada juga masjid yang dibangun tak jauh dari lokasi pasar.

Menurut dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu, pembangunan pasar dan masjid merupakan upaya Mangkunagoro I mewujudkan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan aspek religi.

Baca Juga: Pasar Tertua di Solo, Legi atau Gede?

Heri juga mengungkapkan Pasar Legi Solo tempo dulu semakin ramai setelah penggabungan Pasar Totogan di selatan Kali Pepe ke Pasar Legi yang berada di utara Pasar Legi. Penggabungan itu terjadi pada era Mangkunagoro VII (1916-1944).

Kini, Pasar Legi Solo terus berkembang dan menjadi lebih modern, terutama setelah terbakar pada Oktober 2018 lalu dibangun kembali pada 2021. Bangunan baru yang menggunakan konsep green building kini telah beroperasi setelah diresmikan pada 20 Januari 2022 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya